TUBAN, BANGSAONLINE.com - Lokasi tambang minyak tradisional di Dusun Gegunung, Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban ditertibkan oleh ratusan aparat gabungan Polri, TNI dan Satpol PP Tuban, Selasa (9/8). Akibatnya, sebayak 500 warga yang berprofesi sebagai penambang kecewa karena alatnya ikut disita.
Kecewaan tersebut tidak hanya terkait penyitaan alat milik warga. Tetapi, mereka menyesalkan keputusan negosiasi awal bersama Kepolisian Resort (Polres), maupun perwakilan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perusahaan Daerah Aneka Tambang (PDAT) milik Pemda Tuban yang tidak sesuai kesepakatan.
Baca Juga: Keluarga Korban Laka Tambang di Tuban Tak Menuntut dan Terima Santunan
Pasalnya, sesuai kesepakatan awal, tidak ada penyitaan peralatan apapun dalam penertiban tersebut. Namun, praktik di lapangan setelah portal akses menuju sumur dibuka, puluhan TNI, Polri dibantu Satpol PP Tuban langsung mengambil satu per satu peralatan tambang.
"Kami tidak terima dan menyesalkan penyitaan peralatan tambang ini," jelas Supriyanto pemilik sekaligus penambang sumur 6 Lapangan Gegunung kepada wartawan.
"Mereka tiba-tiba menyita alat kami dan beralasan kami dituduh merusak lingkungan dan merugikan negara. Jika kami disebut penambang liar terserah. Tapi kami juga butuh solusi setelah terjadinya penertiban ini,"ujarnya.
Baca Juga: Ini Kata Komisi I DPRD Tuban saat Tinjau Jalan Desa Leran Wetan yang Rusak Akibat Kendaraan Tambang
Ia menerangkan, akibat penertiban dan penyitaan alat, sekitar 500 penambang bakal kehilangan pekerjaan.
Supriyanto menjelaskan, dirinya dan penambang lainnya sempat marah lantaran dituding merusak lingkungan, mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) tidak terbarui, dan dianggap merugikan Negara. Padahal warga melakukan itu untuk bertahan hidup dan mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
"Kami hanya untuk mencukupi keluarga, mengapa kami dituduh merusak alam dan merugikan negara," terangnya.
Baca Juga: PT Maba Resource Indonesia dan Perhutani Tepis Isu Aktivitas Tambang Dalam Hutan
Mengenai penertiban tersebut, Kapolres Tuban, AKBP Fadly Samad menyampaikan, bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan UU Minyak dan Gas Bumi (Migas). Pada dasarnya praktik penambang yang dilakukan oleh warga setempat telah menyalahi aturan.
"Akan tetapi, rencananya pihak KSO TGE, maupun Perusahaan Daerah Aneka Tambang Tuban telah berkomitmen melibatkan penambang ring 1 menjadi karyawan. Untuk klasifikasi dan berapa jumlah tenaga kerja (Naker) yang dibutuhkan, nanti dibicarakan lebih lanjut," terang Fadly.
Sedangkan, terkait hasil negosiasi awal, pihaknya sebenarnya tidak ada maksud untuk menyita seluruh peralatan tambang. "Dalam negoisasi sebelumnya sudah jelas. Silakan diambil peralatannya sebelum jatuh tempo penertiban. Akan tetapi, karena sebagian masih beroperasi, jadi terpaksa alatnya disita," pungkas Fadly.
Baca Juga: Peras Pemilik Tambang, Polres Tuban Ringkus Belasan Oknum LSM
Untuk diketahui, sebenarnya penambang minyak tradisional di 4 desa mulai Desa Sidonganti, dan Gesikan, Kecamatan Kerek, Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, maupun Desa Kumpulrejo, Kecamatan Bangilan, sejak tahun 2013 lalu telah berusaha membentuk Koperasi Unit Desa (KUD). Namun, prosesnya dianggap terlalu berlebihan, sehingha sampai saat ini tidak ada kejelasab dari pemda Tuban. (wan/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News