BANYUWANGI, BANGSAONLINE.com - Penanggulan kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi menjadi perhatian khusus dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi. Bahkan, dalam rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Bupati Banyuwangi tahun anggaran 2016, masalah kemiskinan mendapat sorotan.
Misalnya, kinerja penanggulangan kemiskinan yang mengalami perlambatan pada 5 tahun terakhir (2011-2015), menjadi indikasi meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita setiap tahun, belum mencerminkan semakin meratanya distribusi pendapatan penduduk.
Baca Juga: Turunkan Angka Kemiskinan di Kota Pudak, KWG-DPRD Gresik Studi Banding ke Banyuwangi
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Ismoko dalam rapat paripurna keputusan DPRD tentang Rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Bupati tahun 2016, Jumat (7/4).
“Sayang, dokumen LKPJ 2016 tidak menyajikan informasi di mana kantong kemiskinan, minimal per kecamatan. Pemerintah diharapkan mampu membuat pemetaan data kemiskinan per kecamatan. kalau perlu per desa. Itu lebih bagus. Apalagi angka kemiskinan pada tahun 2015 masih sebesar 9,17 persen dari jumlah penduduk. Angka capaian kemiskinan ini, di atas penduduk miskin rata-rata nasional tahun 2015 sebesar 8,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” ujar Ismoko.
Selain mengkritisi soal kemiskinan, DPRD juga menyoroti lambatnya sektor pertanian. Menurut Ismoko, pertumbuhan sektor pertanian yang melambat dibanding sektor lainya. Bahkan, Ismoko mengaku hal, itu patut dievaluasi, karena belum sejalan dengan tren pertumbuhan ekonomi makro Banyuwangi, meski fluktuatif trennya meningkat.
Baca Juga: Minta Ada Kelonggaran Swab dan Rapid Test, Aliansi Pengemudi Wadul ke DPRD Banyuwangi
“Justru itu, penting untuk diidentifikasi dan dianalisa penyebabnya. Misalnya rendahnya pertumbuhan diakibatkan karena diabaikanya pertumbuhan lahan dan pembangunan infrastruktur pertanian, terutama sarana irigrasi dan alat pertanian. Tingginya biaya berbagai komponen produksi pertanian (bibit unggul, pupuk dan obat,” papar wakil ketua dari partai Golkar itu.
Terkair Kinerja Keuangan, Ismoko juga menyebut kalau realisasi Pendapatan Daerah Banyuwangi tahun 2016 kurang dari target sebesar Rp 242,836,718,301,- atau terrealisai sebesar 92 persen dari target yang ditetapkan dalam APBD perubahan 2016.
Sementara realiasi belanja daerah tidak terserap sebesar Rp. 531,031,395,987,- atau ter-realisasi 84,5 persen dari alokasi. Sehingga terjadi pengurangan defisit anggaran daerah di tahun 2016. APBD tahun 2016 setelah perubahan semula diproyeksi defisit Rp 377,611,777,543,- pada realisasinya defisit berkurang menjadi sebesar Rp. 89,417,099,856.
Baca Juga: DPRD Banyuwangi Desak Eksekutif Segera Sampaikan Dokumen KUPA-PPAS Perubahan APBD Tahun 2021
Silpa tahun 2016 un-audited tidak dilaporkan dalam dokumen LKPJ 2016. Tetapi jika angkanya konsisten, Silpa indikatif tahun 2016 sebesar Rp 282,475,143,686,- (8,9 pesen dari dana tersedia) secara nominal menurun dibanding silpa tahun tahun 2015.
“Besaran Silpa tahun 2016 menurun jumlahnya. Akan tetapi jika ditambah dengan dana TP dan TPP guru tahun 2016 yang dihentikan penyalurannya Kemenkeu, Banyuwangi total penghentiannya sebesar Rp. 212,9 miliar lebih (jika Silpa 2016 yang tercatat dalam LKPJ 2016 ditambah dengan penghentian TP dan TPP guru 2016),
sesungguhnya Silpa tahun 2016 sebesar Rp 495,4 miliar lebih. Jadi meningkat pesat dibanding silpa tahun 2015,” bebernya.
Baca Juga: Gelar Hajatan Saat PPKM Darurat, Anggota DPRD Banyuwangi Didenda Rp 500 Ribu
Pada sektor pendidikan, terdapat alokasi anggaran tidak terbelanjakan dengan baik, terutama pada sektor fisik, sehingga terdapat Silpa yang cukup besar. Menurut Ismoko, pihaknya sangat memaklumi hal tersebut. Karena terkendala SK Kemenkumham. Hal ini menjadi pembelajaran yang sangat berharga. Namun kedepan pemerintah daerah agar lebih jeli dalam menangkap suatu regulasi, sehingga perencanaan sekaligus pelaksanaan-nya dapat dapat berjalan lebih efektif.
Bidang pendidikan khususnya pada program kegiatan monitoring dan evaluasi ada pagu anggaran yang tersedia Rp 2,4 miliiar dan realisasinya terserap 97 persen. Berdasarkan tinjauan lapang, masih ditemukan sekolah SD di wilayah kecamatan Bangorejo yang kondisi fisiknya sangat memprihatinkan (mau roboh).
”Pertanyaannya, sejauhmana efektifitas kegiatan monitoring dan evaluasi dinas pendidikan dalam perencanaan sekaligus pengajuan untuk rehabilitasi bangunan SD itu. Proporsi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan di tingkat dasar (SD/MI) dengan menengah ( SMP/Mts ) sangat tidak seimbang. Diharapkan ke depan, Pemda harus se-imbang dalam meng-alokasikan anggaran baik untuk sekolah dasar (SD) maupun kepada sekolah menengah pertama (SMP),” pintanya.
Baca Juga: PPKM Darurat, Bapemperda DPRD Banyuwangi Bedah NA dan Draf Awal Raperda Kesling Secara Virtual
Sementara itu, menanggapi banyak kritikan dari DPRD Banyuwangi, Bupati Banyuwangi, H Abdullah Azwar Anas menyatakan, kalau hal itu tetap menjadi perhatian. Tapi, kata Anas, kritikan yang dilakukan DPRD itu tetap menjadi perhatian.
“Ya, namanya DPRD itu selalu mencari sisi yang kurang. Yang jelas, setiap tahun melakukan survey independen yang menjadi dasar pengambilan keputusan daerah yang juga rekomendasi DPRD,” ujarnya.
Dalam rapat paripurna istimewa tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, HM Joni Subagio. Hadir juga Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Yusieni dan anggota DPRD. Selain itu, juga Bupati Banyuwangi, H Abdullah Azwar Anas. (gda/dur)
Baca Juga: DPRD Banyuwangi Tetap Catat dan Suarakan Aspirasi Askab yang Dijanjikan Bupati Anas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News