TUBAN, BANGSAONLINE.com - Sejak Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan Darurat Kesehatan Publik untuk virus corona (covid-19).
Meski banyak yang telah dilakukan oleh pemerintah, namun ternyata kondisi ini tetap menimbulkan tekanan bagi masyarakat dan memicu permasalahan mental.
Baca Juga: Masyarakat Keluhkan Tingginya Denda Tilang yang Dijatuhkan PN Tuban, Tertinggi Rp750 ribu
Mengapa demikian?
Indartik, M.Psi, seorang Psikolog asal Rumah Sakit NU (RSNU) Tuban, memberikan jawabannya saat diwawancarai langsung oleh BANGSAONLINE.com, Minggu (5/4).
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat mendapatkan permasalahan dan tekanan mental selama Pandemi Covid-19 ini. Pertama, telah berubahnya pola hidup dan pola pikir akibat situasi sekarang ini. Semisal adanya karantina, WFH, dan anak-anak tiba-tiba belajar mandiri di rumah.
Baca Juga: Penyidik Satreskrim Polres Tuban Mulai Periksa Korban Dugaan Penggelapan Dana BMT AKS Bancar
"Melihat kondisi seperti itu maka membuat sebagian besar dari kita harus melakukan adaptasi," ujar Psikolog Klinis, Anggota HIMPSI Jawa Timur dan Anggota IPK Jawa Timur ini.
Tak hanya itu, adanya kecemasan seputar kondisi kesehatan seperti situasi ini ternyata berdampak dengan beberapa kasus psikosomatis. Seperti tiba-tiba merasa sesak napas tanpa sebab, setelah membaca berita mengenai gejala covid-19, panik ketika tiba-tiba batuk.
Selain itu, adanya rasa takut kehilangan nyawa diri sendiri dan orang yang dicintai. Apalagi jika anggota keluarga tinggal di beberapa daerah berbeda, adanya isu lockdown menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena terbatasnya akses untuk saling mengunjungi.
Baca Juga: Warga Resah Kawasan GOR Tuban Marak Aksi Maling Motor dan Helm
"Munculnya rasa takut jika ternyata menjadi ODP/PDP/Positif akan dikucilkan dari masyarakat. Serta ketakutan meninggal karena wabah ini sehingga proses pemakamam sesuai protokol," ungkap Indartik.
Psikolog lulusan Magister Unair Surabaya ini melanjutkan, saat ini juga banyak masyarakat yang muncul perasaan cemas berlebihan. Bahkan, mengarah pada rasa putus asa akibat ketidakpastian dan kecemasan yang terus menerus dalam banyak hal.
Seperti adanya kekhawatiran mengenai bagaimana mencukupi kebutuhan sehari-hari selama muncul kebijakan karantina, social distancing, lockdown, serta kecemasan mengenai penghasilan dan kestabilan finansial.
Baca Juga: Lewat Restorative Justice, Kejari Tuban Selesaikan Kasus Penganiayaan
Tak hanya itu, kondisi karantina membuat lebih sulit untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang terjadi sekarang. Karena orang memiliki lebih banyak waktu untuk mengakses berita dan fokus pada situasi saat ini dan masih banyak lagi. Selain itu, maraknya pemberitaan mengenai covid-19 ini juga menjadi pemicu munculnya kecemasan dan masalah mental lain pada beberapa orang.
Terutama, terkait isu lockdown, isolasi mandiri, WFH, belajar mandiri, berubahnya angka ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien dengan pengawasan), positif maupun angka kematian akibat Covid-19 yang muncul berkala. Ditambah lagi pemberitaan mengenai langkanya beberapa produk kesehatan maupun bahan pokok sampai dengan bahan pembuatan disinfektan dan sanitizer bergantian menghiasi media.
"Dan belum lagi beberapa pesan berantai yang tersebar melalui broadcast pada beberapa grup medsos menambah ramai pemberitaan mengenai Covid-19 ini," terang perempuan yang juga psikolog di klinik tumbuh kembang RSNU Tuban ini.
Baca Juga: Mediasi Gagal, Proses Hukum Kasus Perusakan Pagar Rumah Warga oleh Pemdes Mlangi Berlanjut
Melihat kondisi kecemasan di tengah pandemik virus Corona ini, Indartik menyarankan agar masyarakat dapat membentengi diri. Terlebih, tidak terbawa arus pemberitaan apalagi yang mengandung unsur hoaks. Ia menyarankan membaca berita yang sumber informasinya dapat dipercaya.
"Semisal situs resmi pemerintah serta organisasi kesehatan bisa menjadi alternatif tepat untuk memperoleh informasi. Batasi pencarian berita dan hindari paparan berita yang menyebabkan kecemasan. Tidak semua hal tentang Covid-19 kita harus tahu," sebutnya mencontohkan.
"Selain itu, fokuslah pada informasi tentang rencana dan langkah-langkah praktis melindungi diri sendiri dan keluarga. Jika mendapatkan berita yang menyebabkan kekhawatiran, cek ke situs berita resmi dari platform otoritas kesehatan resmi," imbaunya.
Baca Juga: Kades Temaji Dilaporkan ke Polisi
"Temukan hal-hal positif yang menumbuhkan rasa optimis melalui pemberitaan tentang cerita positif pasien yang berhasil sembuh, gambar positif atau apapun yang berhubungan dengan covid19," saran seorang Psikolog di Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga Kabupaten Tuban ini.
Di sisi lain, jika muncul keinginan untuk mengakses internet, ia meminta agar dialihkan untuk menjalin hubungan dengan keluarga atau teman yang tinggal berjauhan. Tujuannya, untuk menambah informasi di luar isu Covid-19, misalnya resep memasak, mencari ide permainan edukatif untuk anak, dan lain-lain
"Masyarakat harus tetap sehat mental di tengah kondisi seperti ini. Waspada boleh, panik jangan," timpalnya.
Baca Juga: Satreskrim Polres Tuban Tangkap Pelaku Pencurian Iphone, Ternyata Masih di Bawah Umur
Kata dia, bila terlalu stres psikologis, maka akan menyebabkan imunitas turun sehingga mudah terinfeksi. Beberapa langkah yang dianjurkan oleh Ikatan Psikolog Indonesai untuk tetap sehat mental di masa pandemi ini.
Di antaranya, menjaga asupan makanan dan cukup tidur, sehingga fungsi tubuh serta fungsi psikis berkenaan dengan tetap terjaga dengan baik. Tetap aktif bisa dilakukan dengan olah raga ringan, menjalankan rutinitas seperti keadaan non krisis dan tetap beraktivitas dengan tetap memperhatikan anjuran pemerintah.
"Perkuat hubungan dan dukungan sosial, social distancing bukan berarti memutus hubungan secara total. Anda bisa tetap terhubung dengan orang terdekat dengan memanfaatkan media teknologi komunikasi seperti telepon, video call, untuk bertukar kabar dan saling memberikan semangat dan memberikan dukungan satu sama lain," beber Indartik.
Baca Juga: PT TPPI Tuban Ajak Masyarakat Bebersih Pantai dan Bagikan 1.000 Bibit Pohon
Ia juga menyarankan agar masyarakat bisa membatasi melihat televisi dan media sosial. Sebab, banjirnya informasi dari berbagai media, jika tidak terkontrol akan mengganggu fungsi kognitif dalam pemecahan masalah. Selain itu, juga bisa mengganggu pengambilan keputusan serta menyebabkan kecemasan berlebihan.
"Dapatkan informasi dari sumber terpercaya. Terdapat beberapa situs resmi pemerintah dan organisasi profesi yang bisa diakses," imbuhnya lagi.
Saat pembatasan aktivitas di luar rumah, ia memberikan saran beberapa hal yang bisa dilakukan, yakni mengerjakan hal-hal yang dulu belum sempat dikerjakan. Semisal bersih-bersih rumah, bermain dengan buah hati, mendekatkan diri pada keluarga, membaca buku yang belum sempat terbaca, mengerjakan hobi yang sempat terhenti, mencoba resep masakah baru.
Selain itu, berusaha menemukan sisi positif dari peristiwa sekarang ini agar membuat masyarakat menjadi lebih tenang. Yakinkan diri sendiri dan orang-orang di sekitar bahwa bersama-sama akan mampu melewati situasi ini dan tidak sendirian.
"Di samping itu, gunakanlah waktu luang untuk mendekatkan diri pada Tuhan YME. Berbagi hal-hal yang positif, membangun impian yang positif, melatih emosi dengan mencari sisi positif dari situasi saat ini. Kemudian, memperkuat harapan dan optimisme bahwa pandemi ini akan berakhir dan lain-lain. Melakukan relaksasi di rumah juga akan membantu anda untuk meredakan tekanan emosional," paparnya
"Jika muncul gejala seperti perasaan tertekan, kecemasan berlebih, insomnia, dan lain-lain akibat kondisi pandemi sekarang ini, segera hubungi dan cari dukungan tenaga profesional seperti psikolog, psikiater ataupun tenaga profesional lain," tutup Indartik yang juga lulusan S1 Psikolog Universitas Negeri Semarang (Unes) tersebut. (gun/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News