SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Anggota Komisi C Sudirdjo menilai, pengadaan karcis parkir tepi jalan sia-sia. Sebab, seringkali juru parkir (jukir) tidak memanfaatkan karcis tersebut.Sehingga, uang Rp 3 miliar yang digunakan untuk pengadaan tidak bermanfaat.
"Tidak ada manfaatnya, mending uang segitu dipakai untuk perbaikan sekolah, pembinaan UKM, dan pembuatan sentra PKL, ini bu wali (Tri Rismaharini) harus tahu," katanya, Selasa (9/8).
Baca Juga: Perhatian! Eri Cahyadi Tegaskan Warga Surabaya Jangan Bayar Parkir Bila Tidak Diberi Karcis
Politisi PAN ini menegaskan, fakta di lapangan, jukir tidak pernah mengeluarkan karcis. Bahkan, sampai dimintapun jukir sering beralasan karcisnya sudah habis. Bisa jadi itu upaya jukir agar pengguna parkir tidak tahu tarif parkir yang sebenarnya.
Sudirdjo mengungkapkan, dari hasil penelusurannya di lapangan, mayoritas jukir menarik uang parkir melebihi ketentuan. Untuk parkir motor dikenai tarif Rp 2 ribu, sedangkan untuk mobil Rp 4-5 ribu.
Padahal, lanjutnya, berdasarkan perwali nomor 35 tahun 2015 tentang perubahan tarif retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, untuk tarif motor naik dari Rp 500 menjadi Rp 1000, sementara mobil menjadi Rp 3 ribu dari Rp 2 ribu.
Baca Juga: Kabupaten Pasuruan Belum Terapkan e-Parkir, ini Alasan Bupati
Menurutnya, jukir menaikkan tarif di luar ketentuan sudah menjadi rahasia umum. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya hampir dipastikan sudah mengetahui itu. Sayangnya, Dishub malah membiarkan praktik liar itu terus terjadi. "Dishub membiarkan, ini ada apa, ndak mungkin tidak ada apa-apa kalau pelanggaran terus dibiarkan," ucapnya.
Dia meminta Dishub Surabaya benar-benar menjalankan fungsi kontrol. Kalau ada penyimpangan harus ada penindakan. Bisa jadi berupa peringatan, pembinaan, sampai pada penggantian jukir. Dishub Surabaya memiliki anggaran khusus untuk penertiban, pengawasan, dan pembinaan jukir. Untuk tahun ini, anggaran untuk penertiban sudah terserap 50.89 persen dari total Rp 4.870.853.993 miliar.
Wakil Ketua Komisi C Buchori Imron menambahkan, petugas Dishub di lapangan harus tegas. Aturan tarif parkir melebihi ketentuan yang berlaku. Sayang, Dishub seolah-olah diam tak berdaya membiarkan praktik itu merajalela. "Kalau emang dirasa itu belum cukup tarifnya, ya naikkan sehingga uangnya tidak bocor ke mana-mana," ucapnya.
Baca Juga: Demo di DPRD Gresik, Ratusan Juru Parkir Tuntut Bagi Hasil Lebih Besar
Ketua DPC PPP Surabaya ini menegaskan, jika praktik liar itu terus dibiarkan, bukan tidak mungkin target pendapatan asli daerah (PAD) dari tarif parkir tepi jalan tidak terpenuhi. Hingga akhir Juli, target tersebut sudah mencapai 52.90 persen dari targer pendapatan sebesar Rp 25 miliar. "Dishub harus tegas, jangan sampai PAD bocor," pintanya.
Untuk mencegah kebocoran, Komisi C mendukung penerapan sistem e-parking di Tepi Jalan Umum (TJU). Pasalnya, menurut anggota Komisi C, Vinsensius Awey, penerapan e-Parking bertujuan untuk mengantisipasi adanya kebocoran. Selama ini, sebenranya pemerintah kota telah menerapkan e-parking di beberapa kawasan tertentu, seperti di kantor pemerintahan, seperti di Siola, kantor kecamatan dan sebagainya. Ia mengakui, dalam aturan belum diatur secara jelas, sistem parkir satu pintu atau one gate. Namun, dalam perda sudah diatur masalah retribusi progresif.
Sementara, Plt Kadishub Kota Surabaya, Irvan Wahyu Drajat mengatakan, bahwa sistem e-Parking telah diterapkan sejak 7 tahun yang lalu. Sistem tersebut menurutnya cukup efektif, terbukti berdampak positif pada peningkatan PAD. (lan/ros)
Baca Juga: Dishub Surabaya Mulai Terapkan Pembayaran Digital di Sejumlah Titik Parkir
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News