Ngelurug DPRD, MUI dan Ansor Jember Tolak Keras Tes Keperawanan Sebagai Syarat Kelulusan

JEMBER (BangsaOnline) - Sejumlah organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan, meliputi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember dan GP Ansor Jember, melurug gedung DPRD Kabupaten jember, tadi siang (09/2).

Kedatangan mereka untuk mempertanyakan wacana yang dilontarkan anggota Dewan, terkait Peraturan Daerah (Perda). Pasalnya, dalam perda yang diwacanakan itu, ada klausul yang mengatur keperawanan sebagai syarat khusus kelulusan Siswi.

Baca Juga: Tembakau Vagina asal Senegal, Bisa Jadikan Berasa Perawan, Mau Coba?

Ketua MUI Jember, Prof, Halim Subahar menjelaskan, itu dilakukan jika ada alasan darurat.

"Semisal begini, ketika ada oknum yang tertangkap tangan melakukan zina, namun tidak mengaku, barulah tes itu bisa dilakukan", jelasnya.

Namun kalau menjadi syarat dalam menentukan kelulusan siswi menjelang UNAS, MUI sangat tidak sepakat. Tindakan itu, Halim melanjutkan, merupakan serangan seksual yang merendahkan derajat martabat manusia, dan bentuk diskriminatif terhadap perempuan.

"Selain itu kegtiatan itu Jelas-jelas bertentangan dengan Alqur’an dan hadist, serta Ijma’ ulama yang menyerukan kepada manusia untuk menutupi aibnya".katanya

Apalagi, jika dilihat dari presfektif kesehatan, keperawanan tidak hanya hilang akibat hubungan seksual. Melainkan, bisa diakibatkan oleh olahraga, kecelakaan dan aktivitas dberat lainnya. Sehingga, Halim menegaskan, jika perda itu direalisasikan, maka DPRD Jember telah mengingkari jaminan konstitusi hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan serta perlindungan.

Lebih jauh Halim menjelaskan, masih banyak cara yang dilakukan agar anak bangsa tidak tergerus degradasi moral. Diantaranya memberikan spirit agama yang kuat terhadap anak sejak dini, serta pengawasan orang tua dan guru di maksimalkan.

Baca Juga: Kehilangan Keperawanan dalam Petualangan Seks Threesome

"MUI lebih sepakat jika dilakukan tes narkoba, serta penegakaan Perda tentang penyelenggaraan perda tahun 2007", lanjut Halim.

Sementara itu Ayub Junaidi selaku pimpinan, mengaku sangat kaget saat mendengar berita di sejumlah media adanya wacana sebagai syarat kelulusan Ujian Nasional yang diusulkan 2 anggota Dewan. Bahkan, wacana itu akan digulirkan dalam sebuah Raperda Akhlakul Karimah.

Menurutnya, wacana yang digulirkan oleh anggotanya tadi bukanlah wacana dari DPRD Jember secara kelambagaan. Sebab, berdasarkan Permendagri nomor 1 tahun 2014, dalam pengajuan sebuah perda ada prosedur yang harus ditaati. Proses yang harus dilalui sangat panjang, meliputi pengajuan Program Legeslatif Daerah (Prolegda), setelah itu akan dibahas oleh Pansus, baru disetujui atau tidak dalam sidang Paripurna.

"Tidak asal-asalan mengusulkan wacana yang kontroversi seprti itu".Tandasnya.

Untuk itu, atas nama Pimpinan DPRD Jember Ayub secara langsung meminta maaf kepada masyarakat Jember atas statement dua nggota legeslatif yang kontrofersi. Di beritakan sebelumnya, untuk melindungi anak bangsa dari pengaruh pergaulan bebas, 2 anggota DPRD Kabupaten Jember, Isa mahdi dan Mufti Ali mengusulkan adanya Perda Akhlakul Karimah. di dalam perda itu berisi sebagai syarat kelulusan bagi siswi yang mengikuti UN. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO