SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Kemunculan Lia Istifhama dalam bursa pemilihan langsung wali kota (Pilwali) Surabaya menarik perhatian publik. Pengurus Fatayat NU Jatim ini semula hanya dipandang sebagai calon underdog atau numpang lewat saja.
Namun nyatanya, keponakan Khofifah Indar Parawansa ini masih bertahan dalam bursa Pilwali Surabaya 2020. Sementara sejumlah calon lain mulai hilang dari peredaran. Kondisi itu memunculkan rumor kalau Lia sengaja dikatrol oleh calon lain yang sesungguhnya dipersiapkan maju sebagai kandidat pemimpin Kota Surabaya.
Baca Juga: Bawaslu Kota Surabaya Serahkan Laporan Hasil Pengawasan Pilkada 2020 ke Pemkot dan DPRD
"Memang awalnya kaget, kok saya dibilang pengkatrol suara untuk seorang calon yang juga masuk bursa Pilwali Surabaya. Kaget, karena kok mudah ya orang bikin isu seperti itu. Apalagi saya dituding sebagai calon boneka. Saya tegaskan semua rumor itu tidak benar," ujar perempuan yang akrab disapa Ning Lia itu, Kamis (3/10).
Penggagas program Nawatirta yang sudah mendaftar dan ikut fit and proper test sebagai bakal calon wakil wali kota Surabaya dari PDI Perjuangan itu menganggap, semua kompetitor sebagai sahabat. Ia mengutip ucapan Gus Dur bahwa tidak ada satu pun posisi atau jabatan di dunia ini yang perlu dibela mati-matian. Demikian pula posisi sebagai calon kepala daerah.
Putri KH. Masjkur Hasyim, mantan Komandan Banser Jatim ini mengajak agar semua calon berkompetisi secara sehat dengan adu gagasan dan konsep. Menurutnya, ini adalah proses politik sekaligus aktualisasi diri. Karena itu siapa pun yang mendapat rekom dari partai politik harus dihargai.
Baca Juga: Dilantik Besok Sore, Ini Harapan Warga Surabaya kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Baru
"Saya menganggap semua kompetitor adalah sahabat sekaligus sparring patner. Tidak ada istilah lawan apalagi musuh. Siapa pun yang nantinya mendapat rekom harus dihargai, karena ini proses politik yang menjadi domain partai politik," tutur warga asli Wonocolo tersebut.
Pembina Ponpes Raudlatul Banin wal Banat Surabaya ini mengungkapkan, dirinya maju dalam proses Pilwali Surabaya ini bukan karena semata keinginan pribadi. Melainkan juga karena adanya dorongan dari para pendukung yang mayoritas adalah relawan Khofifah-Emil pada Pilgub 2018 lalu.
Dosen perguruan tinggi swasta di Surabaya ini menjelaskan, amanah baginya adalah tanggungjawab yang harus dijalankan, sekalipun itu berat. Ia pun mengaku tak bisa menghindar dari amanah yang diberikan padanya. Apalagi, para relawan menunjukkan kerja dan militansi yang luar biasa dalam mengawal proses pencalonan ini.
Baca Juga: Pascapilkada, Jaman Jatim Evaluasi Pembekuan Jaman Surabaya
"Saya kuat dan bisa eksis sampai saat ini karena relawan dan pendukung. Karena dorongan mereka juga yang membuat saya menjalani proses ini. Biar lah proses ini berjalan dulu, sampai titik di mana harus berhenti. Yang jelas ikhtiar hari ini sudah sangat luar biasa," pungkas kandidat doktor dari Uinsa Surabaya ini. (mdr/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News