JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kasus kewarganegaraan Arcandra Tahar kembali memanas setelah Menkum HAM Yasonna Laoly terkesan memaksakan untuk memberi peneguhan sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman
mempertanyakan langkah Kemenkum HAM itu.
Benny berpendapat, seharusnya Arcandra tidak bisa dengan mudah mendapatkan
status kewarganegaraan Indonesia. Setidaknya, kata dia, butuh waktu sekitar 5
tahun bagi Arcandra untuk kembali membuktikan kesetiaanya kepada Indonesia.
Apalagi, di mata Benny, Arcandra telah melakukan pengkhianatan terhadap
Indonesia. Arcandra disebut telah mendapat keuntungan sejak berpindah
kewarganegaraan Amerika Serikat (AS), begitu pula saat diangkat menjadi menteri
ESDM.
"Kita kasih lagi pasalnya. Karena dia sudah jadi pengkhianat jangan hanya
1 bulan atau 1 tahun. Maka kita kasih 5 tahun untuk menguji kesetiannya. Jangan
karena untung sebelah dia keluar WNI, lalu untung di sini kembali lagi jadi WNI,"
kata Benny di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9).
"Kalau negara yang buat stateless masuk akal. Dia kan pengkhianat, yang
sudah lama hidup di sini dipersulit. Ini jelas-jelas pengkhianat, kok tiba-tiba
ada peneguhan," sambung Benny.
Pengkhianatan yang dimaksud Benny adalah memberikan informasi sesat kepada
Presiden. Sehingga, lanjutnya, membuat presiden mengambil kebijakan yang salah.
"Konteks pengkhianatan adalah memberi informasi gelap ke Presiden. Itu
pengkhianat. Kalau mau menjadi WN Asing silakan," klaimnya.
Selain berkhianat, Benny juga menyebut Arcandra telah membohongi Presiden
karena memiliki paspor ganda saat dilantik sebagai menteri.
"Kita hanya ingin tahu, Presiden tahu tidak soal ini? Karena saya yakin,
tahu. Kalau ada yang mengatakan Arcandra ini, karena dia menipu Presiden, kasih
data-data palsu. Atau Presiden sengaja WNA jadi menteri?," tegasnya.
Politisi Demokrat ini akan mengajukan hak tanya kepada Presiden atas peneguhan
terhadap status warga negara Arcandra apabila Kemenkum HAM tidak memberikan
klarifikasi yang jelas.
"Perkenankan kami menanya hak tanya ke presiden, itu dijamin konstitusi.
Kalau komisi enggak mau saya pribadi. Kalau menteri tidak jelas," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Menkumham Yasonna Laoly membantah jika Arcandra
telah terbukti berkhianat. Alasannya, tidak semua WNI yang berpindah
kewarganegaraan bertujuan untuk berkhianat terhadap negara. Justru, dia menilai
pernyataan Benny akan membuat WNI yang berdiaspora di negara lain tersinggung.
"Pengkhianatan itu kan belum tentu. Teman-teman diaspora di sana akan
sangat tersinggung kalau begitu. Memilih WN negara lain belum tentu
pengkhianatan dengan bangsanya," tegas Yasonna.
Ia mencontohkan saat Yasonna berkunjung ke AS, ada sebagian WNI yang
berdiaspora agar mempermudah proses kerjasama atau kontrak kerja di negara
tersebut.
"Saya bertemu temen-teman diaspora di AS yang saat pemerintah SBY
menggalakkan diaspora. Ada juga yang harus bekerja di sana atas kerjasama atau
kontrak-kontrak. Ada mungkin yang karena alasan pengkhianatan, tapi not all of
them," tandasnya.
Presiden Joko Widodo kabarnya akan segera melantik Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral definitif dalam waktu dekat. Muncul isu, nama Arcandra Tahar akan
kembali dipilih Jokowi menjadi menteri ESDM yang sebelumnya hanya dijabat 20
hari.
Kasus dwi kewarganegaraan membuat Arcandra didepak dari kursi menteri ESDM.
Namun, terbaru pemerintah disebut sedang memperjuangkan nasib Arcandra untuk
kembali menjadi WNI agar bisa menempati pos menteri ESDM.
Baca Juga: Menteri ESDM: Pasokan Listrik di Jawa Timur Aman
Tak jelas, apa informasi itu benar atau tidak. Yang
pasti, Menkum HAM Yasonna Laoly telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK)
menetapkan Arcandra Tahar sebagai WNI. Penetapan ini didasarkan pada asas
perlindungan maksimum.
SK Menkum HAM itu bernomor AHU-1 AH.10.01 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia atas nama Arcandra Tahar. Keputusan itu berdasarkan
pemeriksaan dan tindak lanjut atas dwi-kewarganegaraan Arcandra.
"Fakta beliau memiliki dua kewarganegaraan. Pada saat diangkat (menjadi
menteri) dia masih WNA. Kami sama sekali nggak tahu. Saat kami ketahui,
langsung proses. Imigrasi panggil dia untuk buat BAP 23 Agustus 2016,"
ungkap Yasonna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Saat pemeriksaan, Arcandra menyerahkan dokumen bahwa dia telah melepaskan
kewarganegaraan AS per tanggal 12 Agustus 2016 dari Kedutaan AS. Itu dikuatkan
dengan persetujuan Kementerian Luar Negeri AS pada tanggal 15 Agustus 2016
dengan penerbitan Certificate of Loss of Nationality dari negara tersebut.
"Maka secara resmi dia sudah kehilangan WNA Amerika sejak 15 Agustus. Kami
verifikasi dan setelah kami periksa, dapat fakta kalau kami teruskan ini kan
prosesnya imigrasi kirimkan ke AHU. Nah ini potensial stateless," jelas
Yasonna.
"Kalau proses cabut lewat SK menteri dia akan stateless. Kalau dia tetap
tidak cabut (kewarganegaraan AS-nya), kami akan cabut dia, hilangkan
kewarganegaraannya (sebagai WNI). Akan disampaikan ke presiden," imbuh
dia.
Namun karena Arcandra sudah melepas WN AS-nya, pemerintah tidak bisa mencabut
status WNI-nya. Jika itu dilakukan, Arcandra akan stateless (tidak punya warga
negara) dan itu disebut menyalahi undang-undang.
"Untuk memastikan sekali lagi, betul nggak udah hilang kewarganegaraannya.
Kami kirim ke kedubes AS minta pernyataan lebih lanjut. Oleh Kedubes dikatakan
sejak 15 Agustus bukan WN Amerika," sebut Yasonna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News