SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menanggapi perubahan beberapa pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 lalu.
Anggota KPPU dan Juru Bicara Komisi, Guntur Syahputra mengharapkan UU Cipta Kerja dapat memberikan kemudahan berusaha bagi pelaku usaha dalam melakukan investasi sekaligus meningkatkan kualitas penegakan hukum persaingan di Indonesia.
Baca Juga: Buruh di Bogor Keluhkan UU Ciptaker, Begini Janji Anies bila Menang Pilpres 2024
Perubahan beberapa pasal dalam UU 5/1999 tersebut diatur dalam Bab VI tentang Kemudahan Berusaha, bagian 11 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pasal 118. Perubahan tersebut secara garis besar meliputi perbaikan upaya keberatan dan penegasan aspek sanksi dalam hukum persaingan usaha.
Ada empat hal yang diubah di antaranya, perubahan upaya keberatan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga, penghapusan jangka waktu penanganan upaya keberatan oleh Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung, penghapusan batasan denda maksimal dan penghapusan ancaman pidana bagi pelanggaran perjanjian atau perbuatan atau penyalahgunaan posisi dominan.
"Hal pertama terkait perubahan upaya keberatan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga. KPPU menilai ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembuktian di pengadilan, karena hakim di Pengadilan Niaga umumnya telah terbiasa berurusan dengan aspek bisnis atau komersil," paparnya saat diskusi virtual.
Baca Juga: Pantauan KPPU Jelang Ramadhan 2023, Harga Cabai di Jawa Timur Meroket
Hal ini tentunya memberikan keuntungan bagi pelaku usaha dalam memberikan argumen yang lebih kuat dalam pengadilan. Meski menimbulkan biaya tambahan, karena terbatasnya Pengadilan Niaga, namun bisa diatasi dengan persidangan online.
Hal kedua, penghapusan jangka waktu pembacaan putusan keberatan dan kasasi. Dikhawatirkan berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha namun hal ini akan diatur Mahkamah Agung. Saat ini upaya keberatan masih menggunakan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan KPPU.
Hal ketiga, penghapusan batasan denda maksimal. KPPU tentu masih menunggu bagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah nantinya, sebagai tindak lanjut perubahan dalam UU 11/2020. Sejauh ini, KPPU sendiri telah memiliki pedoman pengenaan denda melalui Peraturan KPPU No. 4/2009 tentang Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 UU No. 5/1999, salah satu aspek yang dipertimbangkan KPPU dalam pengenaan denda adalah persentase dari perputaran perusahaan.
Baca Juga: Sidak Pasar Wonokromo, KPPU Dapat 2 Temuan
Hal terakhir, terkait penghapusan ancaman pidana atas bentuk pelanggaran praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pidana tetap dapat dikenakan atas pelaku usaha yang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan, serta bagi pelaku yang menolak melaksanakan Putusan KPPU. Penegasan ini membantu KPPU sangat terbantu.
Memerhatikan perkembangan tersebut, hari ini KPPU telah bertemu dengan Mahkamah Agung dan dalam waktu dekat dengan Pemerintah untuk memberikan masukan atas penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan UU 11/2020.
"KPPU berharap berbagai peraturan tersebut disusun dengan mengedepankan keseimbangan antara peningkatan kemudahan berusaha pelaku usaha dalam melakukan investasi dengan penegakan hukum persaingan yang berkualitas dalam upaya penciptaan persaingan usaha yang sehat di Indonesia," pungkasnya. (diy/ian)
Baca Juga: Kanwil IV KPPU Sampaikan 2 Isu Terbaru di Awal 2023
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News