Copy Surat BPOM Bocor ke Medsos, Vaksin Nusantara Dihambat?

Copy Surat BPOM Bocor ke Medsos, Vaksin Nusantara Dihambat? Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGNSAONLINE.comVaksin impor membanjiri nusantara. Terutama vaksin untuk Covid-19. Maka ketika lahir – karya anak bangsa – rakyat Indonesia bangga. Apalagi jauh lebih murah. Maklum, rakyat sudah lama lelah. Terus-menerus tergantung pada negara lain.

Tapi untuk mewujudkan “vaksin nasionalis” itu tak mudah. Bahkan vaksin hasil jerih payah dr Jenderal Terawan dan tim itu kini mulai tersendat. Sengaja dihambat?

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Silakan simak tulisan Dahlan Iskan. Tulisan wartawan kawakan itu, pagi ini, Jumat, 12 Maret 2021, dimuat DISWAY dan HARIAN BANGSA,

Tulisan yang judul aslinya “Vaksin Itu” tersebut kami turunnkan untuk pembaca BANGSAONLINE.com. Selamat membaca:

SURAT itu rahasia. Terlihat dari semua kode ''rahasia'' di setiap halamannya. Tapi kemarin pagi copy-nya beredar luas di . Kemungkinannya dua: ada wartawan yang hebat sekali –sampai mampu ''mencuri'' surat itu. Atau memang ada skenario sengaja membocorkannya ke media.

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Anda pun sudah tahu: itulah surat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang . Yang intinya: belum bisa memberikan izin dilakukannya uji coba tahap 2.

"Dari hasil penelitian yang dilakukan BPOM, data yang diperoleh dari interim fase I belum dapat mendukung rasionalitas untuk pelaksanaan uji klinik fase II dalam desain adaptive trial," bunyi surat itu.

"Diketahui, dalam 4 minggu setelah penyuntikan, vaksin belum dapat memberikan respons yang memadai untuk melindungi subjek. Sehingga hal tersebut tidak memungkinkan digunakan dalam masa pandemi karena subjek tidak terlindungi".

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Itulah sebabnya BPOM minta respons dari tim peneliti.

Respons itu sudah disampaikan ke BPOM –menurut tim peneliti. Tentu sifatnya juga rahasia. Tidak terlihat dibocorkan ke publik.

Saya mencatat ada dua butir alasan BPOM yang saya nilai telak sekali. Pertama, dari uji coba tahap 1 ternyata tidak menghasilkan antibodi yang memenuhi syarat.

Baca Juga: 4 Kosmetik yang Dicabut Izin Edarnya oleh BPOM

Kedua, rekomendasi etisnya kok datang dari RSPAD Jakarta. Bukan dari RS Kariadi Semarang –tempat uji coba dilakukan.

Selebihnya adalah alasan-alasan teknis proses uji coba dan penelitian. Yang saya tidak ahli di bidang itu.

Dengan membaca copy surat yang bocor itu, kesan pertama saya, tim telah berbohong. Setidaknya kepada saya. Yang mengatakan dari uji coba 1 itu sudah didapatkan hasil antibodi yang cukup. Bahkan ada yang sampai 136 kali.

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

Saya pun bisa ikut mempertanyakan: mengapa RSPAD yang mengeluarkan surat rekomendasi itu.

Maka saya kembali menghubungi tim Vaksin Nusantara. Juga berbicara dengan Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, yang gigih membela .

Rabu kemarin Komisi IX DPR ternyata mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat. Komisi IX mengundang Kemenkes, BPOM, sponsor , Vaksin Merah Putih, dan dua orang ahli yang mendukung . Dokter-jenderal Terawan hadir mewakili . Prof. Dr. C. A Nidom, guru besar Unair, hadir sebagai ahli virus. Prof Dr Amin Subandrio hadir sebagai Lembaga Eijkman.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

Menkes mengutus wakilnya: Prof. Dr. Dante Laksono Harbuwono. Menristek Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro hadir sendiri. Demikian juga Kepala BPOM Dr Ir Penny K Lukito.

Tema rapat itu: membahas dukungan pemerintah pada pengembangan Vaksin Merah Putih dan . Yang memimpin sidang adalah Ketua Komisi IX DPR sendiri: Felly Estelita Runtuwene.

Hasil rapat kerja itu sudah bisa kita duga: mendukung Vaksin Merah Putih dan . Mereka mendesak BPOM untuk segera mengeluarkan izin uji coba fase 2 . Juga minta tim peneliti untuk membuka saja ke publik hasil penelitian fase 1 yang lalu.

Baca Juga: Pj Bupati Pamekasan Ajak ASN di Lingkungan Pemkab 'Kendalikan Jempol' Jelang Pemilu 2024

Benarkah hasil uji coba fase 1 itu tidak memunculkan anti bodi terhadap Covid-19 –seperti disebut dalam surat BPOM?

"BPOM telah membuat kesimpulan dari hasil rata-rata uji coba fase 1," ujar tim peneliti yang saya hubungi.

Memang, katanya, dari 28 orang yang ikut uji coba hanya tiga yang muncul antibodi dalam jumlah yang cukup. Tapi, katanya, itu karena dosis yang diberikan tidak sama. Ada 9 kategori dosis. Tentu hasilnya berbeda.

Baca Juga: Mulai 1 Januari 2024 Vaksin Covid-19 Tak Lagi Gratis

"Seharusnya belum itu yang dipersoalkan BPOM," ujar tim peneliti itu. "Kalau mau disiplin prosedur, seharusnya yang dipersoalkan adalah apakah ada efek samping atau tidak," tambahnya.

Uji coba tahap 1 adalah uji coba yang tujuannya fokus ke efek samping. Belum ke efektif atau tidak. "Sepanjang diketahui tidak ada efek samping maka izin uji coba tahap 2 harus diberikan," katanya.

Barulah kelak, di uji coba tahap 2, boleh dipersoalkan hasilnya: efektif atau tidak. Kalau tidak efektif jangan diberi izin untuk melakukan uji coba tahap 3. "Para ahli kami sendiri sepakat, kalau tidak efektif kami sendiri yang menghentikan. Tidak usah BPOM," katanya.

Saya pun bisa menerima penjelasan itu. Perasaan telah dibohongi pun sudah saya hilangkan.

Demikian juga soal keterlibatan RSPAD. Itu, katanya, soal teknis dan kemampuan peralatan. RSPAD-lah yang mempunyai peralatan yang sejajar dengan teknologi vaksin Nusantara.

Itu pula sebabnya Komisi IX DPR melangkah lebih nyata lagi. Yakni desakan agar uji coba fase 2 itu harus sudah tuntas sebelum tanggal 17 Maret 2021.

"Kesan saya ini sengaja dihambat," ujar Melki yang juga seorang apoteker –pun istrinya. Melki asli Kupang, NTT. Istrinya asli Jawa Tengah. Keduanya bertemu di belanga Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dari belanga itu lahir seorang putri yang masih sekolah SD.

Tentu BPOM tidak mau dikatakan sengaja menghambat. Kepala BPOM Penny Lukito sudah mengungkapkan dalam suratnya itu. BPOM sifatnya minta klarifikasi. Maka kewajiban tim peneliti untuk menjelaskannya. BPOM juga memberikan kesempatan kepada tim peneliti untuk memberikan klarifikasi dalam hearing Komite Nasional Penilai Obat. Di situ akan hadir bukan saja ahli vaksin tapi juga ahli klinis.

Program vaksinasi sendiri terus berjalan. Bahkan sudah masuk pula yang vaksin mandiri. Yang berbayar. Yang dilakukan oleh swasta –di luar vaksin gratis Sinovac. Modal besar itu harus kembali –secara bisnis. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Demi Konten, Perempuan ini Ngevlog di Pantai Hingga Diterjang Ombak':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO