Tolak RUU Pertembakauan, Gus Solah Tandatangani Petisi

Tolak RUU Pertembakauan, Gus Solah Tandatangani Petisi KH Salahudin Wahid (Gus Solah) saat menandatangani pernyataan bersama (petisi) penolakan terhadap RUU Pertembakauan, Kamis (24/11). foto: ROMZA/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Salahudin Wahid (Gus Solah) menyatakan dukungannya menolak RUU Pertembakauan. Selain disampaikan secara lisan, Gus Solah juga menandatangani pernyataan bersama (petisi) penolakan terhadap RUU inisiatif DPR RI tersebut.

Pernyataan dan bentuk penolakan itu disampaikan Gus Solah dalam diskusi dan konferensi pers Menolak RUU Pertembakauan di Aula Gedung Yusuf Hasyim lantai III Ponpes Tebuireng, Kamis (24/11) sore. Selain Gus Solah, penyair dan budayawan asal Sumenep Madura, serta sejumlah pegiat anti rokok juga hadir dan menyatakan hal yang sama. Selebihnya, sejumlah komisioner Komnas PT (Komisi Nasional Pengendalian Tembakau) sebagai panitia pelaksana juga hadir dalam kesempatan tersebut.

Baca Juga: Alumnus Tebuireng itu Dekati Mantan Teroris dengan Ushul Fiqh

“Negara harus sadar bahwa rokok bukan produk yang menguntungkan, bahkan justru merugikan karena efek negatifnya lebih banyak. Alih-alih melindungi industrinya, lebih baik cari cara untuk alih tanam bagi petaninya supaya hidup mereka sejahtera,” ujar Gus Solah.

Meski demikian, Gus Solah mengakui, masih banyak kalangan kiai dan pesantren (di luar Tebuireng) yang merokok.

"Karena itu, kita ingin memberi informasi kepada kalangan santri kenapa mereka dilarang merokok. Agar mereka sadar (terhadap bahaya rokok). Mungkin saja mereka merokok karena orang tuanya merokok, atau mungkin kawan dan tetangganya merokok, " tutur adik kandung Gus Dur ini.

Baca Juga: Peringati Resolusi Jihad ke-77, LSPT Jombang Gelar Khitanan Massal

"Tugas kita bersama untuk menyiapkan generasi masa depan, yang kita sebut generasi emas. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana demografi," harap Gus Solah.

Keberadaan RUU tersebut dinilai tidak diperlukan karena industri tambakau di Indonesia tidak berperan penting dalam perekonomian nasional. Daerah-daerah penghasil tembakau dan sentra produksi rokok ini sangat kecil persentasenya di Indonesia (hanya Jateng, Jatim, dan NTB). Akan tetapi DPR tutup mata dan telinga, terus mendorong disahkannya RUU ini.

Sebagian pasal dan ayat dalam RUU pertembakauan sudah ada di dalam UU lainnya. Sedangkan lainnya bertentangan dengan peraturan-peraturan atau undang-undang yang berlaku serta prioritas kebijakan pemerintahan saat ini.

Baca Juga: Ikapete Surabaya Peringati Haul ke-2 Wafatnya Gus Sholah

Untuk itulah, Negara harus tegas untuk membuat peraturan pengendalian tembakau dan bukan sebaliknya justru memberi akses seluas-luasnya kepada industri untuk melanggengkan bisnisnya, termasuk dalam pembuatan kebijakan.

“DPR adalah wakil rakyat, bukan wakil industri. Kalau mereka tahu yang terbaik untuk seluruh rakyat Indonesia dalam jangka panjang, mereka harus drop RUU Pertembakauan,” tandas D Zawawi Imron, penyair dan budayawan yang dikenal dengan panggilan si celurit emas.

Sementara menurut pegiat Social Movement Institute (SMI), Eko Prasetyo, Rancangan Undang-Undang Pertembakauan akan menjadi ancaman serius bagi Indonesia dalam upaya meraih bonus demografi. RUU tersebut juga dinilai hanya menguntungkan segelintir pemilik industri rokok dan merugikan kesehatan masyarakat.

Baca Juga: Cicit Hadratussyaikh Harap Ketua PBNU Terpilih Bisa Pulihkan Kembali Marwah NU Era Gus Dur

"Salah satu indikasinya, daftar 10 orang terkaya di Indonesia ternyata didominasi oleh pengusaha rokok," kata Eko.

Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Prijo Sidipratomo yang turut hadir dalam diskusi tersebut mengaku prihatin melihat fakta bahwa lebih dari 50 persen penduduk miskin ternyata terjebak candu rokok.

"Uang yang dibelanjakan masyarakat untuk membeli rokok jauh melebihi belanja untuk kesehatan dan pendidikan," ujarnya.

Baca Juga: Gus Sholah, KKNU dan Stigmatisasi Neo Khawarij NU

Mengutip data Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Prijo menyebut rokok menempati peringkat kedua konsumsi rumah tangga termiskin setelah padi-padian. "Belanja rokok juga senilai 14 kali lipat belanja daging, 11 kali biaya kesehatan dan 7 kali lipat biaya pendidikan," tegas Prijo.

Karena itu, Prijo mengajak kalangan pesantren dan tokoh masyarakat untuk mendesak agar RUU Pertembakauan dihapus dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016-2019. "RUU ini hanya akan melindungi kepentingan perusahaan rokok dan mengancam masa depan bangsa, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi," tandasnya. (rom/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO