Kegalauan Gus Sholah tentang Pesantren Kecil

Kegalauan Gus Sholah tentang Pesantren Kecil M Mas'ud Adnan

Oleh: M Mas’ud Adnan

Tahun 2016. Para dzuriyah Bani Hasyim Asy’ari berkumpul. Di kediaman Gus Kikin. Di Surabaya. Antara lain: , Gus Umar Wahid dan tentu Gus Kikin sendiri. Meski Gus Kikin – nama lengkapknya KH Abdul Hakim – bertindak sebagai sohibul bait, tapi yang punya gawe .  KH Salahuddin Wahid.

Tampak juga para kiai. Para pengasuh pesantren di Jawa Timur. Yang saya ingat KH Mahfud Saubari. Pacet Mojokerto. Kiai yang punya empat istri, tapi hidup rukun dalam satu pekarangan. 

Alumni Teburieng juga banyak hadir. Terutama yang sudah jadi kiai. Yang punya pesantren. Antara lain dari Madura. 

Usai makan, para tokoh dan kiai itu duduk di kursi. Di ruang belakang kediaman Gus Kikin. Para dzuriyah duduk dekat . Lalu para kiai. Saya duduk agak jauh. Tahu diri. Saya bukan dzuriyah. Juga bukan kiai.

mimpin langsung pertemuan itu. Cucu Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari itu bercerita. Tentang Yayasan Peduli (YPP). YPP didirikan Hary Tanoesoedibyo. Biasa dipanggil Hary Tanoe. Ketua Umum Partai Perindo.

YPP mengkalim menyiapkan dana Rp 500 M. Untuk pesantren. Saat itu Hary Tanoe gencar sosialisasi Perindo. Nah, nama tercantum. Sebagai Ketua Dewan Pengawas YPP. Selain , KH Said Aqil Siroj juga tertulis sebagai Ketua Pembina YPP. Sedang Hary Tanoe ketua umum YPP.

mengaku dilema. Banyak komentar negatif. Maka mengundang keluarga (dzurriyah), kiai dan alumni . Minta pendapat.

Pertemuan dimulai. “Tapi sebelum yang lain, saya minta pendapat Dik Mas’ud dulu,” kata . Tentu saja saya kaget. Gelagapan. “Bagaimana pendapat yang berkembang di masyarakat,” tambah .

Saya menduga. Saya diminta pendapat pertama karena saya praktisi media. Jujur, saya grogi. Apalagi di hadapan para dzurriyah. Yang saya ta’dzimi. Juga para kiai. Yang rata-rata sepuh.

Memang selintas hati bangga. Karena percaya kepada saya: santrinya. Saya merasa mendapat kehormatan. Tapi kecanggungan saya tak bisa saya tutupi.

Dengan penuh tawaddlu. Saya pun bicara. “Ngapunten Gus. Sebenarnya saya tak pantas. Bahkan saya grogi berpendapat pertama. Tapi karena jenengan mempersilakan, maka bagi saya ini sama dengan perintah,” kata saya. Suara parau.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO