SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kiprah Khofifah Indar Parawansa sebagai Menteri Sosial dalam Kabinet Kerja tak disangsikan lagi. Ia menjadi salah satu tulang punggung Presiden Joko Widodo dalam menerjemahkan program kerja pemerintah. Di antaranya pendistribusian Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Perempuan kelahiran Surabaya ini bukan kali ini saja jadi Menteri, di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ia dipercaya menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA). Pengabdiannya di kabinet berakhir setelah Gus Dur lengser sebagai Presiden RI ke-4 tahun 2001.
Baca Juga: Khofifah: Jadikan Natal Sebagai Momentum Menebar Cinta Kasih dan Menguatkan Kemanusiaan
Ternyata, kiprah Khofifah sebagai pejabat publik bukan dimulai dari eksekutif. Alumni FISIP Universitas Airlangga (Unair) itu justru memulai pengabdian dari ranah legislatif. Bahkan Khofifah sudah menjadi anggota parlemen di usia 27 tahun.
“Saya pertama kali masuk parlemen pada tahun 1992 sebagai anggota Fraksi PPP DPR RI. Saat itu usia saya sekitar 27 tahun,” kenang Khofifah, Jumat (24/2).
Ketua Umum Muslimat NU tiga periode ini maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) sejak pemilu tahun 1992 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejak itu, ia menjadi anggota parlemen berturut-turut pada periode 1992-1997, 1997-1999 (terpotong masa reformasi).
Baca Juga: Hadiri Pengukuhan Rektor UTM Sebagai Guru Besar, Khofifah Ucapkan Selamat dan Sampaikan Apresiasinya
Pada pemilu 1999 yang merupakan pemilu pertama di era reformasi, Khofifah maju sebagai caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ia deklarasikan bersama Gus Dur dan sejumlah Kiai NU. Ia pun kembali terpilih sebagai anggota parlemen dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Bahkan didaulat Wakil Ketua DPR RI atau pimpinan parlemen.
“Namun saya tak lama sebagai pimpinan karena diminta membantu Gus Dur di kabinet sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak,” tutur penyuka kopi ini.
Khofifah mengungkapkan, ketika diminta Gus Dur untuk bergabung dirinya sempat menolak. Namun Gus Dur keukeuh memintanya membantu di kabinet sebagai Menteri Urusan Peranan Wanita (Men UPW). Akhirnya Khofifah menerima tawaran Gus Dur itu dengan syarat, nama kementerian menjadi kementerian pemberdayaan perempuan ditambah dengan unsur pemberdayaan anak, sehingga namanya menjadi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Baca Juga: Khofifah: Tahun Baru Jadi Momentum Refleksi, Waspada Cuaca Ekstrem saat Liburan
Mantan Ketua Umum Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) itu membeberkan, pengabdian kepada bangsa bisa di mana saja, baik itu eksekutif, legislatif maupun organisasi kemasyarakatan (ormas). Namun perempuan kelahiran 19 Mei 1965 itu mengakui di eksekutif seperti Kementerian lebih cepat mengeksekusi program.
“Kalau legislatif karena tugas pokoknya membuat undang-undang, pengawasan dan menyusun anggaran. Sehingga untuk sebuah kebijakkan dan program pemerintah, pemenuhan kebutuhan rakyat akan lebih cepat dieksekusi oleh eksekutif,” pungkas perempuan berkerudung ini. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News