Oleh: Prof. Dr. KH. Imam Ghazali Said, M.A. --- Sang Rais Am - KH Miftahul Ahyar - kemungkinan --saat khutbah iftitah-- tak mampu menahan emosi, karena beliau tak berkenan hadir di acara pembukaan. Karena tuan rumah Kiai Muhsin Abdullah, Pengasuh Ponpes Darus Saadah melaporkan sang Rais ke pengadilan. Padahal realitanya pembukaan muktamar tetap dilaksanakan di pondok ini sesuai rencana.
Akibatnya, beliau tak siap membuat konsep khutbah iftitah dalam suasana yang tenang dalam bahasa Arab yang baik. Saat ini, PWNU Papua dan 12 PC-nya sedang mengajukan gugatan ke pengadilan, karena katib dan rais am tak berkenan tanda tangani SK mereka.
Baca Juga: PWNU se-Indonesia Rakor di Surabaya, Dukung PBNU Selalu Bersama Prabowo
Infonya, ketum dan sekjen sudah tanda tangani SK-SK tersebut, yang andaikan hubungan antara 4 pimpinan kolektif tersebut "baik-baik saja", tentu kejadian seperti itu tak terjadi.
Demikian juga yang terjadi pada SK PCNU Surabaya. SK PCNU Surabaya kukuh pada pendirian bahwa proses konferensi PCNU Surabaya dinilai oleh sang rais dan PWNU Jatim sebagai konferensi yang melanggar AD/ART, karena kartekernya dibentuk oleh PB dan sidang pemilihan rais syuriyah dan ketua tanfidziyah pada 6 Maret 2021 lalu tidak diserahkan ke PWNU Jatim. Jadi, beberapa problem yang "tak mampu diatasi secara internal" oleh 4 pimpinan PBNU di atas, sampai muktamar di Lampung digelar.
Kondisi ini, bisa berakibat dua calon petahana: KH Said Aqil Siraj (SAS) dan KH Yahya Staquf (YS) saling mengaku benar dan mengklaim diri didukung oleh mayoritas suara PW dan PC dan PCI yang sah. Kekuatan SAS terletak pada personal kepanitiaan dan tokoh-tokoh yang ditugasi untuk memimpin sidang pleno.
Baca Juga: Tembakan Gus Yahya pada Cak Imin Mengenai Ruang Kosong
Sementara kekuatan YS terletak pada dukungan all out para aktivis atau mantan Ansor, baik yang saat ini menjadi pengurus NU di PW dan PC, maupun yang saat ini sedang menjabat di struktural Ansor dan Banser. Kondisi ini terlihat pada perdebatan dalam sidang tatib yang nyaris seluruhnya diskenario oleh tim YS melalui para jubirnya yang terkenal dengan suara keras dan ngotot.
Walaupun demikian, tidak seluruh skenario tim YS itu sukses. Kesuksesan terbesar tim YS adalah mampu "menggagalkan" 34 PW, PC, dan PCI untuk menjadi peserta muktamar sekaligus menggugurkan suara -- karena mereka tidak punya SK-- dalam pemilihan ketua umum tanfidziyah malam nanti.
Walaupun SAS "diserang bertubi-tubi", kayaknya para pendukungnya tenang, fanatik, dan sulit untuk mengubah suara ke kandidat lain. Saat ini peta kekuatan --berdasarkan pantaun riil di lapangan-- masih berimbang. Kondisi ini membuka peluang calon alternatif KH As'ad Said Ali (ASA) untuk menyedot suara pendukung SAS dan YS.
Baca Juga: Kasihan Mbah Hasyim, PBNU Tak Mampu Baca Suasana Kebatinan Warga NU
Kita pantau juga nanti, apakah LPJ dapat sukses membuat muktamirin puas dengan mayoritas menerima atau tidak ? Jika LPJ diterima dengan puas, maka SAS akan memenangkan kontestasi ini. Jika tidak, maka peluang YS dan AAS untuk menang terbuka lebar. Wallahu a'lam.
*Penulis adalah Guru Besar UINSA Surabaya dan Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Wonocolo Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News