Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPRD Bangkalan, Jawa Timur, KH Fuad Amin Imron,
dan anak buahnya Rauf, serta Direktur PT Media Karya Sentosa, Antonio
Bambang Djatmiko sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi. Mereka
diciduk KPK dalam operasi yang digelar Senin hingga Selasa lalu.
LSM Madura Coruption Watch (MCW), membeberkan dugaan korupsi
yang dilakukan oleh Fuad Amin Imron. Menurut salah satu pendiri MCW,
Sukur, Fuad termasuk orang yang ditakuti di kabupaten paling barat Pulau
Madura tersebut.
Sejak menjadi ketua DPRD Bangkalan, Fuad
dikabarkan membagi-bagikan jabatan penting kepada anggota keluarganya
untuk memperluas kekuasaannya di Bangkalan. Sukur menceritakan, setelah
lengser dari jabatan bupati Bangkalan selama dua periode kursi bupati
diwariskan kepada anaknya yang bernama Maimun Ibnu Fuad.
Menurutnya,
terpilihnya Maimun menjadi bupati Bangkalan juga penuh kontroversial.
Pasalnya, pesaing Maimun yaitu, KH Imam Buchori-Zainal Alim, dicoret
sebagai peserta Pilkada 2012, sehingga hanya menyisahkan dua kandidat
saja, yaitu pasangan sang pewaris tahta, Maiumun-Mondir, dan pasangan
Nizar Zahro-Zulkifli.
"Tersingkirnya pasangan Iman Buchori-Zainal
Alim dari daftar Pilkada 2012 ini, memicu bentrokan antara massa Ra
Imam (Imam Buchori) dengan massa Ra Fuad. Namun, perlawanan Ra Imam,
yang masih sepupu Ra Fuad dari garis keturunan Mbah Kholil itu, tak
berarti apa-apa," kata Sukur kepada merdeka.com, Rabu (3/12).
Sukur
melanjutkan, dengan kendali sang ayah, Maimun akhirnya terpilih sebagai
bupati dan resmi dilantik oleh Gubernur Jawa Timur, Soekarwo pada Maret
2013, atau di usianya yang ke 26 lebih empat bulan.
"Selain
anaknya yang dinobatkan sebagai 'putra mahkota' di dinasti Bangkalan,
Fuad juga menjadikan seluruh keluarganya yang patuh di posisi strategis.
Fuad menempatkan adik kandungnya sebagai ketua DPC Partai Persatuan
Pembangunan (PPP)
Bangkalan. Kemudian ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bangkalan
diserahkan kepada sepupunya sendiri, ketua Pengkab PSSI juga dijabat
adik Fuad, serta kepala Puskesmas Seninan juga dikelola oleh anaknya,"
ungkap Sukur.
Karena kuatnya pengaruh Ra Fuad itu, hingga
masyarakat Bangkalan memanggilnya dengan sebutan 'kanjeng' yang
merupakan panggilan penguasa di zaman kerajaan. Bahkan, sangking
kuatnya, aksi dugaan korupsi yang kerap dilakukan Ra Fuad, tak tersentuh
oleh hukum.
"Bahkan, FA (Ra Fuad) pernah mengatakan, untuk orang
luar selain keluarganya harus menunggu 20 tahun lagi, kekuasaan FA baru
bisa dilengserkan," jelas Sukur.
Selain melakukan nepotisme,
menurut Sukur, Fuad juga sering tersangkut kasus korupsi. Dugaan
permainan uang 'panas' dilakukannya mulai dengan cara jual-beli suara,
baik di Pilkada, Pilgub, Pileg maupun Pilpres. Kemudian dugaan korupsi
dana pengungsi Sambas-Sampit Tahun 2006, juga kasus pembebasan lahan PT
MISC di Tahun 2011.
"Kasus ini juga sempat dilaporkan ke Polda
Jawa Timur dan Mabes Polri terkait pemalsuan ijazah. Kemudian saat
menjabat sebagai Ketua DPRD Bangkalan, Fuad juga diketahui membeli dua
hotel di Bali, yang ditenggarai menggunakan uang hasil korupsi,"
tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News