BangsaOnline-Hukum mengucapkan selamat hari
Natal bagi setiap muslim tidak bisa diseragamkan karena hukum suatu
perbuatan bisa berbeda antara satu orang muslim dengan orang muslim
lainnya lantaran perbedaan keadaannya dan situasinya. Artinya, tidak
mutlak haram. Menjadi berhukum boleh apabila diniatkan untuk menunjukkan
keutamaan ajaran Islam dari sisi akhlak.
“Dan tidak diiringi
keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islamiyah, sedangkan ucapan
tersebut ditujukan kepada orang yang memiliki kedekatan seperti saudara
atau rekan bisnis yang juga menghormati umat Islam. Dalam situasi
sebaliknya hukum mengucapkannya bisa berhukum haram,” kata Rais Syuriah
PBNU KH Ahmad Ishomuddin kepada NU Online melalui surat elektronik, Sabtu (20/12).
Kiai asal Lampung ini berpandangan, mengucapkan selamat hari Natal bagi seorang muslim adalah persoalan ijtihadiyyah,
karena tidak terdapat teks al-Qur'an maupun al-Hadits yang secara tegas
melarangnya. Oleh karena itu, wajar jika kemudian masalah ini setiap
masa menjadi objek perbedaan pendapat.
Pro-Kontra Ulama
Ia
memaparkan, pada suatu masa ketika saling berperang antara sebagian
umat Islam dan kaum Nasrani maka ulama menyepakati keharaman mengucapkan
selamat hari Natal, seperti pada masa Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah. Sedangkan pada masa-masa damai di mana umat Islam
dan non muslim hidup berdampingan saling menghormati maka wajar juga
jika banyak fatwa yang menyatakan boleh sekadar mengucapkan selamat hari
Natal.
Perbedaan pendapat hasil ijtihad di kalangan para ulama
dalam persoalan tersebut tidak saling menggugurkan ijtihad ulama
lainnya. Oleh karena itu, seorang muslim wajib mengedepankan akhlak yang
mulia dengan menghormati pendapat ulama yang berbeda dari pendapatnya.
“Tidak
perlu melontarkan pernyataan yang tidak santun kepada ulama lain saat
tidak menyetujuinya karena merasa pendapatnya saja yang benar,” tutur
Kiai Ishom di akun facebooknya, Selasa (16/12).
Sebagian ulama
terdahulu seperti Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah melarang
atau mengharamkan ucapan selamat hari Natal. Pendapat tersebut antara
lain diikuti oleh tokoh-tokoh Wahhabi seperti al-Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, al-Syaikh Utsaimin, al-Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil dan
lain-lain yang masing-masing memfatwakan keharamannya.
Mereka
yang mengharamkannya, demikian Kiai Ishom, beralasan karena dengan
mengucapkan selamat hari Natal berarti turut mensyi'arkan agama mereka,
padahal Allah tidak meridlai para hamba-Nya yang kafir, sedangkan
mengucapkan selamat hari Natal berarti tasyabbuh (menyerupai)
orang-orang Nasrani yang hukumnya juga haram.
Sebaliknya sangat
banyak ulama yang menyatakan hukum al-ibahah (kebolehan) mengucapkan
selamat hari Natal dengan alasan antara lain karena tidak ada satupun
dalil yang melarangnya dan sekedar mengucapkan selamat hari Natal itu
bukan berarti mengakui kebenaran aqidah agama Nasrani yang
berkonsekuensi membuat seorang muslim secara otamatis murtad (keluar
dari agama Islam).
“Sebagaimana mereka yang beragama Nasrani juga
tidak otomatis menjadi muslim saat sebagian mereka mengucapkan selamat
berlebaran kepada umat Islam,” terangnya sembari menjelaskan bahwa
mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Nasrani itu termasuk dalam
sikap saling berbuat kebaikan dalam pergaulan hidup bersama secara
damai.
Menurutnya, seorang muslim berkewajiban untuk bersikap
lebih santun dibandingkan dengan siapapun dari nonmuslim, karena yang
demikian itu merupakan salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW,
yakni untuk menyempurnakan akhlak. Allah juga telah memerintahkan kepada
umat Islam agar mempergauli mereka dengan sebaik-baiknya
Kiai
Ishom lalu mengutip penggalan surat al-Mumtahanah ayat 8 yang artinya,
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil."
Yang terpenting harus dijaga bagi orang yang mengucapkan
selamat hari Natal adalah perlunya berniat untuk menampakkan citra
terbaik dari ajaran Islam kepada nonmuslim seperti kaum Nasrani dan
tidak ikut serta dalam rangkaian kegiatan pada hari Natal yang
bertentangan dengan aqidah islamiyyah.
“Saya mengimbau agar umat
Islam maupun umat Nasrani dapat hidup berdampingan secara damai, saling
hormat-menghormati sesuai batas ajaran agama masing-masing dan dalam
konteks kehidupan berbangsa wajib menjaga persatuan dan menghindarkan
segala sebab yang menimbulkan perpepecahan.
Kiai Ishom juga
menyebut sejumlah nama ulama yang memperkenankan ucapan selamat hari
Natal bagi seorang muslim, antara lain, al-Syaikh Muhammad Rasyid Ridla,
al-Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, Prof. Dr. Abdussattar Fathullah Sa'id,
al-Syaikh Musthafa al-Zarqa', Prof. Dr. Muhammad al-Sayyid Dusuqi,
al-Syaikh al-Syurbashi, al-Syaikh Abdullah bin Bayyah, al-Syaikh Farid
Muhammad Washil, al-Syaikh Ali Jum'ah, dan lainnya.
“Bagi yang
ingin meluaskan wawasan seputar masalah ini hendaknya berkenan membaca
dengan cermat fatwa yang dikeluarkan baik oleh ulama yang mengharamkan
maupun yang memperkenankan ucapan selamat hari Natal kepada kaum
Nasrani,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News