SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Sabtu 12 Oktober 2019 hari ini Provinsi Jawa Timur merayakan HUT ke-74. Pelaksanaan upacara itu digelar di Gedung Negara Grahadi Jalan Pemuda Surabaya mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB.
Namun, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebelumnya telah menggelar serangkaian acara. Bahkan untuk memeriahkan Hari Jadi Jawa Timur ke-74 itu, acara-acara sosial, kebangsaan, keagamaan, perokonomian, kebersamaan, dan lainnya, terus digelar sepanjang Oktober ini.
Baca Juga: Khofifah Dorong Guru Terus Belajar dan Adaptasi Hadapi Perubahan Zaman di Peringatan HGN 2024
Begitu juga beberapa elemen masyarakat Jawa Timur, termasuk media massa juga ikut memeriahkan dan menyukseskan HUT Provinsi Jawa Timur ke-74 itu. Di antaranya HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com yang menggelar Gowes Kebangsaan Bareng Gubernur Jawa Timur pada 27 Oktober 2019 di Parkir Timur Plasa Surabaya.
Untuk memperingati HUT Jawa Timur ke-74 kita perlu refleksi. Kita perlu menengok sejarah. Tujuannya agar kita bisa mengambil pelajaran sekaligus meluruskan jejak, terutama jika kita sebagai generasi penerus tidak searah dengan cita-cita para the founding fathers negeri ini.
Baca Juga: Isi Hari Tenang Kampanye, Khofifah-Emil Ziarah ke Makam KH Hasyim Asy’ari dan Gus Dur
Gubernur Jawa Timur pertama adalah Tumenggung Ario Soerjo - populer dengan panggilan Gubernur Suryo. Dalam sejarah, ia tercatat sebagai pemimpin berkarakter, tegas, dan pemberani, terutama dalam menghadapi penjajah. Namun sayang, peletak dasar Provinsi Jawa Timur itu justru wafat secara mengenaskan di tangan warga Indonesia sendiri, yaitu dibunuh secara keji gerombolan orang-orang PKI.
(Lukisan wajah Gubernur Suryo. foto: istimewa)
Baca Juga: Ngalap Berkah Lewat Sholawatan di Bangkalan, Khofifah Ajak Warga Tak Golput
Ia dibunuh secara sadis di hutan dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Madiun. Mayat Gubernur Suryo ditemukan penduduk empat hari kemudian di Kali Kakah, Dukuh Ngandu, Desa Bangunrejo, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur. Jenazahnya lalu dibawa ke Madiun dan dimakamkan di Sawahan, Desa Kepalrejo, Magetan Jawa Timur.
(Patung Gubernur Suryo. foto: istimewa)
Baca Juga: Gelar Doa Bersama Sambut Kemenangan, Puluhan Ribu Masyarakat Siap Kawal Suara Khofifah-Emil
Dikutip dari Wikipedia, Gubernur Suryo lahir di Magetan, Jawa Timur, 9 Juli 1898. Saat pendudukan Jepang, Suryo menjabat Bupati Magetan (1938-1943). Saat itu ia kedatangan tamu seorang perwira Jepang. Perwira Jepang itu datang bersama ajudannya. Ia marah-marah, mengeluarkan kata-kata dalam bahasa Jepang yang tidak dimengerti oleh Bupati. Bahkan perwira itu menghunus samurainya.
Namun Bupati Suryo tak gentar. Ia hampiri perwira itu dengan tenang. “Tanpa sebab musabab dan tanpa memberi salam kau datang dan marah. Saya tidak bersalah dan saya tidak takut,” kata Bupati Suryo dalam bahasa Jawa dengan lantang. Perwira itu diam. Ia menyarungkan samurainya kembali.
Keberanian Suryo yang lain juga tercatat dalam sejarah saat menjabat Gubernur Jawa Timur (1945-1948). Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Jenderal Mallaby mengultimatum agar semua penduduk Surabaya yang memiliki senjata api segera menyerahkan senjata mereka di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Inggris, selambat-lambatnya pukul 06.00 pada 10 November 1945.
Baca Juga: Relawan Jari Mata Siap Kawal Kemenangan Khofifah-Emil Hingga Akhir
Namun dalam rapat bersama pihak terkait, Gubernur Suryo yang telah mendapat dukungan luas dari warga Jawa Timur, terutama para kiai dan santri itu secara tegas menolak.
“Berulang-ulang telah kita katakan, bahwa sikap kita ialah lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris, kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak ultimatum,” kata Guburnur Suryo lantang.
Karakter kepemimpinan yang kuat itulah yang kemudian membuat pemerintah pada Juni 1947 mengangkat Suryo menjadi wakil ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) berkedudukan di Yogyakarta. Suryo kemudian diangkat sebagai ketua DPA karena sang ketua, Ahmad Wiranatakusumah, sakit.
Baca Juga: Resmikan Gedung Sekber PHDI, Pj Gubernur Jatim Ajak Umat Hindu Jaga Kondisivitas Pilkada
Pada 18 September 1948 PKI melancarkan pemberontakan di Madiun. Mereka juga berhasil menguasai beberapa kota lain. Pemerintah pun segera bertindak. Pada 30 September 1948 Madiun akhirnya dapat direbut kembali oleh pasukan yang setia kepada pemerintah. Meski demikian keamanan belum pulih seluruhnya. Di beberapa tempat, orang-orang komunis yang terhimpun dalam PKI melakukan pengacauan.
Dalam kondisi PKI masih mengacau itulah - tepatnya 10 Nopember 1948 - Suryo berangkat dari Yogyakarta menuju Madiun. Kabarnya ia berada di Yogayakrta dalam rangka menghadiri Hari Pahlawan. Ia lalu pamit ke Madiun untuk menghadiri peringatan 40 hari meninggalnya adiknya yang dibunuh orang-orang PKI.
Saat itu para sahabat Suryo, termasuk Wakil Presiden Mohammad Hatta, sudah mengingatkan agar Suryo tidak berangkat ke Madiun dulu. Para sahabatnya itu tampaknya sudah punya firasat bahwa suasana genting dan tidak aman bagi Suryo.
Baca Juga: Warga Jatim Berjubel Hadiri Kampanye Terakhir Khofifah-Emil, Kiai Asep: Menang 70%
Pertanda buruk itu sudah tampak. Baru saja tiba di luar Kota Yogya, ban mobil yang dinaiki Suryo pecah. Lalu mobil Suryo kehabisan bensin. Suryo terpaksa dua kali kembali ke kota untuk menambal ban dan mengisi bensin. Meski teman-temannya mengatakan bahwa itu pertanda buruk, tapi Suryo tidak mempercayainya.
Sore hari, Suryo tiba di Surakarta. Residen Surakarta Sudiro ketika itu menahan agar Suryo bermalam. Ia berharap Suryo melanjutkan perjalanan esok hari. Namun, lagi-lagi Suryo melanjutkan perjalanannya ke Madiun pagi-pagi sekali.
Saat tiba di Desa Gendingan, Suryo kembali diingatkan agar tidak meneruskan perjalanan. Namun Suryo tetap mengabaikan. Sampai di Ngawi, tepatnya di Desa Bogo, Kedunggalar, mobil Suryo dicegat oleh Front Demokratik Rakyat (FDR) Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin Maladi Yusuf.
Baca Juga: Dukungan Para Pekerja MPS Brondong Lamongan untuk Menangkan Khofifah di Pilgub Jatim 2024
Pada saat itu pula dari arah Madiun datang mobil yang ditumpangi Komisaris Besar (Kolonel) Polisi M Duryat dan Komisaris (Mayor) Polisi Suroko. Para perwira itu perjalanan ke Yogyakarta.
Gerombolan PKI yang dipimpin Maladi Yusuf itu lalu memerintahkan mobil mereka berhenti. PKI memerintahkan Suryo, Duryat, dan Suroko keluar dari mobil. Para PKI itu lantas menggiring mereka ke hutan Peleng, Kedunggalar, Ngawi. Di hutan itulah gerombolan PKI secara keji menyiksa Suryo, Duryat, dan Suroko. Mobil para pejuang RI itu dibakar. Sedang Suryo dan dua periwira itu diseret secara tak berperikemanusiaan. Bahkan Suryo diseret hingga 10 Km sebelum akhirnya disembelih secara kejam.
Pada 28 Oktober 1975 Pemerintah RI meresmikan “Monumen Soerjo” di tempat pembantaian itu. Monumen itu diresmikan Pangdam Brawijaya Jawa Timur Mayjen TNI Witarmin.
Gubernur Suryo adalah pemimpin berkartakter, pemberani, heroik, dan peletak dasar Jawa Timur itu penuh jasa bagi negeri ini. Tapi meninggal secara tragis di tangan gerombolan PKI.
Demikian lah, negeri ini dibangun dengan penuh aliran darah. Yaitu darah para pejuang, pahlawan, dan rakyat. Maka sangat dzalim, jika para elit negeri sekarang ini lalai, apalagi secara sengaja mengabaikan cita-cita perjuangan para pejuang dan pahlawan, semata untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Praktik korupsi yang masih merajalela adalah bagian dari kesengajaan para elit negeri ini melalaikan cita-cita para pejuang, pahlawan, dan rakyat yang telah rela mengorbankan jiwa-raganya untuk bangsa.
Kita berharap, sejarah Gubernur Suryo tidak terulang dan tentu jangan pernah dilupakan.
Pada 12 Oktober 2019 hari ini, Provinsi Jawa Timur merayakan HUT ke-74. Kita ucapkan Selamat dan Sukses. Namun jangan lupa, mari kita mengikhlaskan waktu sejenak untuk mengirim Surah al-Fatihah kepada Gubernur Suryo dan semua para pejuang yang telah mendahului kita.
Semoga Jawa Timur dibawah kepemimpinan Gubernur Khofifah Indar Parawansa mampu meneruskan cita-cita para pendiri Negara Repuplik ini. Yaitu menjadi Negara Gemah Ripah Loh Jinawi. Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur. Amin. Wallahu’alam. (Em Mas’ud Adnan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News