PASURUAN, BANGSAONLINE.com - Pengurangan kuota pupuk bersubsidi oleh pemerintah pusat secara langsung berdampak pada tata niaga pupuk, khususnya stok di kios resmi. Para petani di Pasuruan misalnya. Mereka yang akan melakukan pemupukan padi di masa tanam I kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalaupun ada, harganya di atas ketentuan HPP (harga pokok penjualan).
Kondisi ini menuai respons Wakil Ketua DPRD, Andri Wahyudi. Ia menilai Pemkab Pasuruan dalam hal ini Dinas Pertanian, lambat dalam menghadapi kelangkaan pupuk bersubsidi. Utamanya dalam mamasukkan data petani ke E-RDKK.
Baca Juga: Anggota Dewan ini Sebut Hortikultura Kabupaten Pasuruan Tak Kalah dengan Daerah Lain
"Kita menilai Pemkab lambat dalam menghadapi kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Pasuruan," cetusnya, Jumat (13/4).
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan Yetty Purwaningsih membenarkan bahwa alokasi kuota pupuk bersubsidi di Kabupaten Pasuruan pada tahun ini menurun hingga 50 persen. Di tahun 2019 lalu, kuota pupuk untuk Kabupaten Pasuruan sebanyak 36 ribu ton untuk jenis Urea. Sedangkan tahun 2020, hanya 18 ribu ton.
"Ini imbas dari kebijakan pengurangan kuota pupuk, kalau barangnya (pupuk bersubsidi) ada, kalau misalkan data petani tidak masuk di E-RDKK, sulit mendapat pupuk bersubsidi," jelas Yetty Purwaningsih.
Baca Juga: Berikut Langkah Wakil Wali Kota Pasuruan Jaga Ketahanan Pangan
Ia berharap, petani tidak hanya bergantung pada pupuk bersubdisi pada saat pemupukan. Menurutnya, para petani bisa menggunakan pupuk berimbang, sesuai aturan.
"Untuk luas lahan pertanian 1 hektare, petani hanya mendapatkan pupuk bersubsidi 2 sak. Kalau misalkan mereka ingin mendapatkan lebih tidak mungkin ada, karena jatah mereka sudah ditentukan sesuai data E-RDKK di kios atau agen," terangnya, Jumat (13/3). (bib/par/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News