Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
65. Inna ‘ibaadii laysa laka ‘alayhim sulthaanun wakafaa birabbika wakiilaan
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
“Sesungguhnya (terhadap) hamba-hamba-Ku, engkau (Iblis) tidaklah dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga.”
TAFSIR AKTUAL:
Ayat studi sebelumnya bertutur soal Iblis yang dendam kepada Adam dan bersumpah-sumpah hendak menjerumuskan mereka. Lalu Tuhan melindungi mereka agar selamat, kecuali mereka yang brengsek dan sengaja mengikuti.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Dalam etika syari'ah, orang yang berbuat baik itu dipersilakan memilih dua hal, yakni menutupi amalnya atau dipublis terbuka. Tapi kalau berbuat buruk, maka wajib ditutupi rapat-rapat, seraya terus-menerus mohon ampunan kepada Tuhan.
Semisal orang yang bersedekah atau beramal jariah. Jika dia mempublis, maka bagus. Itu mengedukasi umat agar mengikuti amalnya, itung-itung sebagai dakwah bi al-hal, dakwah aplikatif. Tapi, sisi negatifkan rentan terjerumus dalam riya'. Lalu hanguslah pahalanya.
Jika dia menutup identitas diri, merahasiakan amalnya, maka bagus juga. Hal itu menunjukkan lebih ikhlas, lebih aman dari pujian dan riya'. Tentu lebih pasti bakal bisa mengunduh pahala sedekah kelak di akhirat. Negatifnya, kurang mendukung kerja dakwah.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kini masalah amal ibadah pribadi atau kemaksiatan pribadi. Sebuat saja prestasi kebaikan dan prestasi keburukan. Jika ada seorang siswa berprestasi, juara lomba hafalan al-qur'an tiga puluh juz, atau menjadi imam besar di masjid al-haram Makkah, maka disunnahkan mempublis lengkap dengan orang tuanya.
Andai diumumkan sebagai juara, maka sebut namanya lengkap dengan nama orang tuanya. Misalnya, Muhammad Sulaiman bin Salim. Begitu pula saat wawancara, disunnahkan orang tuanya dilibatkan. Hal itu sebagai apresiasi terhadap jerih payah mendidiknya.
Sebaliknya, jika anak itu nakal atau berbuat jahat, maka cukup nama dia pribadinya saja. Jangan melibat-libatkan orang tuanya. Misalnya, penipu jamaah umroh tertangkap atas nama: Joko Tuno, titik. Tidak boleh dipublis lengkap dengan nama orang tuanya, misalnya: Joko Tuno bin Singo Menggolo.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Hal itu untuk menjaga nama baik orang tua yang pada dasarnya tidak ikut berbuat buruk, tidak pula mendidik buruk dan tidak pula menyuruh berbuat buruk. Kecuali orang tuanya menyuruh.
Maka, tidak benar melibat-libatkan orang tua Vanessa Angel yang terjaring kasus prostitusi online. Tidak etis mewawancarai mereka di televisi, karena itu sama dengan menabur lumpur kepada orang yang tidak ikut berbuat dosa. Semua orang tua pasti berusaha mendidik anak sebaik-baiknya. Tapi setelah dewasa, maka mutlak pilihan anak.
*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News