JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Ternyata bukan hanya Hizbut Tahri Indoensia (HTI) yang terang-terangan mau mendirikan negara khilfah di Indonesia. Front Pembela Islam (FPI) juga punya Divisi Penegakan Khilafah.
Pernyataan itu disampaikan Pelaksana Tugas Ketua PA 212, Asep Syarifudin, pendukung utama Calon Presiden-Wakil Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada pilpres 2019.
Baca Juga: Vinanda-Gus Qowim dapat Pesan Peningkatan Industri Pariwisata dari Jokowi
"Saya pelajari konsepsi ikhwanul muslimin, Hizbut Tahrir. Kalau FPI itu ada Ketua Penegakan Khilafah. JAT, Jamaah Anshorus Syariah juga ada perjuangan penegakan Khilafah," kata Asep Syarifuddin saat diskusi di Gedung Joeang, Jalan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).
Menurut dia, sistem demokrasi tak menjamin kedaulatan agama. "Demokrasi, sistem itu kalau dalam melindungi masyarakat iya, tapi untuk konteks mengamankan kedaulatan agama, belum tentu," ujar Asep Syarifuddin seperti dikutip Suara.com
Asep Syarifudin bahkan secara terang-terangan berharap khilafah bisa berdiri pada 2024 di Indonesia. Menurut dia, selain banyak organisasi Islam memiliki divisi penegakan khilafah, juga karena khilafah adalah syariat Islam. "Harapan saya 2024 khilafah tegak di Indonesia. Khilafah itu adalah syariat Islam. Kalau menolak khilafah itu menolak syariat Islam. Itu penodaan agama," kata Asep Syarifuddin sembari menegaskan bahwa khilafah adalah solusi.
Baca Juga: Warisan Buruk Jokowi Berpotensi Berlanjut, Greenpeace Lantang Ajak Masyarakat Awasi Prabowo-Gibran
Pernyataan Asep Syarifudin ini menarik. Sebab selama kampanye pilpres para pendukung Prabowo Subianto selalu menutup rapat isu tentang khilafah ini. Mereka membantah disebut ingin mendirikan Negara khilafah. Bahkan Bachtiar Nasir menganggap tolol orang yang mencurigai pendukung Prabowo ingin mendirikan Negara Khilafah.
"Saya ingin menjawab tuduhan-tuduhan tolol. Katanya Prabowo dan Sandi ingin mendirikan khilafah. Tolol atau tidak tolol?," tanya Bachtiar Nasir saat kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (7/4/2019).
Para pendukung Prabowo yang membeludak di lapangan itupun kompak menjawab. "Tolol...!" Bahtiar Nasir yang dulu dikenal sebagai Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI itu minta pernyataannya itu direkam dan diviralkan.
Baca Juga: Di Banyuwangi, Khofifah Ucapkan Selamat untuk Prabowo dan Gibran
Kini, Asep Syarifudin sebagai pentolan PA 212 telah memberi pernyataan secara terbuka. Ini bukti nyata bahwa selama kampanye Prabowo mereka telah menyembunyikan ideologi aslinya.
Menurut Asep Syarifudin, khilafah atau sistem kenegaraan yang berlandaskan ajaran Islam itu tidak terlarang. Ia mengaku telah banyak belajar konsep sistem kenegaraan berlandasan Islam. Ia bahkan berkesimpulan, orang yang menolak khilafah sama dengan menodai agama Islam.
Karena itu ia sangat kecewa ketika Prabowo rekonsiliasi dengan Presiden Joko Widodo. Ia bahkan tak segan-segan menyebut capres yang pernah didukungnya itu sebagai pengkhianat. "Jadi, kalau Prabowo berkomunikasi, menurut saya ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap aspirasi umat dan rakyat," tegas Asep Syarifuddin.
Baca Juga: Di Penghujung Jabatan Presiden Jokowi, Menteri ATR/BPN Gebuki Mafia Tanah
Prabowo Subianto memang telah bertemu Jokowi. Dua capres pada pilpres 2019 itu bertemu secara atraktif di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7) lalu.
Menurut Asep Syarifudin, Prabowo telah mengabaikan aspirasi umat, termasuk PA 212. Padahal, menurut dia, PA 212 dan ulama kelompok mereka mendukung Prabowo-Sandiaga Uno pada pilpres dengan harapan bisa membela dan mengakomodasi kepentingan mereka. Di antaranya tentu untuk mendirikan negara khilafah. Sebab, menurut dia, Jokowi dalam pandangan PA 212 adalah capres anti-ulama.
Tak jelas, apakah karena faktor khilafah itu akhirnya Prabowo terkesan melangkah tanpa kordinasi dengan PA 212, ketika memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi. Yang pasti Prabowo usai pertemuan dengan Jokowi memberi penegasan bahwa hidupnya hanya untuk bangsa dan NKRI. (tim)
Baca Juga: Khofifah Kembali Dinobatkan sebagai 500 Muslim Berpengaruh Dunia 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News