Festival Kembang Kopi di Banyuwangi Berlangsung Meriah, Turis Amerika Ikut Petik dan Sangrai Kopi

Festival Kembang Kopi di Banyuwangi Berlangsung Meriah, Turis Amerika Ikut Petik dan Sangrai Kopi

Festival Kembang Kopi di Banyuwangi berlangsung meriah. Festival yang menyuguhkan tradisi petik kopi rakyat ini menjadi warna baru ragam festival atraksi budaya yang digelar Banyuwangi. Wisatawan asing yang turut hadir dalam festival tersebut mengaku sangat terkesan dengan atraksi yang digelar.

----------

Baca Juga: Launching Majapahit's Warrior Underwater, Pj Gubernur Jatim Sampai Ikut Nyelam Letakkan Patung

FESTIVAL ini berlangsung di Dusun Lerek, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Rabu (7/8). Menuju lokasi festival, para pengunjung disuguhkan pemandangan pohon kopi di sepanjang jalan. Dusun Lerek sejak dulu memang terkenal dengan sentra perkebunan kopi rakyat.

Di desa ini setiap rumah memiliki pekarangan yang berisi kebun kopi. Jika biasanya di desa-desa lain halaman rumah dipakai untuk menjemur padi, maka di Gombengsari warga memakainya untuk menjemur biji kopi.

"Hampir setiap rumah memiliki pohon kopi. Ini sudah ada turun temurun. Pohon-pohon kopi di sini sudah berusia puluhan tahun," kata Masridin (65), salah satu pemilik lahan kopi di Lerek.

Baca Juga: Ditpolairud Polda Jatim Amankan Dua Pelaku Jual Beli Benih Lobster Ilegal di Banyuwangi

Berangkat dari tradisi tersebut, warga desa Gombengsari berinisiatif menggelar festival kembang kopi. Festival ini pun menyuguhkan segala yang berbau kopi. Mulai dari pembukaan acara yang diisi tari petik kopi, hingga pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi.

Saat festival berlangsung, puluhan ibu-ibu bertopi caping memetik buah kopi di hamparan kebun kopi yang nampak rimbun milik seorang warga, Taufik. Hanya buah kopi berwarna merah tua yang dipilih untuk kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kantong yang terkalung di leher.

Di pekarangan rumah Taufik, para pengunjung lalu ditunjukkan proses pengolahan kopi. Mulai dari pengupasan, pencucian, penjemuran sampai penggilingan kopi dengan menggunakan mesin. Di sini pun terlihat proses transformasi buah kopi segar hingga menjadi biji kopi kering.

Baca Juga: Tim BPBD Lumajang Juara Umum dalam Semarak Gelar Peralatan se-Jatim, Ini Lima Arahan BNPB

Tak jauh dari situ, puluhan ibu-ibu mempraktekkan sangrai kopi secara tradisional menggunakan wajan tanah liat dan tungku batu bata. Pengunjung pun boleh mencoba mengaduk wajan panas yang berisikan biji-biji kopi sangrai.

Nampak di antara mereka beberapa turis asing antusias ikut mencoba memetik buah kopi langsung dari pohon dan mencoba menyangrai kopi.

"Ini menarik sekali, dan ini pengalaman pertama kali saya melihat langsung proses pembuatan kopi. Waktu menyangrai tadi terasa berasap, tapi saya senang bisa mencoba. Selama ini kan taunya langsung minum kopi dari coffee maker," kata Ashley Fedor, wisatawan dari New York City, USA yang datang bersama rekannya Sinead Mcdermott.

Baca Juga: Rumah di Banyuwangi Rusak Usai Diterjang Hujan Deras dan Tertimpa Pohon

Menurut Sinead, dia telah mengunjungi negara-negara di Asia dan menikmati kopi di sana. Namun baginya, kopi Banyuwangi paling nikmat. Bahkan Ashley minum kopinya tanpa gula. "Kalau di Vietnam kopinya sedikit, susunya yang banyak. Tapi di sini murni kopi, perfect," kata Sinead.

Selain mengagumi atraksinya, menurut mereka orang Banyuwangi sangat ramah. “Saya sudah keliling Asia selama 6 bulan, but Banyuwangi people is most friendly,” ujar lulusan Georgetown University ini. Mereka berdua pun nampak gembira ikut terlibat dalam pesta kopi rakyat ini. Keduanya pun larut menikmati kopi bersama masyarakat yang disediakan gratis bagi setiap pengunjung.

Desa Gombengsari sejak dulu terkenal sebagai kampung kopi, kopi yang terkenal adalah kopi robusta. Namun selain robusta, juga ada kopi jenis konuga, dan togosari. Warga Lerek sendiri lebih suka kopi jenis konuga, karena kopi jenis ini memiliki rasa dan aroma yang manis.

Baca Juga: Diduga Mabuk Sopir Truk Fuso Tabrak Pagar Masjid Ikon di Banyuwangi, 3 Motor Rusak Parah

Binatang Luwak pun lebih memilih untuk memakan kopi jenis ini karena teksturnya yang juga lebih lunak, dibanding robusta.

Selain itu, desa ini juga dikenal penghasil susu kambing etawa yang juga dipasarkan di luar Banyuwangi. Tiap hari desa ini bisa memproduksi 200 – 300 liter susu kambing etawa.

Lurah Gombengsari Mochamad Farid Isnaini menyebutkan, luas lahan perkebunan kopi rakyat mencapai 850 hektar. Terdapat 5 kelompok tani dan 2 lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang menaungi perkebunan kopi rakyat ini.

Baca Juga: Dua PMI asal Banyuwangi Alami Gangguan Jiwa Setelah Dipulangkan dari Malaysia

“Setiap kelompok tani tersebut telah memproduksi bubuk kopi kemasan dengan mereka yang berbeda. Ada yang mereknya Kopi Lego, Kopi Seblang Kopi Gandrung, Kopi Lerek, dan Kopi Mas” tutur Farid.

Rata-rata produktivitas kebun kopi rakyat ini sebanyak 1,2 ton perhektar untuk sekali panen. Harga biji kopi kering dijual Rp. 22 - 25 ribu perkilogram. “Sebagian besar warga masih menjual dalam bentuk biji kopi kering meski ada juga yang dalam bentuk bubuk. Harapan kami kedepan warga bisa meningkatkan nilai ekonomis kopi dengan menjual dalam bentuk bubuk, karena harganya bisa mencapai Rp. 60 ribu perkilogram,” paparnya.

Pemasaran kopi ini telah merambah Kota Malang, namun ada juga yang sudah memasok toko-toko di Banyuwangi. Beberapa warga juga sudah mulai mengemas wisata kopi buat wisatawan. “Harapan kami dengan digelarnya Festival Kembang Kopi ini, warga semakin sadar untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah kopinya, serta wisata kebun kopi di Gombengsari juga semakin maju,” harap Farid.

Baca Juga: Ngaku Khilaf, Seorang Bapak di Banyuwangi Tega Cabuli Anak Kandungnya

Sementara itu Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko menyatakan apresiasinya yang tinggi terhadap even ini. Menurut dia, apa yang dilakukan desa ini bisa dicontoh desa lain tentang bagaimana desa mampu mengangkat dan mempromosikan potensinya dengan caranya sendiri.

“Apalagi ini murni ide dan swadana dari masyarakat desa. Pemkab Banyuwangi salut dengan inovasi yang dilakukan Desa Gombengsari yang mampu menjadikan potensinya sebagai daya tarik wisata,” ujar Yusuf saat membuka festival kembang kopi.

Wabup Yusuf berharap tradisi yang dilakukan warga Lerek ini bisa dikembangkan menjadi sebuah atraksi wisata baru yang bisa dijual. “Ini akan melengkapi keragaman wisata di Banyuwangi. Warga bisa menjual paket tur petik kopi ini ke agen travel, karena ini sangat menarik,” tutup Wabup Yusuf Widyatmoko. (bw1/dur) foto: syuhud/HARIAN BANGSA

Baca Juga: Tak Terima Rumahnya Jadi Tempat Parkir, Warga Banyuwangi Bacok Tetangganya saat Tahlilan

Bupati Gresik Kawal Pembahasan RAPBD 2017

Gresik - HARIAN BANGSA

Bupati Gresik, Sambari Halim Radianto memimpin langsung rapat Timang (tim anggaran) saat membahas Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Balanja Daerah) Tahun 2017.

Rapat yang berlangsung di ruang rapat Bupati ini juga membahas tentang anggaran yang disesuaikan dengan Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) sesuai PP Nomor 18 Tahun 2016. "Saya bertekad untuk selalu mengawal rapat tersebut," kata Bupati.

Menurut dia, rapat tim anggaran ini akan menyesuaikan dengan jadwalnya. "Saya usahakan untuk selalu ikut,” ujarnya.

Bupati menyatakan, dengan ikut memimpin langsung rapat anggaran, bisa langsung merasionalisasi program mana yang harus dipertahankan, program mana yang harus digabung. Serta, program mana yang sekiranya tidak menyentuh masyarakat harus dihilangkan.

Sementara Asisten I Setda Gresik, Tursilo Harijogi, berharap agar pada RAPBD 2017 tidak ada lagi SKPD yang menghambur-hamburkan anggaran yang tidak semestinya. “Kita fokuskan anggaran tersebut untuk melaksanakan program pemerintah yang dapat memberi banyak kemanfaatan untuk kepentingan rakyat menuju kesejahteraan. Jangan sampai ada kegiatan yang tumpang tindih antara satu SKPD dengan SKPD yang lain. Jangan sampai ada program yang kemanfaatannya tidak berdampak langsung pada kehidupan masyarakat,” urainya.

Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemkab Gresik, Yetty Sri Suparyati, didampingi Kabag Humas, Suyono menyatakan senang rapat dipimpin Bupati. “Rapat anggaran bisa lebih fokus dan terarah. Hal ini karena Bupati ikut secara langsung menghapus (scrap) beberapa program yang tidak perlu. Sehingga, keinginan untuk memperkecil defisit maksimal 3 persen dari total Rp 3,045 triliun bisa terlaksana. Bupati menekankan agar defisit di bawah tiga persen, ” katanya.

Menurut Yetty, adanya keinginan Bupati agar rasionalisasi alokasi anggaran diarahkan untuk lebih mendukung RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) tahun 2016-2021.

Dia mencontohkan, banyak program yang discrap oleh Bupati, misalnya program pameran, pembuatan buku yang melekat pada beberapa SKPD oleh Bupati dijadikan satu program. ”Beberapa program lain misalnya sambung rasa yang kwantitasnya dikurangi,” jelasya.

Intinya, tambah Yetty, anggaran diarahkan untuk mengikuti program, bukan anggaran yang mengikuti fungsi. (hud/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Cuaca Kurang Bersahabat, Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk Ditutup':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO