
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Tumbuhnya investasi dari Cina ternyata berdampak pada meningkatkanya pekerja asing dari negara tersebut, baik pekerja legal maupun ilegal. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Luar Negeri Shinta Widjaja Kamdari mengatakan, investasi asing juga mendatangkan pekerja asing.
Sebab pembangunan infrastruktur maupun manufaktur membutuhkan tenaga ahli yang sesuai dengan keinginan investor. Namun, dalam perjalanannya investor Cina menjadi negara yang paling banyak mendatangkan pekerja lokal mereka.
Para pengusaha tersebut kerap membawa pekerja mulai dari level atasan hingga ke level menengah. "Kalau dari Cina jumlahnya (pekerja) besar. Mereka bahkan isi level menengah hingga ke bawah juga," kata Shinta, di Jakarta, Senin (31/10).
Berbeda dengan investasi dari negara Eropa, investor dari sana tidak akan membawa banyak pekerjanya datang ke Indonesia. Mereka hanya akan mempekerjakan tenaga ahli, sedangkan pekerja di level menengah hingga ke bawah akan diperbantukan oleh pekerja lokal Indonesia.
Menurut Shinta, pemerintah sebenarnya telah memiliki peraturan yang meliputi jumlah pekerja asing dalam suatu investasi, juga termasuk level mana saja yang bisa ditempati pekerja asing tersebut. Namun, implementasi pemerintah untuk menerapkan penjagaan terhadap pekerja asing masih harus diperbaiki.
Sebab, selama ini masih marak pekerja asing yang datang ke Indonesia, padahal tidak sesuai dengan kebijakan yang dimiliki. "Kalau skill pekerjaan masih bisa dilakukan pekerja kita, ya jangan dikasih," ujarnya.
Sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, Indonesia mulai terlena dengan banyaknya investasi yang masuk ke dalam negeri. Salah satunya, Cina.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi Negeri Tirai Bambu ini berada di peringkat ketiga setelah Singapura dan Jepang. Tingginya investasi dari Cina berdampak pada semakin banyaknya pekerja asal Cina di Indonesia, baik legal maupun ilegal. Mereka kerap bekerja di proyek yang dibiayai investor Cina.
"Memang banyak investor Cina yang mempekerjakan pekerja dari Cina itu sendiri," kata Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita.
Suryadi menjelaskan, sebelum investasi dari Cina meningkat, pekerja dari dataran Asia Timur tersebut sebenarnya sudah banyak datang ke dan menyebar ke sejumlah negara Asia Tenggara, salah satunya Singapura. Bahkan saking banyaknya, Cina menjadi dominan di negara tersebut, sementara penduduk lokal makin terpinggirkan.
Menurutnya, suksesknya orang Cina di perantauan seperti Singapura atau Indonesia karena mereka mau dibayar murah. Bukan hanya itu, pekerja dari Cina juga terbilang kuat dan mau bekerja keras. Hasilnya, banyak perusahaan berani merekrut pekerja dari Cina dalam jumlah banyak.
"Mereka asal makan, ga terlalu mahal bisa kerja. Terus kalau tinggal di kamar yang biasa dihuni dua orang kita, mereka mungkin bisa berenam atau lebih. Itu bedanya," ungkap Suryadi.
Terkait banyaknya warga asing yang datang secara ilegal, Suryadi menilai hal ini adalah kelalaian pemerintah yang tidak bisa melakukan pengawasan terhadap imigran gelap. Pemerintah kurang peka dengan banyaknya wisatawan asing yang akhirnya justru bekerja dan mencari nafkah di Indonesia.
"Kita jago bikin undang-undang, bikin peraturan, tapi implementasi dan pengawasannya kurang bagus. Ini yang susah," ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Franky Sompie mengatakan warga Cina menduduki pelanggaran pertama dalam masalah keimigrasian. Bahkan kasusnya mencapai 207 kasus.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir yang akrab disapa Tata mengatakan Indonesia memang memberlakukan visa on arrival atau visa kedatangan bagi warga Cina yang mau berlibur di Indonesia.
"Kalau warga Cina mau berlibur ke Indonesia mereka tinggal membuat visa kedatangan saja. Ini artinya mereka sudah tak perlu membuat visa lagi ke KJRI Shanghai," ujarnya, Senin, (31/10).
Mereka tinggal datang dan membuat visa kedatangan. Mereka hanya boleh tinggal di Indonesia selama 30 hari.
"Kalau hanya memakai visa kedatangan, mereka tak boleh bekerja di Indonesia. Kalau mereka bekerja di Indonesia berarti mereka melakukan pelanggaran, seharusnya ada pengawasan dari imigrasi," kata Tata.
Dia mengatakan warga Cina yang ingin bekerja di Indonesia harus membuat visa kerja di Cina lewat KJRI di sana. Mereka perlu mendapatkan rekomendasi dari perusahaan di Indonesia.
Mereka juga perlu mendapat sponsor dari perusahaan di Indonesia. Selain itu, mereka harus memiliki keterangan resmi mau bekerja jadi apa di Indonesia. Ini sudah masuk ke ranah Kemenaker.
"Kalau 207, saya kira lebih dari angka itu ya," ujar Tata menanggapi jumlah kasus pelanggaran keimigrasian warga Cina.
Makanya ini perlu ditertibkan oleh imigrasi, sebab visa kedatangan tak boleh disalahgunakan untuk bekerja. (rol/yah/lan)