JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto menyambut Presiden Joko Widodo di rumah pribadinya di Desa Bojong Koneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Senin (31/10).
Isu Pilkada DKI Jakarta menjadi bahasan dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Menurut Prabowo, dalam pertemuan yang berlangsung hampir dua jam tersebut, Presiden sempat menyinggung soal rencana aksi unjuk rasa terkait Pilkada pada 4 November mendatang.
Baca Juga: Laknatullah! Mushaf Alquran Dibakar di Swedia
"Presiden sepintas mengatakan demo itu hak konstitusional. Tapi beliau juga ingin yang kondusif, jangan sampai ada unsur memecah belah bangsa," ujar Prabowo, di kediamannya, Padepokan Garuda Yaksa, Bojong Koneng, Bogor, Senin (31/10).
"Saya selalu berharap suasana baik sejak, sebagai anak bangsa saya ingin suasana yang baik," imbuhnya.
Ditambahkanya, unjuk rasa adalah hak setiap warga menyampaikan suaranya. Namun, jangan sampai bertujuan memecah belah bangsa. "Kita negara majemuk, banyak suku, agama dan ras. Kalau ada masalah kita selesaikan dengan sejuk dan damai," sambungnya.
Baca Juga: Gus Solah Ajak Laporkan Balik, Jika Ahok Pidanakan KH Ma’ruf Amin
Senada dengan Prabowo, Jokowi juga menyampaikan harapan yang sama. Ia meminta agar para tokoh agama dan tokoh politik menyampaikan imbauan yang mendinginkan suasana agar masa-masa kampanye jelang Pilkada serentak 2017 berlangsung damai, tanpa diwarnai aksi-aksi anarkistis yang meresahkan.
Menurut Presiden, rivalitas dalam pemilu wajar terjadi. Ia pun pernah bertarung sengit melawan Prabowo saat Pilpres 2014 lalu. Namun, setelah pemilu, rivalitas berganti menjadi semangat bekerja bersama membangun bangsa. "Nanti di 2019 bisa saja ada rivalitas lagi. Tapi setelah itu kita bahu-membahu lagi," kata Presiden.
Pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu juga diwarnai suasana santai, termasuk jamuan makan nasi goreng dan berkuda.
Baca Juga: Din Syamsuddin: Umat Islam Dikalahkan Kelompok Kekuatan Ekonomi
Jokowi mengaku kedatangannya ke kediaman Prabowo merupakan upayanya memenuhi janji yang pernah disampaikan kepada mantan rivalnya dalam pemilihan presiden 2014 itu.
Presiden membantah kedatangannya ke kediaman Prabowo terkait khusus membahas antisipasi demonstrasi pada 4 November 2016. Demo ormas Islam yang meminta penegakan hukum atas dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu rencananya digelar di depan Istana Negara.
Jokowi mengaku sudah mendengar soal rencana demo besar Front Pembela Islam pada Jumat, 4 November 2016. Ia mempersilakan FPI melakukan demo tersebut. "Demonstrasi adalah hak tiap warga. Silakan, boleh saja demo," ucap Presiden.
Baca Juga: Sidang Kasus Penistaan Agama Ahok, JPU: Dia Merasa Paling Benar
"Saya sudah tugaskan aparat penegak hukum untuk mengawal jalannya demo. Saya harap mereka juga bertindak profesional," ujar Jokowi.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengakui, sebagai oposisi, partainya kerap kali keras melayangkan kritik terhadap pemerintah.
"Saya terang-terangan dengan menteri beliau, sama beliau juga. Pak (Jokowi), kadang-kadang Gerindra keras karena kami bertanggung jawab ke konstituen kami," kata Prabowo.
Baca Juga: Sebut Jenderal M Yusuf Saudara Kandung Ayah Angkatnya, Mantan Wawali Makassar Bantah Ahok
Namun, lanjut Prabowo, kritik keras terhadap pemerintah itu pada ujungnya adalah untuk kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prabowo mengatakan, Gerindra mempunyai kewajiban untuk selalu memberikan kritik dan masukan kepada pemerintah.
"Saya siap setiap saat diminta oleh pemerintah untuk memberi masukan demi kepentingan rakyat dan bangsa," ujar Prabowo.
Ia juga sempat menyinggung kompetisi antara dia dan Jokowi pada Pilpres 2014 lalu. Prabowo menegaskan bahwa rivalitas tersebut sudah berakhir dan kini ia memiliki hubungan yang baik dengan Jokowi.
Baca Juga: Eksepsinya Dianggap Menista Agama, Ahok Dilaporkan Lagi
"Dan dari awal saya yakin beliau sebagai patriot, keinginan beliau yang terbaik untuk bangsa. Saya patriot, saya ingin yang terbaik," ucap Prabowo.
Dalam kunjungan kali ini, Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Seusai pertemuan tertutup sekitar dua jam, Prabowo sempat mengajak Jokowi untuk berkuda.
Di sisi lain, Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro mengatakan kasus dugaan pernistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak bisa diselesaikan secara politik. Kasus tersebut harus diselesaikan secara hukum.
Baca Juga: Ahok Menangis Terancam 6 Tahun Penjara, Kutip Omongan Gus Dur, Minta Dakwaan Dibatalkan
Hal tersebut disampaikan Zuhro menanggapi kunjungan Presiden Joko Widodo ke kediaman Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subiantio. Kunjungan tersebut memunculkan spekulasi karena dilakukan di saat reaksi terhadap kasus penistaan agama semakin memanas.
"Penistaan agama tidak bisa diselesaikan cara politik, harus secara hukum baik di negara maju maupun berkembang sama," ujarnya seperti dilansir Republika.
Menurutnya jika tidak bisa diproses secara hukum maka khawatir masyarakat akan menggunakan caranya sendiri. Hal ini tidak boleh dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Zuhro memuji pertemuan kedua tokoh tersebut yang sempat menjadi rival pada Pilpres 2014 lalu. Pertemuan tersebut menunjukkan sikap kenegarawanan.
Baca Juga: Hari Ini Sidang Perdana Penistaan Agama, 80 Pengacara 'Tim Bhinneka Tunggal Ika' Bela Ahok
"Prabowo luar biasa, dia menunjukkan lepas kekalahan di Pilpres, sekarang diparani. Jokowi bagus hambel, tapi apakah itu efektif menyelesaikan masalah besar dengan cara seperti ini?," jelasnya.
Sementara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin meminta jangan ada yang menjadikan aksi unjuk rasa pada 4 November 2016 sebagai alat untuk membuat gaduh kondisi dalam negeri. Ia khawatir ada anggota organisasi masyarakat yang diperalat kelompok tertentu untuk menjadi martir. "Tujuannya, membuat negara menjadi tidak terkendali," ucapnya.
Menurut dia, saat ini di berbagai daerah, sudah mulai terlihat gerakan-gerakan menuntut Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama diproses hukum atas dugaan penistaan agama Islam. "Situasi ini mulai mengkhawatirkan bila melihat sebaran demonstrasi masyarakat," ujarnya.
Sedangkan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah meminta, Presiden Jokowi untuk tak bepergian saat demonstrasi yang digelar sejumlah organisasi masyarakat Islam pada Jumat, 4 November 2016.
"Saya imbau Jokowi, para ulama ingin ketemu Presiden. Tolong Presiden jangan ke mana-mana, dengar aspirasi masyarakat. Jangan salah paham. Dengar langsung tak ada salahnya. Akan lebh baik ke depannya," kata Fahri, kemarin.
Dia mengatakan, cara pikir terhadap persoalan ini harus dilihat dari adanya tuntutan masyarakat. Tuntutan ini terkait dengan keadilan penegakan hukum.
"Bahwa seseorang yang diduga melakukan tindak pidana melanggar UU, harus diproses dalam mekanisme hukum yang ada. Semua warga negara sama di depan hukum, jangan ada diskriminasi," kata Fahri.
Menurutnya, tidak akan ada demonstrasi yang besar ketika penegak hukum dari awal tepat melakukan penindakan terhadap persoalan ini.
"Penegak hukum tampak muter-muter ini. Bilangnya masalah agama tak ada urusan sama negara, ini adalah provokasi yang menciptakan kemarahan umum. Menuntut agar saudara Basuki (Ahok) diadili," katanya menambahkan.
Menurutnya, Kepolisian yang tidak langsung menindak Ahok sebagai bentuk diskriminasi. Sehingga masyarakat melihat seolah keistimewaan ke Ahok terlalu banyak.
"Orang marah wajar. Demontrasi upaya damai, sah, legal, oleh warga negara yang merasa tidak benar dalam urusan publik. Yang mau diaspirasikan, karena merasa ada perlindungan ke orang yang terlalu banyak diistimewakan.” (mer/tic/det/yah/lan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News