BangsaOnline - "Illa 'ibadak minhum al-mukhlashin" (40). Iblis dan kroninya telah bekerja keras menjerumuskan anak Adam dengan tehnik Tazyin dan Ighwa' seperti sudah tertutur sebelumnya. Umumnya anak Adam terpedaya dan jatuh dalam perangkap Iblis, kecuali hamba Allah yang ikhlas.
Ada dua qira'ah pada kata ini : Pertama, al-mukhlashin (huruf Lam dibaca fathah), begitu kebanyakan qari' Madinah dan Kufah membacanya dan kedua, "al-mukhlishin" (huruf Lam dibaca kasrah), bacaan selain mereka.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Gunung-Gunung Ikut Bertasbih
Perbedaan bacaan itu tidak berefek signifikan terhadap perubahan makna. Mukhlas, artinya orang yang diberi kemampuan berikhlas oleh Allah, sehingga semua gerak dan ibadahnya murni untuk Allah semata. Sedangkan makna "Mukhlis" yaitu orang yang melakukan ikhlas beribadah, berusaha bisa seikhlas mungkin hanya untuk Allah semata, lain tidak.
Ikhlas adalah nilai tertinggi dalam ibadah dan diburu sejak nabi-nabi terduhulu.
Kaum Hawariyun, sahabat pilihan nabi Isa A.S. pernah bertanya: ''Wahai utusan Tuhan, ajari kami, ikhlas itu gimana?"
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Nabi Daud Melahirkan Generasi Lebih Hebat, Bukan Memaksakan Jabatan
Nabi Isa A.S. menjawab: "Ketika hati kalian sunguh tidak suka dipuji oleh orang lain atas amal yang anda lakukan, maka itu tanda anda telah berbuat ikhlas". Begitu Abu Tsumamah meriwayatkan.
Seorang teman bertanya tentang dua hal yang umum ditanyakan orang, yakni soal ikhlas dalam beramal dan soal khusyu' dalam shalat. Penulis menjawab, tidak perlu kalian mencari resep atau tehnik ndakik-ndakik, lakukan saja, latih saja, paksa saja. Anda ingin shalat khusyu'?, ya khusyu'-khusyu'kan sebisa-bisanya. Meski tetap tidak bisa khusyu', ya terus saja dipaksa dan dikhsuyu'-khusyu'kan.
Begitu pula ikhlas, ya dikhlas-ikhlaskan, dilatih terus, dipaksa terus dan lama-lama pasti meningkat dan terus meningkat. Karena tidak mungkin kita bisa khusyu' total atau ikhlas total. Jangan bermimpi bisa ikhlas, bisa shalat khusyu' dadakan. Khusyu' dan ikhlas itu ibarat harta kekayaan, tidak ada batas topnya, tapi ada hitungannya.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: 70 Persen Hakim Masuk Neraka
Seorang sufi kesulitan mendefinisikan ikhlas, lalu membuat tesis balik, "al-ikhlas tark al-ikhlas fi al-ikhlas".
Ikhlas sejati itu meninggalkan ikhlas dalam keikhlasan. Saat kita tidak merasa apa-apa, tidak merasa berbuat baik, tidak merasa beramal apa-apa, hati lepas dan blank, itulah hakekat ikhlas.
Induk ayam yang bertelor dan dibiarkan begitu saja tanpa mempersoalkan dimanfaatkan oleh siapa atau kemana. Pokoknya bertelor dan bertelor, titik. Itulah ikhlas yang diajarkan ayam kepada kita. Ayam, sungguh guru sufi bidang keikhlasan yang perlu kita diteladani. Dirawat, bertelor dan tidak diberi makanpun tetap bertelor.
Baca Juga: Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Life Begins at Fourty
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News