JAKARTA(BangsaOnline) Hakim konstitusi Patrialis Akbar dilaporkan ke Dewan
Etik Mahkamah Konstitusi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK.
Musababnya, Patrialis dianggap menyalahi kode etik dengan memberikan pernyataan
bersifat dukungan terhadap opsi pilkada lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dalam kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), pekan lalu.
"Pernyataan Patrialis mendukung pilkada lewat DPRD jelas pada saat konteks
ini berpotensi atau melanggar kode etik yang harusnya dia patuhi," kata
anggota Koalisi, Erwin Natosmal Oemarl, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa,
23 September 2014. "Ada dua prinsip yang dilanggar, yakni kepantasan dan
kesopanan, serta prinsip integritas."
Sebagai hakim konstitusi, kata Erwin, bekas politikus Partai Amanat Nasional
itu seharusnya sama sekali tidak boleh memberikan pernyataan mengenai isu-isu
yang sedang panas saat ini. Terlebih dengan revisi Undang-Undang Pilkada yang
belum disahkan oleh DPR dan berpotensi akan digugat ke Mahkamah Konstitusi.
"Meskipun dia berkomentar di mimbar akademisi, tapi tetap saja atribut
hakim konstitusi itu tidak bisa lepas," ujarnya. "Artinya, kalau
seperti itu, dia sudah memberikan pandangannya dengan mendukung pilkada melalui
DPRD."
Untuk itu, Erwin mewakili Koalisi ingin Dewan Etik Mahkamah Konstitusi
memberikan sanksi kepada Patrialis atas ulahnya tersebut. "Soal sanksi
nanti urusan Dewan Etik seperti apa, yang pasti kami sudah melaporkan Patrialis
karena sudah melanggar kode etik hakim konstitusi.")
Di depan ratusan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Patrialis
menyinggung langkah agar pilkada sebaiknya melalui DPRD. Menurut Patrialis,
sesuai dengan Pancasila sila ke-4, representasi rakyat dalam memilih pemimpin bisa
diwakilkan melalui anggota parlemen. Namun Patrialis mengklaim pernyataannya
itu sebagai respons dari pertanyaan skripsi yang sedang dibuat oleh mahasiswa
UMJ. "Bukan mewakili pendapat Mahkamah Konstitusi."
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Lalu bagaimana tanggapan Patrialis Akbar? Ia enggan menanggapi laporan koalisi masyarakat
selamatkan MK ke Dewan Etik Hakim. "Pak Patrialisnya tidak bersedia
diwawancarai," kata Humas MK Kencana lewat pesan singkat kepada wartawan,
Selasa (23/9).
Sebelumnya Koalisi masyarakat sipil selamatkan MK yang terdiri dari LSM bidang
hukum, seperti ILR, ICW, YLBHI dan Perludem akan melaporkan hakim konstitusi
Patrialis Akbar, karena diduga melakukan pelanggaran kode etik Hakim MK.
Patrialis dilaporkan karena ikut berkomentar soal perkara yang tengah ditangani
MK.
"Berkomentar saat kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Jakarta
(UMJ)," kata salah satu pelapor Erwin Natosmal Oemar, di Jakarta, Selasa
(23/9).
Menurut Erwin, Patrialis berkomentar kepada publik tentang
Rancangan Undang Undang Pilkada yang tengah digugat ke MK. Sehingga Patrialis
diduga tidak mampu menjaga integritas seorang hakim dan telah melakukan
keberpihakan.
"Hakim Konstitusi harusnya tidak berkomentar terhadap perkara yang
berpotensi akan ditanganinya," katanya. Komentar Patrialis itu dimuat di
media online.
Dalam catatan wikipedia, Patrialis menjabat Hakim Konstitusi MK sejak tahun 2013. Ia juga advokat dan politikus. Ia pernah menjabat Menteri Hukum dan HAM Indonesia di Kabinet Indonesia Bersatu II dari 22 Oktober 2009 hingga reshuffle kabinet, tanggal 18 Oktober 2011. Ia memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, kemudian berkarier sebagai advokat.Aktif di politik dan menjadi anggota DPR periode 2004-2009 dari Partai Amanat Nasional.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News