Tafsir Al-Nahl 78: Kata "Umm" Dijamakkan Menjadi "Ummahat", Jamak Model Apa?

Tafsir Al-Nahl 78: Kata "Umm" Dijamakkan Menjadi "Ummahat", Jamak Model Apa?

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Waallaahu akhrajakum min buthuuni ummahaatikum laa ta’lamuuna syay-an waja’ala lakumu alssam’a waal-abshaara waal-af-idata la’allakum tasykuruuna".

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty

"Wa Allah akhrajakum min buthun ummahatikum la ta'lamun syai'a". Bayi lahir dari rahim ibu dalam keadaan tidak mengerti apa-apa. Kata Ummahat adalah bentuk jamak mu'annats salim dari kata "umm" (ibu). Bukan jamak taksir, sebab huruf asli mufradnya utuh (alif dan Mim). Huruf "ha" di tengah adalah tambahan. Asalnya "ummat " dengan tambahan huruf Alif dan Ta' seperti lazimnya rumus jamak tipe ini. Soal penambahan tersebut ada dua alasan, antara lain :

Pertama, tambahan huruf "ha" tersebut untuk kebutuhan pelafalan sehingga terasa lebih mantap. Bunyi yang lahir dari komposisi penambahan tersebut tampak lebih berbobot dalam lisan dan tidak ringan. Orang arab mempertimbangkan model bunyi-bunyian begini, sehingga pelafalan terdengar indah dan khas. Sebagai perbandingan adalah gaya tafkhim pada lafadh "Allah ". Huruf "lam"nya dibaca tafkhim (tebal) ketika diantar dengan huruf berbaris fathah atau dhammah. Tidak sama pelafalannya ketika bunyi huruf antaran berharakat kasrah.

Kedua, untuk membedakan antara ibu manusia dan induk binatang. Bahasa mengormati derajat ibu manusia di atas segala indukan dengan pembubuhan huruf "ha" (ummahat). "li ta'dhim sya'n al-umm". Jika bentuk jamak tersebut diaslikan (ummat), maka konotasi maknanya untuk induk-induk binatang.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia

Ayat studi ini menyebutkan, bahwa bayi itu tidak punya pengetahuan apa-apa, blank dan kosong. "La ta'lamun syai'a". Baru setelah lahir di dunia, maka Tuhan meng "ON" kan lebih optimal piranti-piranti indranya.

Pertama, pendengaran (al-sam'), kedua, al-abshar (penglihatan) dan ketiga, al-af'idah (pikiran). Kenapa bayi saat dilahirkan tidak punya pengetahuan apa-apa?. Lalu apakah penyebutan tiga piranti tersebut merupakan urutan dalam transformasi ilmu pengetahuan?.

Soal bayi saat lahir tanpa punya pengetahuan apa-apa, hal itu adalah bagian dari rahmat Allah SWT teruntuk manusia, sekaligus bagian dari trik-Nya demi memudahkan proses kelahiran. Saat kritis ini sang bayi harus dibuat pasif total sehingga menurut saja terhadap prosesi yang ada. Bisa dibayangkan andai sang bayi sudah punya pengetahuan, maka bisa jadi dia akan memertimbangkan antara mau keluar atau membandel dan tetap di dalam. Sebab di dalam rahim dia sudah merasa dimanjakan dan semua asupan makanan selalu tersedia.

Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana

Soal kata al-sam' (pendengaran) yang disebut duluan dalam bentuk mufrad atau tunggal. Hal itu karena transformasi ilmu pengetahuan pertama kali masuk ke anak lewat pendengaran. Pendengaran adalah media awal yang otomatis dan sangat menentukan. Pendengaran yang sehat memungkinkan mendapat serapan informasi banyak sekali.

Selanjutnya sang anak akan tumbuh cerdas dan sehat. Bila pendengaran ini cacat, maka berefek buruk bagi si anak. Selain mengganggu kelancaran berbicara, juga ilmu pengetahuan berikutnya menjadi terhambat, sehingga si anak berpotensi tumbuh tidak normal.

Kata al-Sam' disebut dalam bentuk tunggal mengisyaratkan jalur serapan ilmu pengetahuan tersebut satu arah. Bayi menerima ilmu pengatuan dari luar lewat pendengaran tanpa perlu upaya yang berarti. Seperti menerima paket dan apa adanya.

Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok

Urutan berikutnya adalah jalur al-abshar, penglihatan. Mata menangkap obyek yang dilihat, lalu dikirim ke otak untuk diterima dan dianalisa. Jalur ini menunjuk servis Tuhan di mana anak manusia tidak hanya pasif dan menerima, melainkan harus kerja mencari sendiri ilmu pengetahuan yang dibutuhkan. Pengamatan dan observasi menjadi media pengayaan ilmu, sehingga mendorong anak manusia aktif dan dinamis. Mahasiswa yang pasif dan hanya mengandalkan materi kuliah akan ketinggalan jauh di bekalang mahasiswa yang aktif menjelajahi kepustakaan.

Ketiga, al-af'idah. tidak sekedar ilmu pengetahuan yang sudah diserap, melainkan kemampuan menganalisis, mempertimbangakan dan menilai. Af'idah adalah paduan antara ilmu dan nurani, sehingga ilmu yang dimiliki tidaklah liar dan bebas tanpa nilai. Bagi umat islam, ilmu harus dimorali, sehingga bermanfaat dan membuahkan kemaslahatan. Ahli pendidikan menyebutkan pemaduan antara bener dan pinter. Seorang bertanya soal rumusan anak shalih. Jawabnya adalah anak yang bener dan pinter, yang pinter dan bener. Nah fungsi maslahah, fungsi manfaat, fungsi kebajikan inilah yang dicanangkan oleh penutup ayat, "la'allakum tasykurun", agar kalian bersyukur.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO