SURABAYA (BangsaOnline) - Sejumlah warga Pegirikan, Kecamatan Semampir mendatangi gedung DPRD Surabaya, kamis (12/2). Mereka mendesak agar Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirikan segera ditutup.
Salah satu warga Thoyib menuturkan, warga selama ini sudah cukup sabar terhadap RPH yang ada di sekitar daerah mereka. Yang lebih parah, RPH tersebut ternyata juga menjadi tempat pemotongan dan penginapan babi.
Baca Juga: MK Bakal Gelar RPH Sidang Sengketa Pilkada Gresik, Pemohon dan Termohon Yakini Dalil Mereka Diterima
“Kita inginkan tidak ada babi yang disembelih lagi di sana. Kami tidak butuh solusi jangaka pendek, masyarakat ingin selamanya,” tegas Thoyib, Kamis (12/2).
Menurut Thoyib, ada beberapa alasan kenapa warga menolak pemotongan babi. Selain dilarang oleh agama, daging babi juga ternyata tidak sehat bagi tubuh orang yang mengkonsumsinya.
“Kami tidak butuh RPH babi dan daging babi,” tandasnya.
Baca Juga: Ada 439.974 Hewan Kurban di Idul Adha 1443 H, Khofifah: Animo Warga Jatim Berkurban Sangat Tinggi
Menanggapi permintaan warga, Wakil Ketua Komisi C (pembangunan) DPRD Surabaya Buchori Imron meminta agar pemerintah kota segera menjadwalkan penutupan RPH Pegirikan. Menurutnya, langkah tersebut sudah mendesak dan harus segera dilaksanakan.
“Bappeko (badan perencanaan pembangunan kota) harus segera membuatkan jadwal kapan akan ditutup,” pinta Buchori Imron.
Terkait RPH Pegirikan yang telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya, politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini tidak terlalu memikirkannya. Menurut dia, kepentingan warga sekitar harus lebih diutamakan.
Baca Juga: Tarif RPU Dinilai Kurang Kompetitif, Pemkab Sidoarjo Bakal Ajukan Perubahan Perda
“RPH itu kan sudah dibangun sejak zaman belanda. Dulu memang tidak ada masalah. Tapi kalau sudah menjadi kota seperti sekarang ya tidak baik. Baru kali ini ada RPH di tengah kota,” tandasnya.
Sementara Dirut Keuangan dan Administrasi RPH Pegirikan, Miftahul Hori menyatakan, terkait keberadaan sarana pemotongan babi di Rumah Potong Hewan Pegirikan, itu hanya melaksanakan aturan yang ada dalam Peraturan Daerah (Perda).
“Kita ini ibarat sopir. Artinya kita hanya mengikuti aturan yang ada dalam Perda. Kalau memang dilarang, ya perdanya dulu yang harus dirubah,” jelas Miftahul Hori.
Baca Juga: Operasikan RPH Modern, Bupati Tuban: Semoga Mendongkrak Ekonomi Masyarakat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News