PASURUAN, BANGSAONLINE.com – Kantor Satpol PP Kabupaten Pasuruan digeruduk sejumlah aktivis LSM, Senin (28/12). Kedatangan mereka mendesak ketegasan penegak perda tersebut dalam menyikapi tempat-tempat hiburan ilegal dan praktik prostitusi di Kabupaten Pasuruan.
Menurut Direktur LSM Pusaka, Lujeng Sudarto, banyak tempat hiburan di Kabupaten Pasuruan yang berdiri secara ilegal. Tempat-tempat karaoke itu dikemas berkedok kafe serta restoran untuk mengelabui petugas.
Baca Juga: PT BKP Dilaporkan Soal Proyek Gedung BPBD Pasuruan, Lujeng: Lelang Sudah Sesuai Prosedur
Ia mencontohkan kasus Cafe Meiko di Pandaan yang disegel Satpol PP lantaran menyalahi izin dengan menyediakan sarana karaoke. Lujeng mengatakan, masih banyak cafe serupa lainnya yang harus ditindak tegas oleh aparat, seperti di bypass Pandaan, bypass Gempol, ataupun di wilayah Tretes, Kecamatan Prigen.
“Kami memandang, pemkab gamang. Tidak mengeluarkan izin tapi seolah membiarkan ini bermunculan. Akibatnya, tempat-tempat hiburan ilegal bermunculan. Dampaknya, menjadi ajang pungli bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab,” bebernya.
Menurut Lujeng Sudarto, pungli bukan rahasia umum lagi dari oknum TNI, Polres, dan LSM Pasuruan. Bahkan ada oknum wartawan juga berani minta uang pungli ke bos kafe dan germo untuk 'pengamanan'.
Baca Juga: Gertap Laporkan Kades ke Bawaslu, Diduga Ikut Kampanye dan Distribusikan APK Salah Satu Paslon
Ia pun mendesak ketegasan Pemkab Pasuruan, agar melakukan penutupan secara menyeluruh terhadap cafe yang menyalahi aturan. Kalaupun tidak mampu, sebaiknya izin tempat karaoke bisa dipermudah.
“Kalau memang berniat menutup, tutup sekalian. Tidak boleh buka. Dan diberlakukan untuk semua. Kalau tidak mampu, permudah izinnya. Sebab, mereka-mereka ini kan juga butuh makan. Jangan sampai memicu munculnya pungli hingga pemalakan oleh oknum,” timpalnya.
Begitu pun dengan praktik prostitusi di wilayah Tretes, Prigen. Menurutnya, pemkab selalu menyampaikan kalau tidak ada prostitusi di Prigen. Namun kenyataannya, kawasan setempat rutin dirazia.
Baca Juga: Lujeng Soroti Kredibilitas Lembaga Survei Pilkada 2024 di Kabupaten Pasuruan
"Parahnya, hanya satu hingga dua wisma yang disisir. Sementara kenyataan di lapangan, banyak wisma yang berdiri. Banyak PSK yang beroperasi di sana. Sementara, yang ditangkap hanya 20 orang. Ini bagaimana?,” cetusnya.
"Seharusnya kalau niat kawasan Tretes ditutup untuk praktik prostitusi, harus ditutup maksimal. Tidak boleh ada praktik prostitusi berjalan. Jika tidak, sekalian dilegalkan. Jangan gamang. Harus ada ketegasan dan kejelasan. Supaya, tidak memunculkan tindakan ilegal-ilegal lainnya,” imbuh Lujeng.
Hal senada disampaikan Solikhin, aktivis lainnya. Ia mengungkapkan bahwa praktik transaksional sudah menjadi rahasia umum di wilayah Tretes. Bahkan, melibatkan oknum-oknum petugas. Termasuk diduga melibatkan oknum di lingkungan Satpol PP Kabupaten Pasuruan.
Baca Juga: Kinerja Buruk, Kepala Desa Kawisrejo Pasuruan Didesak Mundur
“Bahkan ada yang dijatah per bulan hingga belasan juta, tapi masih tetap dirazia. Ini kan ironis,” tukasnya.
Sementara Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan, Bakti Jati Permana saat dikonfirmasi mengatakan, selama ini pihaknya sudah berusaha untuk memberangus masalah prostitusi di wilayah Tretes dengan rutin melakukan operasi pekat.
“Kalau ada oknum, memang kami akan bersih-bersih di internal. Kalau misalkan ada yang setor ke oknum, itu salahnya sendiri. Karena kami tetap, akan operasi,” jelasnya.
Baca Juga: Tak Dukung Lingkungan Hidup, Lujeng Pertanyakan Visi 2 Paslon Pilbup Pasuruan 2024
Menurutnya, Pemkab Pasuruan tidak pernah membuka kawasan prostitusi sehingga tidak ada yang harus ditutup. Termasuk di wilayah Tretes. “Karena memang tidak dilegalkan. Jadi, operasi dilakukan,” imbuhnya.
Kesulitan mengoperasi wisma-wisma di wilayah setempat, menurutnya, lantaran rata-rata pintu-pintu wisma telah dimodifikasi. Sehingga ketika petugas datang untuk melakukan penggerebekan, mereka langsung melakukan penutupan.
"Sementara, kami tidak bisa melakukan pendobrakan lantaran hal itu bisa menyalahi aturan," ujarnya.
Baca Juga: Pemilik Kafe di Ruko Gempol 9 Keluhkan Pungutan Rp80 Ribu per Hari, Minta Pertanggungjawaban
Terkait Cafe Meiko di Pandaan, ia menjelaskan penyegelan dilakukan karena tempat itu menyalahi izin. Bakti mengatakan, IMB yang dimiliki Cafe Meiko merupakan perdagangan. Hanya saja, beberapa penyewa menggunakan hal lain, seperti untuk tempat karaoke.
“Yang bisa kami lakukan, penindakannya berupa tipiring. Karena yang dipersoalkan, usahanya tidak sesuai dengan peruntukannya,” ulasnya. (afa/par/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News