Vaksin AstraZeneca, MUI Jatim: Halalan Thayyiban, PP Amanatul Ummah: Haraman Mutlaqan

Vaksin AstraZeneca, MUI Jatim: Halalan Thayyiban, PP Amanatul Ummah: Haraman Mutlaqan Presiden RI Joko Widodo saat berkunjung ke PP Amanatul Ummah disambut Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, M.A. foto: dok amanatul ummah

SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Vaksin AstraZeneca menuai kontroversi. Gara-gara diketahui memanfaatkan tripsin babi dalam pembuatannya. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan vaksin AstraZeneca haram – tapi boleh digunakan dalam kondisi darurat.

Laporan Tempo edisi 22 - 28 Maret 2021 menyebutkan, sebelum pengumuman MUI tersebut, pemerintah sempat pontang-panting melobi para ulama agar menyampaikan mutu dan kehalalan vaksin asal Inggris itu.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin datang ke kantor MUI di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Senin, 8 Maret 2021. Ia membawa rombongan. Antara lain Kepala Badan Pengawas Obar dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir, dan Direktur AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri.

Menurut Penny Lukito, di hadapan Ketua dan Anggota Komisi Fatawa MUI, Menkes Budi menjelaskan program vaksinasi Covid-19. Pemerintah berupaya mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) dengan mendatangkan berbagai jenis vaksin.

Nah, vaksin AstraZeneca akan disuntikkan kepada lebih dari 556 ribu orang untuk dua kali pemakaian. “Menurut Menteri Kesehatan, kita memang tidak bisa bergantung pada satu merek yang terbatas jumlahnya,” kata Penny, Jumat (19/3/2021).

Namun diskusi memanas setelah Direktur AstraZeneca Indonesia Rizman Abudaeri menjelaskan teknologi dan kandungan vaksin asal Inggris tersebut. Rizman menyatakan vaksin AstraZaneca tidak mengandung unsur babi. Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin Abdul Fatah langsung menyanggah pernyataan tersebut.

“Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI menyebutkan vaksin itu mengandung tripsin,” kata Hasanuddin.

Tripsin adalah enzim babi yang digunakan sebagai katalis untuk pembiakan virus corona. Menurut Hasanuddin, informasi soal unsur tripsin diketahui dari data yang ditunjukkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. MUI, kata dia, memiliki pedoman yang menyatakan unsur babi yang digunakan di bagian hulu menjadikan satu produk tetap haram, meskipun barang itu tak lagi mengandung babi.

Persamuhan Menkes dan rombongan dengan MUI selama tiga jam itu pun tak menghasilkan kesepahaman soal kandungan bahan vaksin AstraZeneca.

Lima pejabat yang ikut mengurus vaksin bercerita, pertemuan itu sebenarnya bertujuan agar MUI bisa mengeluarkan fatwa sebelum produk AstraZeneca didistribusikan ke berbagai daerah. BPOM telah menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin AstraZeneca pada 22 Februari 2021 – baru diumumkan ke publik pada Selasa, 9 Maret 2021.

Pemerintah, menurut sumber yang sama, berharap fatwa MUI bisa keluar cepat seperti yang terjadi pada vaksin sinovac asal Cina. Penggunaan vaksin itu pun berkejaran dengan waktu karena akan kedaluarsa pada akhir Mei 2021. Apalagi penyuntikan pertama dan kedua berselang cukup lama, 28 hari.

Merasa lobinya tak mulus, maka pada Ahad siang, 28 Februari 2021, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mendatangi Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Ia didampingi Kepala BPOM Penny Lukito, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Dari MUI juga hadir Ketua Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh.

Dua orang yang mengetahui isi pertemuan itu bercerita, Airlangga menyampaikan tentang penggunaan vaksin AstraZeneca di sejumlah negara Islam, seperti Mesir dan Malaysia. Di Mesir, lembaga fatwa Daral Ifta menyatakan vaksin Covid-19 yang mengandung babi tetap halal karena unsur haramnya telah berubah. Sedang Kementerian Kesehatan Malaysia menyebutkan vaksin itu tak perlu label halal untuk diinjeksi ke manusia.

Namun Asrorun Niam menyatakan MUI memiliki standar dan pedoman sendiri dalam mengeluarkan fatwa. MUI juga tidak melihat penerbitan fatwa di negara lain.

(Dr. H. M. Asrorun Niam Sholeh)

Menurut sumber yang sama, setelah mendengar berbagai pendapat itu, Kiai Ma’ruf menyatakan bahwa kondisi vaksin AstraZeneca mirip dengan vaksin meningitis. Pada 2009, saat memimpin Komisi Fatwa, Kiai Ma’ruf mengeluarkan fatwa yang menyatakan vaksin pencegah radang selaput otak itu haram karena mengandung babi. Tapi penggunaannya diperbolehkan karena unsur kedaruratan bagi peserta haji dan umrah.

Lihat juga video 'Dulu Banyak Sinis dan Tertawa, Kini Miliki 12.000 Santri, ini Ijazah Amalan Kiai Asep':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO