Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
BANGSAONLINE.com - "Waallaahu ja’ala lakum mimmaa khalaqa zhilaalan waja’ala lakum mina aljibaali aknaanan waja’ala lakum saraabiila taqiikumu alharra wasaraabiila taqiikum ba/sakum kadzaalika yutimmu ni’matahu ‘alaykum la’allakum tuslimuuna."
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Ayat sebelumnya menyebut beberapa kenikmatan yang diberikan Tuhan untuk umat manusia, hingga manfaat binatang, dari air susu, daging, kulit bahkan bulunya. Terhadap bulu binatang, Tuhan membebaskan dari hukum alias suci secara mutlak dan boleh dipakai apa saja sesuai kebutuhan tanpa ada batas waktu. "Atsatsa wa mata'a ila hin".
Ayat studi ini melengkapi kenikmatan di atas dengan menunjuk tiga servis tambahan, yakni: Pertama, menciptakan sesuatu sebagai tempat berteduh (mimma khalaq dhilala). Ini sifatnya umum, bisa berupa rumah tinggal, tempat peristirahatan, rest area, pohon-pohon rindang dan lain-lain. Kedua, gunung sebagai "aknana", pelindung alam yang melindungi manusia dari gejolak alam yang keras. Selain dinyatakan sebagai pasak, gunung menghalangi topan dan angin ribut, hujan badai yang membahayakan manusia. Ketiga, pakaian (sarabil) untuk melindungi tubuh dari terik matahari (taqikum al-harr) dan sebagai pengaman saat berperang (taqikum ba'sakum).
Dalam pembahasan ini, al-imam al-Qurtuby bertutur banyak tentang peran gunung dalam dakwah islamiah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Awal kenabian, ada gunung Nur (cahaya), di mana goa Hira' ada di situ sebagai tempat Nabi biasa bersemedi, jauh sebelum beliau dinobatkan menjadi Nabi secara resmi dengan turunnya wahyu perdana, awal surah al-Alaq. Disusul gunung atau goa Tsaur (Tsur) yang berjasa melindungi Nabi dari kejaran orang-orang kafir saat hendak berhijrah ke Madinah. Tiga malam lamanya Nabi dan Abu Bakr transit di dalam goa Tsaur dengan jaminan keamanan langsung dari Tuhan melalui ciptaan-Nya yang memungkinkan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Dengan goa yang dimilikinya, gunung Tsaur turut andil dalam dakwah islamiah bersama para mahkluq lain, baik yang berakal maupun yang tidak berakal. Yang tidak berakal seperti laba-laba secepat kilat membuat rumah menutup seluruh mulut goa segera setelah Nabi dan Abu Bakr masuk. Disusul burung merpati yang tidak mau ketinggalan. Dia membuat sarang di tengah jalan dan mendekam di atasnya seperti sudah lama mengerami telor.
Batu gunung, debu dan angin berusaha secepatnya menghilangkan jejak kaki Nabi dan Abu Bakr kala datang memasuki goa. Meskipun kafir ahli bisa melacak, tapi akhirnya gagal juga. Kata "kinn" yang dijamakkan menjadi "aknan" juga bermakna tenang. Maksudnya serupa dengan paparan di atas, di mana fungsi gunung sebagai penenang yang membuat manusia tenang, damai, fresh ketika berteduh dan bersantai di sekitarnya. Siapapun mengerti bahwa panorama gunung sangat indah dan udaranya bersih dan nyaman.
Sedangkan makhluq berakal yang terlibat dalam peristiwa hijrah ini antara lain: Pertama, Abu Bakr al-Shiddiq yang setia menemani Nabi di dalam goa Tsaur. Kedua, Abdullah ibn Abi Bakr, anak baru gede putra Abu Bakr ini bertugas menjadi teliksandi yang memeta-matai pergerakan orang kafir. Pada siang hari dia membaur bersama mereka, tapi malam hari menyelinap pergi ke goa Tsur melaporkan kepada Nabi apa yang dia tahu.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Ketiga, Asma' bint Abi Bakr yang mengirim makanan ke goa secara sembunyi-sembunyi. Keempat, Amir ibn Fuhaira, budak laki-laki milik Abu Bakar yang bertugas mengembala kambing di sekitar goa. Di samping mengawasi, dia juga yang memasok susu segar yang perahkan langsung dari kambing kembalaannya teruntuk Nabi dan Abu Bakr. Kadang air susu itu dibuat menjadi "radlif", air susu yang dicemplungi batu panas sehingga baunya amisnya hilang, segar seperti dipanasi dengan api kecil.
Kelima, Abdullah ibn Uraiqidh, seorang Yahudi ahli jalan tikus menuju Madinah. Dia disewa oleh Abu Bakr dengan bayaran mahal hingga perjalanan menuju Madinah aman. Diriwayatkan, Ibn Uraiqidh akhirnya masuk islam setelah menyaksikan sendiri beberapa keistimewaan Nabi.
Kadang non muslim ada juga yang jujur dan mendukung dakwah islamiah. Tidak salah Nabi memilih ibn Uraiqidh ini karena beliau tahu kejujurannya dan terbukti. Andai dia mau berkhianat, pastilah mendapat uang yang sangat banyak jauh melebihi bayaran yang diterima dari Nabi. Cukup membocorkan rahasia perjalannya ke orang kafir, harta berlimpah pasti dia dapatkan.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Itulah gunung sebagai pengaman dan bermanfaat bagi dakwah islamiah. Di sisi lain gunung juga ada sebagai alat mengadzab orang-orang kafir dan durhaka. Gunung Uhud pernah akan diangkat oleh Malaikat Jibril A.S. dan hendak dijatuhkan ke orang-orang kafir yang menjahati Nabi, tapi Nabi tidak mengizinkan. Zaman Nabi Musa A.S. juga demikian, gunung Thur hendak dijatuhkan ke Bani Israel yang super bawel dan membandel.
Dan gunung Pengamun-amun di Banjarnegara Jawa Tengah pernah rompal bagian atasnya hingga membentuk kayak irisan tumpeng. Irisan itu dijatuhkan oleh Tuhan menimpa seluruh desa Legetan yang super makmur tapi setiap malam penduduknya pesta sek bebas. Kejadian medio April 1955 itu menewaskan lebih dari 300 orang termasuk mereka yang datang dari luar desa dan sedang mencari hiburan di situ. Sayang, bangsa negeri ini kurang perhatian, bahkan hampir hilang dari catatan sejarah, sehingga peringatan Tuhan yang mirip dengan azab yang ditimpakan pada kaum Luth dulu kurang mendapat perhatian serius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News