Kewajiban Pengusaha, Hak Pekerja, dan Kewenangan Pemerintah dalam Membuat Peraturan Perusahaan

Kewajiban Pengusaha, Hak Pekerja, dan Kewenangan Pemerintah dalam Membuat Peraturan Perusahaan Syafiuddin, S.H.

Oleh: Syafi'uddin, S.H.*

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur menyebutkan, pada 2015 lalu di Kabupaten Tuban terdapat 199 perusahaan. Rinciannya, total tenaga kerja laki-laki berjumlah 5.310 orang, dan tenaga kerja perempuan berjumlah 8.930 orang.

Persaingan dalam dunia bisnis membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktifitas penciptaan produk. Terutama bidang jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan jasa dalam suatu perusahaan tidak terlepas dari eksistensi pekerja. Hak-hak pekerja seringkali terabaikan oleh Perusahaan karena mereka ingin meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.

Perusahaan membuat peraturan perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya. Peraturan Perusahaan dan pekerja atau buruh saling berkaitan satu sama lain. Namun, posisi tawar bagi pekerja dalam suatu peraturan perusahaan seringkali lemah. Pekerja hanya dijadikan subjek untuk selalu mentaati peraturan perusahaan. Namun, pada sisi lain pengusaha menjadikan peraturan perusahaan sebagai tameng dalam menghadapi tuntutan-tuntutan dari pekerja/buruh.

Di sisi lain sebaiknya pengetahuan pekerja/buruh tentang peraturan perusahaan perlu ditingkatkan. Terutama, yang berkaitan dengan hak dan kewajiban antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Peraturan Perusahaan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Mulai dari tata cara pembuatan, tata cara pengesahan, jangka waktu hingga pemberlakuannya.

Keseimbangan hak dan kewajiban antara Pengusaha/Pemberi kerja dengan Pekerja/Buruh sangat diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

Pengertian peraturan perusahaan menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 orang wajib membuat peraturan perusahaan, yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.

Namun, kewajiban tersebut tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama (Pasal 108 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Peraturan ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pengesahan peraturan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah karena berkaitan dengan kewenangan pemerintah.

Pasal 109 jo Pasal 111 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa: Peraturan Perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan. Namun, Ketentuan di dalamnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan sekurang-kurangnya memuat:

a. hak dan kewajiban pengusaha;

b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;

c. syarat kerja;

d. tata tertib perusahaan; dan

e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan, Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan. Dalam waktu paling lama 14 hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima, pengusaha wajib menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 112 ayat 3 dan 4 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Dalam hal pengusaha tidak menyampaikan kembali peraturan perusahaan yang telah diperbaiki, maka proses pengesahan dimulai dari awal (Pasal 9 ayat (3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014).

Ketentuan mengenai Peraturan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 7 ayat (1) Permenaker 28 Tahun 2014 menyebutkan bahwa pengesahan peraturan perusahaan dilakukan oleh:

a. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (“SKPD”) bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya dalam satu wilayah kabupaten/kota;

b. Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi;

c. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (“Direktur Jenderal”), untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari satu provinsi.

Pada tahap pengesahan peraturan perusahaan, Pengusaha harus mengajukan permohonan pengesahan yang dilengkapi dengan:

a. Naskah peraturan perusahaan yang telah ditandatangani oleh pengusaha; dan

b. Bukti telah dimintakan saran dan pertimbangan dari serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh apabila di perusahaan tidak ada serikat pekerja/serikat buruh.

(Pasal 8 ayat (1) dan (2) Permenaker 28 Tahun 2014)

Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya buruh/pekerja harus dimintai saran dan pertimbangan dalam proses pembuatan peraturan perusahaan.

Kewenangan Pemerintah terkait dengan Peraturan Perusahaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang tersebut membagi urusan pemerintahan bidang tenaga kerja menjadi 4 (empat) sub bidang, yaitu pelatihan kerja dan produktivitas tenaga kerja; penempatan tenaga kerja; hubungan industrial; dan pengawasan ketenagakerjaan. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang berbeda dalam melaksanakan urusan pemerintahan bidang tenaga kerja.

Pada sub bidang hubungan industrial, terkait dengan Peraturan Perusahaan dan perjanjian kerja bersama. Pemerintah pusat berwenang untuk mengesahkan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang mempunyai wilayah kerja lebih dari 1 (satu) daerah provinsi. Pemerintah daerah provinsi berwenang untuk mengesahkan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang mempunyai wilayah kerja lebih dari 1 (satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berwenang untuk mengesahkan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota.

Apabila ketentuan Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dikombinasikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka kewenangan pengesahan Peraturan Perusahaan yang beroperasi di dalam wilayah Kabupaten Tuban berada pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Tuban.

Peraturan perusahaan yang tidak disahkan oleh pemerintah tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Pengusaha yang tidak mengajukan pengesahan terhadap peraturan perusahaan miliknya kepada Pemerintah Daerah setempat sesuai dengan wilayah operasional perusahannya, dapat mengakibatkan pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- dan paling banyak Rp. 50.000.000,-. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana pelanggaran (Pasal 188 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003).

Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa Peraturan Perusahaan berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbarui setelah habis masa berlakunya. Perusahaan dapat mengubah Peraturan Perusahaan asalkan hal tersebut telah disepakati oleh para pekerja/buruh dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan perusahaan yang dibuat secara sepihak tanpa melibatkan buruh/pekerja dan diberlakukan oleh perusahaan tanpa adanya pengesahan, seringkali menimbulkan perselisihan hubungan industrial.

Pada pencegahan dan penyelesaian hubungan industrial Pada sub bidang pengawasan ketenagakerjaan, pemerintah pusat berwenang untuk menetapkan sistem pengawasan ketenagakerjaan dan mengelola tenaga pengawas ketenagakerjaan, sementara kewenangan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan berada di Pemerintah Provinsi.

Pengawasan ketenagakerjaan pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal dapat dilakukan melalui unit monitoring dan pengendalian ataupun badan pengawas Perusahaan. Pengawasan Eksternal dapat dilakukan oleh DPRD, LSM, masyarakat, dan atau dinas terkait.

Pekerja/buruh harus senantiasa berperan aktif di dalam pembuatan peraturan perusahaan agar peraturan perusahaan yang terbentuk tidak berat sebelah dan tidak merugikan hak-hak pekerja/buruh. Wahai pekerja, gunakan hak bersuara anda pada saat dan dengan cara yang tepat.

*Penulis merupakan Alumni Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang, Alumni Fakultas Hukum Undip 2003, Sekretaris Fraksi PKB DPRD Tuban.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO