SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa memberlakukan status siaga darurat bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, hingga angin puting beliung. Status itu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No.188/650/KPTS/013/2019 yang dikeluarkan pada tanggal 16 Desember 2019.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Suban Wahyudiono membenarkan adanya surat keputusan gubernur tersebut. Menurutnya, status itu berlaku sejak tanggal 16 Desember 2019 hingga 150 hari ke depan dan berlaku di seluruh daerah di Jawa Timur.
Baca Juga: Nganjuk Terima Penghargaan UHC Tingkat Provinsi Jatim di Acara Peringatan HKN 2024
"Karena itu, seluruh Kepala BPBD dan para kepala daerah diharapkan bersiaga dalam penanganan bencana hidrometeorologi yang berpotensi terjadi dalam beberapa bulan ke depan," tutur Suban, Jumat (20/12).
Suban melanjutkan, apabila dikemudian hari terjadi bencana meteorologi, maka status itu akan ditingkatkan menjadi surat keputusan tanggap darurat bencana. Ia menambahkan, pada tanggal 22 November Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pun telah mengeluarkan surat imbauan kepada para kepala daerah untuk menyiapkan segala potensi untuk antisipasi bencana alam.
Di tingkat provinsi, gubernur juga mengimbau para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan pemprov yang mempunyai fungsi penanggulangan bencana harus bekerja sama dengan pihak TNI-Polri untuk antisipasi bencana alam.
Baca Juga: Kanwil DJP Jatim II Gelar Media Gathering, Apa yang Dibahas?
"Dengan adanya antisipasi ini maka diharapkan Jawa Timur dalam kondisi siap menghadapi bencana hidrometeorologi. Selain itu, kami juga mengharapkan doa dari para ulama dan santri agar Jawa Timur aman dari bencana alam," tandasnya.
Suban menjelaskan dari pemetaan BPBD ada 22 wilayah di Jatim yang rawan bencana hidrometeorologi jelang puncak musim hujan pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020.
Dari 22 kabupaten/kota di Jatim yang biasanya terjadi bencana pada musim hujan, seperti bencana banjir dan longsor. Supan membeberkan 22 daerah itu, daerah rawan banjir umumnya didominasi oleh luapan sungai di sekitarnya. Seperti, sungai Bengawan Solo yang luapannya bisa membanjiri wilayah Bojonegoro, Magetan, Madiun, Lamongan, Gresik, Ngawi, dan Tuban.
Baca Juga: Sukses Implementasikan Tata Kelola SPK Efektif dan Terukur, Pemprov Jatim Raih Penghargaan dari BSN
Kemudian potensi banjir akibat luapan sungai Brantas yakni Malang Raya, Kediri, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Probolinggo, Surabaya, Bondowoso, Lumajang, Banyuwangi, dan Jember. Sedangkan di Pasuruan, banjir berpotensi diakibatkan oleh meluapnya sungai Welang.
"Di Madura dampak luapan Sungai Kemuning yakni wilayah Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Daerah-daerah ini setiap tahunnya jadi langganan banjir dan banjir bandang," kata Suban.
Selain banjir, bencana hidrometeorologi yang lain adalah longsor. Potensi bencana ini mengancam wilayah Jombang, Ponorogo, Kediri, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Batu, dan Pacitan. Di daerah tersebut terdapat pegunungan dan bukit-bukit yang kerap longsor saat musim hujan.
Baca Juga: Direksi dan Karyawan Sekar Laut Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah, Disebut Cagub Paling Ngayomi
Suban mengaku sudah berkoordinasi dengan BPBD, Pemerintah Daerah (Pemda), dan pihak-pihak terkait seperti Basarnas, Tagana, Tim SAR, PMI, dan TNI-Polri untuk mengantisipasi potensi bencana. Kemudian membentuk lembaga-lembaga penanggulangan bencana, baik dari pemerintah maupun swasta.
"Kami berharap peran aktif masyarakat bersinergi dengan pemerintah daerah maupun provinsi dalam penanganan bencana alam. Disamping itu juga sudah kami siapkan jalur evakuasi, lokasi evakuasi dan titik-titik penampungan," pungkas Suban. (mdr/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News