MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com - Sejumlah perwira menengah Mabes Polri dan Polda Jatim bersilaturahim ke Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur, Kamis (1/8/2019). Mereka menyosialisasikan tentang bahaya radikalisme dan terorisme di depan ribuan santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang diasuh Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA.
Para perwira menengah itu, antara lain: Kombes Pol Rudi Haryanto, Kasubdit Bintibsos Ditbintibmas Korbinmas Baharkam Polri dan Kompol Mayendra, anggota Densus AT 88 Mabes Polri. Sedang dari Polda Jatim adalah AKBP Iwan Setyawan, Dirbinmas Polda Jatim dan AKBP Soenardi, Kasubdit Bintibluh.
Baca Juga: Sukseskan Program Presiden Prabowo, Polda Jatim Datangi Polres Pamekasan
(Dr KH Asep Saifuddin Chalim saat menerima para perwira menengah di ruang tamu kediamannya di PP Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, Kamis (1/8/2019). foto: BANGSAONLINE.com)
Dalam acara bertajuk “Program Quick Wins Kegiatan 4 Silaturahmi Kamtibmas Keluarga Besar Polisi” itu mereka membawa mantan pelaku teror yang kini sudah sadar yaitu Nasir Abbas untuk “testimoni” di depan ribuan santri yang memadati Masjid Raya KH Abdul Chalim.
Baca Juga: Polres Mojokerto Kota Bongkar TPPU Narkoba Miliaran Rupiah
(Nasir Abbas. Foto: BANGSAONLINE.com)
Kiai Asep Saifuddin Chalim, pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah menyambut hangat kehadiran mereka. Menurut Kiai Asep, pengetahun tentang radikalisme dan terorisme ini sangat penting bagi para santri agar mereka terhindar dari sikap-sikap radikal yang menjadi bibit terorisme.
Baca Juga: Kampanye Akbar, Tak Banyak Pidato, Khofifah dan Gus Barra Sibuk Bagi Souvenir & Borong Kue Pengasong
Kiai miliarder yang dikenal dermawan itu mengingatkan bahwa porakporandanya Syiria, Afghanistan, Irak dan negara-negara lainnya akibat radikalisme. Ia berharap negara Indonesia tidak mengalami nasib seperti negara-negara itu. “Wana’udzubillahi mindzalik,” kata Kiai Asep yang ketua umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Pusat itu.
Para santri, tegas Kiai Asep, harus cerdas, pandai, kreatif, berakhlak, dan bertaqwa. Karena itu ia minta agar “testimoni” mantan teroris Nasir Abbas dicatat baik-baik agar santri tidak terjebak radikalisme. Menurut dia, para santri kelak harus menjaga NKRI dan Pancasila. Karena itu ia minta semua “testimoni” Nasir Abbas dicatat baik-baik. “Nabi Muhammad berpesan kepada sahabat Bilal jangan pernah berpisah dengan buku dan bolpoin,” pinta Kiai Asep Saifuddin Chalim yang memiliki 10.000 santri itu.
TERPERANGKAP TERORISME SEJAK REMAJA
Baca Juga: 3 Kontroversi yang Membuat Publik Sangsi soal Penangkapan Ivan Sugianto oleh Polisi
Nasir Abbas mengaku terjebak terorisme sejak remaja gara-gara pemahaman agama yang dangkal. “Saya lahir di Singapura tapi besar di Malaysia,” kata Nasir Abbas menceritakan awal kehidupan pribadinya. Saat berusia 16 tahun ia bertemu dengan orang Indonesia di Malaysia. Yaitu Ustad Abu Bakar Ba’asyir, yang kini dipenjara karena keterlibatannya dalam aksi terorisme. “Saya ketemu kiai tapi kiai tidak benar,” kata Nasir Abbas menyesal.
Hubungan intensif dengan Ba’asyir ini membuat Nasir Abbas terbius. “Umur 18 tahun saya dikirim ke wilayah konflik di Afghanistan oleh Utadz Ba’asyir,” katanya sembari menegaskan bahwa itu terjadi pada tahun 1987.
Nasir Abbas berada di Afghanistan selama 6 tahun. Ia mengaku diajari cara menggunakan senjata dan merakit bom. Sejak itu ia menjadi teroris yang ditugasi ke beberapa negara dengan nama yang berubah-ubah. “Saya ada di mana, selalu berubah nama. Karena gerakan ini gerakan bawah tanah,” katanya.
Baca Juga: Melawan dengan Lempar Bondet ke Petugas, Pelaku Curanmor di Waru Ditembak Mati Jatanras Polda Jatim
Menurut dia, cukup banyak orang yang ia rekrut jadi teroris. Ia menyebut Muchlas yang tak lain adik iparnya. Begitu juga Imam Samudra dan Amrozi. Tiga nama itu terlibat kasus bom Bali pada 2002 dan divonis hukum mati. Kini mereka telah meninggal semua. “Murid saya Imam Samudra, guru saya Ustadz Ba’asyir,” katanya.
Menurut Nasir Abbas, anak-anak remaja yang ia rekrut terbius doktrin agama yang salah. “Mereka (teroris) meyakini bahwa membunuh itu dapat pahala. Merusak dapat pahala. Mereka bilang Allah memerintahkan kita jadi teroris,” katanya.
Bahkan para teroris itu, menurut Nasir Abbas, menafsirkan ayar-ayat al-Quran sesuai kepentingan mereka. Ia mencontohkan surat al-Anfal ayat 60. “Kata turhibuna yang artinya menggentarkan musuh oleh mereka (teroris) diartikan teror,” tutur Nashir Abbas.
Baca Juga: Karo SDM Polda Jatim Apresiasi Langkah Polres Kediri Dukung Asta Cita Program Swasembada Pangan
Karena itu Nasir Abbas minta agar santri cerdas dalam memahami agama. “Jangan seperti saya, hanya ikut-ikutan saja. Santri harus cerdas seperti yang disampaikan kiai tadi,” kata Nasir Abbas. (tim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News