WAKIL Rais Am PBNU KH Miftahul Akhyar mengatakan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai orang nonmuslim tidak sepantasnya mencoba-coba menafsirkan ayat Alquran yang menjadi kitab sucinya umat Islam.
Menurut Kiai Miftah, jangankan nonmuslim, orang Islam saja tidak sembarangan dapat menafsirkan ayat suci Alquran. Pasalnya, Alquran hanya dapat ditafsir oleh ahli yang membidanginya meskipun masih saja diperdebatkan.
Baca Juga: PBNU Lantik Umar Ketua PCNU Surabaya, Gus Salam Anggap Syubhat, Ingatkan Fatwa Hadratussyaikh
"Hanya ahli agama saja yang boleh menafsirkan, itu pun masih bisa diperdebatkan," kata Kiai Miftahul saat dihadirkan sebagai ahli agama dalam sidang kasus penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, dikutip dari Okezone.com, Selasa (21/2).
Kiai Miftah melanjutkan, ucapan Ahok yang menyitir Surat Al Maidah ayat 51 saat berpidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada akhir September 2016 lalu adalah salah satu bukti tafsir sesat. Secara kebetulan juga Ahok merupakan nonmuslim yang bukan kapasitasnya.
"Apalagi, tafsir (yang Ahok di Kepulauan Seribu) ini adalah tafsir yang sesat," pungkasnya.
Baca Juga: Erick Thohir Ketua Harlah ke-100 NU, Gus Umar: Sejak Kapan Jadi Warga NU?
Selain Kiai Miftah yang menjadi saksi ahli dari PBNU, Majelis Hakim juga menghadirkan saksi ahli pidana kasus dugaan penodaan agama, Mudzakkir. Dia menilai terdakwa Basuki Tjahaja Purnama sengaja berkali-kali menyinggung Surat Al-Maidah Ayat 51.
Alasannya karena mantan Bupati Belitung Timur itu khawatir tidak terpilih dalam Pilgub DKI 2017.
Basuki atau akrab disapa Ahok itu pertama kali mencuat pernyataannya kala menyinggung Surat Al-Maidah Ayat 51 di Pulau Pramuka pada 27 September 2016 lalu. Bahkan dia juga sempat menyinggung permasalahan yang sama dalam buku yang bertajuk 'Merubah Indonesia'.
Baca Juga: Khofifah dan Keluarga Gus Dur Masuk Pengurus, Inilah Susunan Lengkap PBNU Periode 2022-2027
"Apakah sengaja, ya sengaja, karena ini ada hubungannya dengan konteks keterpilihannya (di Pilgub DKI)," katanya di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/2).
Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia ini mengungkapkan, Ahok sadar dirinya kerap dipolitisasi dengan tafsiran Surat Al-Maidah Ayat 51. Karena dalam ayat tersebut memerintahkan larangan umat Islam memilih pemimpin non-muslim.
"Dari yang ahli tahu selain di Pulau Seribu dia (Ahok) juga melakukan hal yang sama di kantornya kalau enggak lah. Menurut kabar ada satu (lokasi) lagi malah. Tapi ahli fokus pada yang di Pulau Seribu," tutup Mudzakkir.
Baca Juga: Hadiri Halaqoh di MAG, Bupati Gresik Ajak Ulama dan Umara Bersinergi
Untuk diketahui, saat ini Ahok berstatus sebagai terdakwa dalam perkara dugaan penistaan agama. Pernyataannya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156 a KUHP tentang penistaan agama dengan ancaman penjara paling lama lima tahun.
Sementara dilansir Merdeka.com, Kuasa Hukum Ahok, meyakini kasus dugaan penodaan agama menimpa kliennya tidak murni permasalahan hukum. Bahkan mereka menduga kasus ini lebih kental muatan politiknya.
Salah seorang kuasa hukum Ahok, Humprey R Djemat mengatakan, dirinya meyakini sarat politik karena baru dipersoalkan jelang Pilkada DKI. Apalagi nanti Ahok akan mengikuti putaran kedua dan bersaing dengan Anies Baswedan- Sandiaga Uno.
Baca Juga: Partai Demokrat Siap Bersinergi dengan Ketum PBNU yang Baru
"Masalah Ahok ini semata karena Pilkada DKI. Karena ada kepentingan politik dalam Pilkada DKI," kata Humprey di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/2).
"Nah, ada putaran kedua. Semakin menguatkan kita masalah Al-Maidah ini adalah masalah politik. Bukan murni hukum," tambahnya.
Dia menambahkan, Ahok bahkan pernah beberapa kali menggelorakan soal surat Al-Maidah ayat 51. Misal, pada 2007 di Bangka Belitung, di mana pernyataannya itu tertulis dalam buku bertajuk 'Merubah Indonesia'.
Baca Juga: Tak Berbahasa Arab, Khutbah Ifftitah Pj Rais Aam PBNU Dianggap Bid’ah Mukhalif
"Saat itu kaitannya dengan apa yang dimaksud Ahok terhadap elit politik, dan Al Maidah dijadikan contoh. Enggak ada masalah," ujar Humprey.
Indikasi lain, Humprey menambahkan, adanya aksi 212 jilid II di Gedung MPR/DPR. Lantas tuntutan massa aksi meminta Ahok segera ditahan juga diberhentikan dari jabatan gubernur DKI saat ini sudah diembannya lagi. (okezone.com/merdeka.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News