BangsaOnline - Api atau al-nar merupakan materi panas yang menjadi bahan dasar terciptanya Iblis atau kawanan Jin. Oleh mereka, api dipahami sebagai materi paling mulia sehingga dirinya merasa lebih mulia dibanding semua ciptaan.
Bagi mereka, kemuliaan ada pada bahan dasar, bukan pada prestasi ketaqwaan. Di sinilah, lalu Iblis selalu meniupkan sifat elitis kepada anak manusia yang merasa punya nasab tinggi.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Iblis terus membisikkan, bahwa keluhuran keturunan itu bagian dari kemuliaan yang diberikan Tuhan. Bisikan itu benar, tapi mengandung tipuan.
Bila seseorang waspada dan berpegang pada prinsip kemuliaan itu ada pada prestasi taqwa, bukan pada garis keturunan, maka dia selamat.
Tapi, kebanyakan mereka terbuai dan menikmati nikmatnya jadi elitis. Maka jangan heran ada anak bangsawan yang merasa lebih tinggi kastanya ketimbang anak orang biasa. Jangan heran bila ada habib yang memanfaatkan nama besar kakeknya (Nabi Muhammad SAW) untuk kepentingan duniawi, meski dalihnya shalawatan. Juga jangan heran bila ada gus yang hobi dudang-duding dan suka dicium tangannya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Teori Shalahiyah dan Ashlahiyah pada Putusan MK Terkait Batas Usia
Begitulah, sesuai kodratnya, maka daya goda Iblis berorientasi pada yang panas-panasan, yang emosi-emosian, yang nafsu-nafsuan.
Namanya nafsu, pastilah merangsang dan sangat gairah di awal mula, tapi berujung sengsara di akhirnya. Nafsu seksual, zina dan semua hubungan bebas, pastilah merangsang dan menggairahkan pada awal kali, tapi pasti buruk di akhir nanti. Nafsu politik, kekuasaan sebangsanya, pasti gairah dan siap berkorban apa saja. Saat itulah Iblis terus mendampingi dan menguasai. Islam tidak melarang seseorang meraih amanat, tapi ada etika yang mesti dipatuhi.
Kini giliran Adam yang dicipta dari tanah liat. Malaikat membaca sifat tanah terdepan adalah perusak. Itu benar. Silakan tanam benda-benda alami di dalam tanah, lama-lama pasti hancur dan terkikis.
Baca Juga: Profil HARIAN BANGSA, Koran Lokal Jawa Timur, Kiai Jadi Pelanggan Setia Sejak Terbit Perdana
Meski begitu, Malaikat tetap mau bersujud kepada Adam. Ketulusan malaikat itu bukan karena memandang Adam lebih mulia ditinjau dari bahan dasar, melainkan murni karena perintah Tuhan belaka. Andai Tuhan tidak menyuruh, pastilah mereka tidak bersujud.
Bahan dasar lainnya adalah air. Air hanya mau begabung dengan tanah, lalu menjadi tanah liat yang legit dan membasah. SIngkatnya, ada tiga bahan dasar, yakni air, tanah dan api. Bahan-bahan ini ada kaitannya dengan piranti agama terkait syari'ah thaharah atau bersuci.
Pertama, air. Telah maklum bahwa air adalah energi dan sumber segala kehidupan. semua sisi kehidupan membutuhkan air. Termasuk bersuci dalam ibadah, baik bersuci dari najis maupun dari hadas.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Tentukan Hak Asuh, Nabi Sulaiman Hendak Potong Bayi Pakai Golok
Kedua, tanah. Tanah bisa dipakai untuk bersuci saat emergensi dan itulah Tayammum. Tayammum adalah rukhshah, servis kemudahan yang disediakan Tuhan demi tetap terlaksananya ibadah secara mudah. Malah lebih mudah dan lebih sederhana ketimbang bersuci pakai air.
Tidak semua aturan dalam wudhu dipakai dalam tayammum. Cukup diusapkan ke bagian wajah dan dua tangan secara ringan, sekedar formalitas, tidak usah rata, apalagi ditekan-tekan atau diulang-ulang.
Tanah juga bisa dipakai untuk mensucikan benda dari najis. Seperti batu kering untuk mebersihkan daerah seputar dubur setelah buang air besar.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tanah juga bisa dipakai mensucikan najis lain. Seperti sandal yang terkena kotoran, lalu dipakai berjalan di atas tanah kering hingga bersih tak berbekas. Sandal anda menjadi suci. Tak apa-apa dipakai masuk masjid, tapi anda akan dikaploki pengurus takmir karena tidak sopan, bukan karena najis.
Ketiga, api. Api termasuk bahan bersuci, bisa mensucikan najis, sama dengan panas matahari. Kulit bangkai ternak yang dijemur di terik matahari atau dipanasi pakai api hingga kering tanpa bau, maka suci jadinya, walau tidak disamak seperti tuntutan dalam fikih kita.
Di tanah ada kotoran ayam, lalu mengering oleh terik matahari hingga tanpa bau, maka suci dengan sendirinya. Boleh shalat di situ dan shalat anda shah. Begitu menurut pandangan al-imam Abu Hanifah. (Rahmah al-Ummah fi Ikhlilaf al-A'immah: I/5).
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Dasar pandangan ini adalah filosofis api neraka. Api neraka bisa membakar dosa-dosa yang telah diperbuat oleh anak manusia ketika di dunia. Dosa-dosa itu dibersihkan di neraka pakai api dan setelah bersih, barulah dipersilakan masuk surga. Tapi kalau berwudhu pakai api gimana? Wallahualam
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News