>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
Pertanyaan:
Baca Juga: Saya Dilamar Laki-Laki yang Statusnya Pernah Adik, Keluarga Melarang, Bagaimana Kiai?
Assalamualaikum wr wb. Kiai. Saya punya adik kandung dan dia termasuk paham agama. Dia masih kuliah 1 tahun dan minta dinikahkan. Akhirnya dia dinikahkan dengan seorang anak ustaz yang juga keluaran dari pesantren, otomatis paham agama. Tapi adik saya ini belum bekerja dan masih dinafkahi bapak saya. Semua kebutuhan bapak saya yang memberi sampai bayar zakat pun.
Anehnya dia pernah bilang menjadi karyawan Allah itu enak tidak usah bekerja, rizki datang sendiri. Padahal orang tua saya pontang-panting bekerja untuk memenuhi keluarga. Bahkan bayar kuliah adik saya juga masih hutang. Bagaimana hukum seorang suami tidak menafkahi istrinya, malah orangtuanya yang menafkahinya, padahal dia sehat jasmani dan rohani? (Widya, Cirebon)
Jawaban:
Baca Juga: Istri Tak Penuhi Kebutuhan Biologis, Saya Onani, Berdosakah Saya?
Kasus semacam ini memang sering terjadi ketika baru saja menikah, yaitu orang tua masih membantu dan mensuport perekonomian keluarga yang masih baru dibina. Seperti bapak membantu anaknya atau menantunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ingat! di sini sifatnya hanya sekadar membantu bukan menafkahinya. Menafkahi sudah menjadi tanggung jawab suami, bukan orang tua walaupun ia baru saja menikah.
Sebab tanggung jawab seorang wanita sesaat setelah dilaksanakan akad nikah berubah kuasanya ke tangan suami secara otomatis. Maka otoritas penuh yang mulanya masih di tangan orang tua (bapak) pindah kepada suami. Oleh sebab itu, yang wajib menafkahi itu suami bukan lagi orang tua.
Kewajiban menfakahi istri dan keluarga itu disebutkan oleh Allah swt:
Baca Juga: Rencana Nikah Tak Direstui karena Weton Wanita Lebih Besar dan Masih Satu Buyut
“Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaian kepada istri dengan cara yang ma’ruf (wajar), seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar yang ma’ruf”. (Qs. Al-Baqarah:233)
Rasul juga bersabda:
“dan mereka para istri mempunyai hak diberi rizki dan pakaian yang diwajibkan atas kalian semua”. (Hr. Muslim:2137)
Baca Juga: Hati-Hati! Seorang Ayah Tak Bisa Jadi Wali Nikah jika Anak Gadisnya Hasil Zina, Lahir di Luar Nikah
Maka dari sini dapat dipahami bahwa menfkahi istri dan keluarga itu hukumnya wajib bagi suami. Maka bagi orang yang tidak melaksankan kewajibannya tentu hukumnya berdosa. Rasul juga bersabda:
“cukuplah seorang laki-laki itu dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan siapa saja yang menjadi tanggungannya”. (Hr. Abu Daud).
Yang dimaksud menyia-nyiakan di sini adalah tidak menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungan menafkahi dalam hidupnya. Maka, jelas hukum suami yang tidak bekerja dan tidak mampu menafkahi istrinya itu dosa walaupun ia paham agama.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Mintakan Ampun Dosa dan Nyekar Makam Orang Tua Non-Muslim?
Paham agama bukan menjadi baromater ia berdosa atau tidak. Kalau paham agama tapi tidak mengamalkan ilmunya maka juga berdosa bagi orang ini. Maka berdosa atau tidak itu barometernya adalah amal, bukan sekedar paham saja.
Perkataan adik ipar menjadi karyawan Allah dengan posisi masih ikut tinggal dengan mertua itu juga tidak tepat dan tidak bisa dibenarkan, sebab dia belum memberikan apa-apa dalam agama ini. Maksud dari karyawan Allah adalah ia benar-benar berjuang di jalan Allah dan mengorbankan jiwa dan hartanya untuk berdakwah di jalan Allah. Ini baru benar dikatakan karyawan Allah. Maka, wajib hukumnya mencari kerja dan berusaha untuk mendapatkannya bagi adik ipar Anda. Selama dia tidak bekerja (padahal dia sudah menikah) dan tidak berusaha mendapatkan pekerjaan, maka selama itu hidup adek ipar Anda berdosa. Wallahu A’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News