Faisal Basri. foto: shiftindonesia.com
																					JAKARTA(BangsaOnline) Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, Faisal Basri, 
menargetkan timnya memberikan rekomendasi yang tepat bagi Kementerian 
Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memberantas praktek mafia Migas 
dalam enam bulan ke depan. "Jangan sampai setelah enam bulan bekerja, 
sektor Migas masih dinikmati kelompok tertentu," kata dia.
Menurut
 Faisal, salah satu target timnya adalah rekomendasi penguatan sektor 
industri berbasis Migas. Dia mencontohkan, jika pemerintah bisa 
memproduksi kondensat dan meningkatkan olahan produk petrokimia, maka 
biaya impor plastik dan bahan kimia organik bisa ditekan. 
Faisal
 menambahkan, selama ini mafia Migas bisa beroperasi karena banyak 
proses tender dan transaksi dalam industri ini yang tidak transparan. 
Selain itu, mafia Migas, memburu keuntungan dari skema insentif dan 
celah kebijakan. Oleh karena itu, kata Faisal, memberantas mafia Migas 
dilakukan dengan cara membangun institusi ekonomi yang kuat. Jika 
institusi ekonomi di bidang migas inklusif maka kelompok-kelompok yang 
ingin mengambil keuntungan bisa diminimalisir." 
Pada
 Ahad, 16 November 2014, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, 
Sudirman Said, mengangkat Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata 
Kelola Minyak dan Gas Bumi. Ada empat ruang lingkup tim ini selama 
bertugas, yakni mereview seluruh proses perizinan dari hulu ke hilir, 
menata ulang kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan minyak dan gas,
 mempercepat revisi undang-undang Migas, dan merevisi proses bisnis 
untuk mencegah adanya pemburu rente.
Sebelumnya Faisal Basri mengemukakan 
pendapat soal PT Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral, anak usaha 
Pertamina yang selama ini dituding sebagai sarang mafia migas.
Menurut
 Faisal, mafia migas tidak hanya bersumber dari Petral, dan perusahaan 
ini pun masih dibutuhkan untuk kepentingan jual-beli komoditas minyak 
dan gas. Faisal mengatakan beberapa negara seperti Cina, Filipina, dan 
Thailand juga memiliki perusahaan trading seperti Petral. 
"Persoalan mafia migas tidak mutlak berasal dari sana," kata dia di 
Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin, 17 November 2014.
 
 Namun, 
kata Faisal, Petral memiliki kekurangan yakni mekanisme pengadaan dan 
jual-beli komoditas migas yang tidak transparan. Akibatnya, banyak 
kelompok yang mengambil kepentingan dari perusahaan itu karena tidak ada
 pengawasan dari pemerintah ataupun masyarakat. "Petral itu seperti 
akuarium yang keruh, di mana kami semua tak bisa melihat apa saja yang 
terdapat di dalamnya," ujarnya. 
 
 Pemerintah, Faisal menambahkan, seharusnya mengetatkan pengawasan 
terhadap Petral agar perusahaan tersebut tidak dimanfaatkan oleh mafia 
migas. Ekonom dari Universitas Indonesia itu mengatakan tim yang dia 
pimpin tidak harus memberikan rekomendasi pembubaran Petral. Keberadaan 
Petral adalah kewenangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Petral
 yang bermarkas di Singapura adalah perusahaan pelaksana transaksi impor
 minyak Indonesia. Petral, awalnya bernama Petra Grup yang dibentuk pada
 1969, salah satunya dibentuk untuk menyeragamkan harga minyak impor 
sehingga berdampak pada pengadaan BBM secara efisien. Namun belakangan 
muncul tuduhan bahwa perusahan ini menjadi sarang mafia yang 
mengendalikan impor minyak untuk Indonesia. Wacana untuk pembubaran 
Petral pun merebak.
                            
            
            
														
														
														
														
														









