![Wacana Rokok Rp 50 Ribu per Bungkus, Soekarwo: Tutup Saja Semua Pabrik Wacana Rokok Rp 50 Ribu per Bungkus, Soekarwo: Tutup Saja Semua Pabrik](/images/uploads/berita/700/6c0cf29b2c42341ff9eac46cf7c3399c.jpg)
Di kategori SKM rendah tar dan nikotin (SKM LTN), volume penjualannya turun sebesar 1,6 persen menjadi 4,6 miliar batang. "Untuk volume penjualan SKT (sigaret kretek tangan) meningkat sebesar 1,9 persen menjadi 4,2 miliar batang," kata Istata.
Meski begitu, pendapatan Gudang Garam pada semester pertama 2016 meningkat 11,2 persen atau setara dengan Rp 37 triliun. Jumlah ini, tutur Istata, lebih besar dibanding pendapatan tahun lalu pada periode yang sama sebesar Rp 33,2 triliun.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) tengah mengkaji usulan kenaikan harga rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Unit Eselon I ini harus mempertimbangkan dari sisi aspek ekonomi apabila ingin menaikkan tarif cukai rokok sehingga perusahaan terpaksa menjual rokok seharga tersebut.
"Harga rokok jadi Rp 50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang dikomunikasikan," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.
Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan usulan tersebut bukan saja dari sisi kesehatan, tapi juga dari aspek ekonomi, seperti industri, petani dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja.
"Jadi kita harus komunikasikan dengan seluruh stakeholder, baik yang pro kesehatan maupun yang pro industri, petani karena pasti ada tarik ulur di situ. Kalau cuma dengarkan salah satunya, bisa bangkrut itu," jelas Heru.
Kenaikan harga rokok yang terlalu signifikan akan berdampak negatif bagi industri. Bahkan efek buruk lainnya, sambung dia, marak peredaran atau penyelundupan rokok ilegal.
"Kalau dia (harga rokok) sudah lewat dari kurva optimum, pasti ada dampak negatifnya, yakni bisa mati (perusahaan) atau banyak rokok ilegal. Makanya kita harus cari titik optimum," terangnya.
Dirinya berharap, harga rokok di Indonesia dapat naik secara bertahap sesuai dengan peta jalan (roadmap) pemerintah sehingga tidak menimbulkan efek buruk yang berakibat pada kerugian ekonomi.
"Sesuai roadmap, lama-lama pro kesehatan dengan kenaikan rokok secara bertahap. Kalau naiknya 2,5 kali lipat di sekarang ini dampak negatifnya terlalu besar, komunitas dan perekonomian yang nanti akan merugi," tegas Heru. (trb/yah/mer/tic/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News