SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kampung Bureng adalah salah satu kampung kuno (tua) di Kota Surabaya. Kampung yang berlokasi di wilayah Karangrejo, Kelurahan Wonokromo, Kecamatan Wonokromo ini ternyata menyimpan banyak peninggalan sejarah perkembangan Islam di Surabaya kala itu. Mulai dari masjid tua, makam Waliyullah hingga pesantren.
Meski sudah berganti nama menjadi Karangrejo, sebutan Kampung Bureng masih digunakan oleh masyarakat sekitar hingga saat ini.
Baca Juga: Bagikan Tafsir Al-Jailani, Khofifah Ajak GenZi Jadi Generasi yang Cinta dan Mengamalkan Quran
“Awalnya sebelum kemerdekaan, di daerah sini (Karangrejo) merupakan Kampung Bureng semua. Setelah kemerdekaan baru diganti nama menjadi Karangrejo,” jelas KH Mas Muhammad Zaini Mahmud, sesepuh Kampung Bureng yang juga cucu pendiri Pondok Pesantren Bureng.
Banyak cerita-cerita di luar nalar seputar Kampung Bureng ini. Diceritakan, pernah suatu ketika ada mata-mata Belanda dari orang pribumi melaporkan salah satu pejuang yang sedang dalam pencarian (DPO Belanda). Karena laporan itu, pejuang itu pun dikejar-kejar sepasukan Belanda hingga menuju Kampung Bureng yang di dalamnya sudah berdiri Masjid serta Pesantren Bureng.
“Masuklah pejuang itu ke dalam pesantren. Saat mau ikut masuk ke dalam pesantren itulah mereka ditampakkan oleh seekor ular naga raksasa mengelilingi pesantren. Spontan saja mereka (tentara belanda) berlari ketakutan meninggalkan Kampung Bureng dengan tangan kosong,” cerita Mas Zain, sapaan KH Mas Muhammad Zaini Mahmud.
Baca Juga: Lebaran Tinggal Hitungan Hari, Ini Tips Berhijab Bagi yang Punya Pipi Tembem
Pernah satu ketika, Pemerintah Belanda berencana membuat jalan tembus dari RSAL sekarang menuju kantor Kodam V Brawijaya. Namun setelah diteropong oleh ahlinya, wilayah yang termasuk Kampung Bureng ini tidak dapat ditembusnya. Akhirnya tidak jadi membuat jalan tembus tersebut.
“Dulu markas Kodam V Brawijaya yang sekarang ini dipakai Belanda sebagai gudang senjatanya,” ungkap Mas Zain.
Sampai saat ini masih belum ada yang menemukan data terkait kapan berdirinya Kampung Bureng. Namun yang pasti, ada satu makam waliyullah yang merupakan pendiri Masjid Bureng yakni, makam Mbah Habib, masih berhubungan dengan asal-usul berdirinya kampung ini.
Baca Juga: Lucu! Polisi Bagikan Takjil, Pengendara Putar Balik, Jalan Raya Sepi, Mengira Tilang
“Seperti tipikal kampung-kampung tua di Kampung Ampel, para waliyullah mendirikan masjid hampir bersamaan dengan pembukaan kampung itu sendiri sebagai permukiman,” tutur Purnawan Basundoro, Ahli Sejarah Universitas Airlangga Surabaya.
Mbah Habib yang diyakini masih ada silsilah keturunan langsung (dzurriyah) dengan Rasulullah ini, oleh warga kampung selalu diperingati haulnya setiap tahun yang digelar Pesantren Bureng. Tepat pada tanggal 25 Mei lalu diperingati Haul Mbah Habib yang ke-239.
“Bila tahun 2017 dikurangi dengan tahun haulnya Mbah Habib itu ketemu tahun 1778. Berarti, Masjid Bureng didirikan Mbah Habib itu sekitar tahun 1700-an,” urainya.
Baca Juga: Al-Quran tentang Makna Digital
Pada jaman penjajahan, Pemerintah Belanda sengaja menempatkan orang-orang yang dipandang memiliki ilmu agama, kanuragan atau kesaktian, disebar ke wilayah yang berjauhan. Belanda memberikan tanah gendom sebagai tanah hibah kepada orang-orang yang dianggapnya kuat. Hal ini bertujuan supaya orang-orang yang berilmu seperti Mbah Habib mudah diciduk pada saat terjadi pergolakan.
“Belanda sengaja memecah kekuatan para ulama ini untuk melemahkan perjuangannya. Mereka (Belanda) saat itu berpikir, kalau para ulama ini berkumpul bisa membahayakan karena bisa menyatukan kekuatan. Makanya dari awal para ulama atau kiai wilayahnya terpecah-pecah, ada yang ditaruh di Jagir, Sidoresmo serta Wonokromo seperti di Kampung Bureng ini,” pungkasnya. (ian/lan/bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News