Sumamburat: Mengejar Rakyat

Sumamburat: Mengejar Rakyat Suparto Wijoyo

Isak tangis dan lelehan air mata saatnya dicerna dalam keheningan agar pesannya sampai pada pemanggul kedaulatan. Kemampuan rakyat semakin terkuras dan daya tahan tubuh khalayak kian melemahkarena turut tersedot kebijakan yang bermuara ke titik rentan. Negara jangan sampai dipersepsi menjadi ancaman dan bertindak sebagai penghisapdayarakyat.Terhadap hal ini saya teringat pandangan Bung Karnotahun 1932:“Itulah kapitalisme, jang ternjata menjebarkan kesengsaraan, kepapaan, pengangguran, balapan-tarif, peperangan, kematian, - pendek kata menjebabkan rusaknja susunan-dunia jang sekarang ini”.

Tulisan-tulisan Bung Karno yang terhimpun dalam buku Dibawah Bendera Revolusimutlak dibaca kembali oleh para pemimpin. Tulisan tentang Kapitalisme Bangsa Sendiri?itu kini memiliki momen aktual. Kapitalisme dapat membuat rakyat celaka. Kapitalisme secara praktis melahirkan imperalisme yang berwatak dasar mencari rejeki dengan menyengsarakanrakyat.

Bahkan pada tahun 1933,Bung Karno menyindir dengan terang kepada bangsa ini dalam tulisanMentjapai Indonesia Merdeka. Mari meresapi syair “penghinaan” yang diungkapkan oleh Veth dan sengaja disitir Bung Karno:“Aan Java’s strand verdrongen zich de volken/Steeds daagden nieuwe meesters over ‘t meer: di pantainya tanah Jawa rakyat berdesak-desakan/Datang selalu tuan-tuannya setiap masa”. Kini siapa tuan kita sebenarnya yang dapat melindungi rakyat Indonesia, termasuk dalam menentukan harga di pasaran, banjirnyaberasimpor di pelataranrumah, dan BMM yang terusmerangkakdengancekatanmaupunada yang menggugatsoalkepemilikantanah di DIY?

Jauh sebelum NKRI ini ada, Bangsa Nusantara telah mempunyai Imperium Majapahityang dapat menjadi rujukan historis dalam mengelola negara. Dalam Negara Kartagama dituliskan: “...sinwastasuna tusta citta rikanan pradesa winanum ... dan‘... lin nika muka papa sinunan sukha kadi tan i rat.... Makna pesan itu adalah agar Raja memiliki darma menyelenggarakan pembahagiaan hati para penduduk, agar mereka dapat berkata: hilanglah segala kesedihan karena dianugrahi kesejahteraan oleh Sang Raja.

Kalaulah kondisi romantisme itu belum terpenuhi, tidaklah naif apabila negaramenjadikannya sebagai pemompa kekuatan optimistik untuk diwujudkan dengan melakukan koreksi kebijakan merealisir pemerintahan tanpa membebani daya rakyat. Memberikan hak rakyat adalah tuntutan keabsahan demokrasi. Kapankah itu dilakukan? Mengikuti bahasa Proklamasi, dalam tempo sesingkat-singkatnya. Apabila hal ini pun tidak dilakukan, percayalah bahwa rakyat tetap akan lapang dada, karena bangsa ini telah dianugerahi petatah-petitihhidup sabar dengan ungkapan: wong sabar kekasihe gusti Allah.

Dalam sesambatan Gusti Allah Mboten Sare terungkaplah daya bahwa rakyat tidak pernah terlelap untuk mengadukan nasibnya. Sambil menikmati setiap kenaikan “harga-harga”,marilahmenghibur diri denganmembaca kembali cerita legendaris berdasarkan Naskah Suriah abad ke-14, Kisah Seribu Satu MalamaliasArabian Nights. Untuk dapat bertahan hidup dari tindakan dendam Raja Syahrayar, Putri Syahrazad selalu mendongeng dengan kisah yang menawan hati Sang Raja, bahkan menghibur dirinya sendiri,sehingga penderitaan itu didongengkan dalam kebahagiaan. Kini, adakah yang menguasakan dongeng?

*Dr. H. Suparto Wijoyo, Coordinator of Law and Development Master Program Post Graduate School Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO