Mengerikan! Inilah Kondisi Gus Dur saat Cak Imin Ambil Alih PKB

Mengerikan! Inilah Kondisi Gus Dur saat Cak Imin Ambil Alih PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Foto: ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Judul asli tulisan ini: BAPAKKU BUKAN PEREKAYASA KONFLIK. Ditulis Alissa Wahid, putri . Tulisan ini sebenarnya sudah lama beredar di kalangan kiai-kiai dan kader NU. Kini saat wacana desakan Muktamar Luar Biasa (MLB) meluas, tulisan Mbak itu beredar lagi. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap tulisan tersebut:

Senin malam, 25 Pebruari 2012, saya membaca mention di twitter tentang berita yang akan mendirikan monumen di Singkawang, Kalimantan. Kota yang banyak dihuni saudara sebangsa berdarah Tionghoa, yang tentu saja sangat menghormati .

Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan

Walau saya mempertanyakan apakah kiranya sebagai orang yang substantif dan tidak suka seremoni, Bapak suka dibuatkan monumen; bukan soal itu yang mengganggu batin saya. Sudah beberapa waktu terakhir ini, saya ingin menulis tentang Bapak dan konflik cak Imin dari kacamata saya sebagai anak.

Tulisan ini adalah kegelisahan saya atas narasi yang semakin sering saya dengar dari mulut dan tulisan orang-orang Cak Imin.

Pertama kali, saya mendengarnya langsung dari seorang politisi , saat ia meminta saya untuk menjembatani Cak Imin dengan keluarga Ciganjur. Sebelumnya, saya sudah beberapa kali didekati untuk menjadi jembatan ishlah, tetapi narasi ini belum pernah saya dengar.

Baca Juga: Menteri Rame-Rame Minta Tambah Anggaran, Cak Imin Rp 100 T, Maruar Rp 48,4 T, Menteri Lain Berapa T

Sejak itu, saya mulai banyak mendengarnya dari orang-orang lain dari berbagai penjuru, baik langsung dari mulut mereka maupun via social-media, baik dari kawan-kawan Nahdliyin maupun dari aktivis .

Narasinya sederhana: Konflik antara dan cak Imin adalah konflik yang sengaja didesain oleh , sebagai strategi politik; bukan sebuah konflik sungguhan dan karenanya sejatinya tidak ada persoalan antara dan .

Bahkan ada beberapa orang yang menyebutkan dengan gagah berani langsung kepada saya, bahwa sampai saat ini hanya menjalankan perintah .

Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak

Karena saya bukan politisi, tentu saja saya tidak bisa menjawabnya secara politis juga. Saya hanya menjadi amat gelisah sebagai seorang anak, yang mendampingi Bapak secara intensif selama tiga tahun terakhir kehidupan Beliau. Hari-hari bersama yang membuat saya memahami beban nurani Bapak soal konflik .

Saya melihat sendiri, bagaimana sikap Bapak ketika datang ke rumah bersama mbak Rustini, istrinya. Bapak hanya menjawab pertanyaan mbak Rustini dan mendiamkan . Ini terulang di banyak ketika lain.

Bapak, misalnya, enggan menemui Lukman Eddy yang sudah sampai di Ciganjur. Tidak mau menemui. Sebagai orang yang blak-blakan dan mengingat bagaimana bersikap bahkan kepada “musuh-musuh” politiknya, respons Bapak saat itu, amat sangat jelas: tidak suka bertemu dengan mereka.

Baca Juga: Sowan ke Tokoh Agama GKJW di Balewiyata Malang, Khofifah Napak Tilas Perjuangan Gus Dur

Tahun 2008, saat proses hukum versus , Bapak pernah mengalami stroke ringan, entah ke berapa sejak stroke hebat tahun ‘98. Bapak terjatuh saat dituntun ke kamar mandi oleh Sulaiman di kantor di pojok PBNU.

Saat saya tanya apa yang terjadi persis sebelumnya, Sulaiman bercerita bahwa Bapak sedang mendengarkan berita di TV tentang sidang di PTUN. Ada beberapa orang yang diinterview oleh media, dan mereka blak-blakan bicara lebih senang tidak di .

Mendengar jawabannya, Bapak berkomentar “Orang-orang ini saya yang bawa masuk politik. Kok tega ya mereka ngomongnya begitu tentang saya, Man?” Lalu Bapak minta diantar ke kamar mandi, dan jatuh pingsan di depan pintu kamar mandi. Kata dokter, stroke ringan akibat stres.

Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad

Puncaknya tentu saja ketika MA memutuskan gugatan ditolak, dan MA menyatakan yang sah adalah hasil Muktamar Semarang di mana Ketum adalah dan Ketua Dewan Syuro adalah Bapak.

Setelah keputusan itu, nyatanya tetap berkantor di Menteng, tidak di kantor asli yaitu di Kalibata tempat selalu datang. Setiap keputusan juga diambil sendiri, tidak melibatkan sebagai Ketua Dewan Syuro.

Puncaknya di pendaftaran DCS Pemilu 2009 yang dibuat sendiri oleh dan pengurusnya. Drastis menurunnya kesehatan Bapak setelah itu, sangat kami rasakan di Ciganjur. Sehebat apapun fisik Beliau sepanjang hidupnya, seperti kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tekanan psikologis yang hebat ini.

Baca Juga: Luncurkan Video Kampanye Bareng Dewa 19, Khofifah-Emil Kompak Nyanyikan Hidup adalah Perjuangan

Dokter dari berbagai penjuru dunia memberikan respons yang sama atas catatan medis Bapak, “Ini pasien ajaib: dengan kondisi fungsi tubuh seperti ini, masih bisa bertahan begini. ”Kami tahu, hanyalah keajaiban itu yang sanggup menopang tekanan psikis, dan entah berapa lama. Itu sebabnya, Ibu sangat sulit untuk menerima perlakuan kepada Bapak, sampai saat ini.

Mei 2009, Bapak berkunjung ke Jogja. Bapak bilang, “Lis, kamu punya uang yang bisa Bapak pinjam?” Berapa dan untuk apa, tanya saya. “Ya untuk pegangan saja, 5 juta cukup. Bapak nggak punya uang sama sekali.” Bapak saya adalah orang yang mandiri, kalau sampai minta uang kepada saya, berarti sudah berat sekali bagi Bapak.

Saya telepon Yenny sambil menangis. Kok bisa, Bapak sampai tak punya uang, bahkan sesedikit itu. Kok bisa, mereka-mereka yang khianat kepada Bapak hidup bergelimang kemewahan sedangkan Bapak tak punya uang di kantongnya.

Baca Juga: PKB Gelar Konsolidasi Pemenangan Paslon Luman dan Mudah di Pasuruan

Bahkan menulis paragraf di atas ini pun, saya tak mampu menahan air mata. Menyakitkan sungguh, walau juga semakin membuat saya sadar betapa Bapak jauh dari godaan harta dan kekuasaan.

Pertengahan 2009 itu kondisi Bapak memburuk. Banyak orang menjenguk Beliau di RS, dan lazimnya orang Indonesia, menitipkan belarasa urunan biaya perawatan. Bapak mengumpulkan amplop-amplop ini di dalam laci kantor di PBNU. Lebaran 2009, saya tanya ke Bapak apakah Beliau akan memberikan THR khusus ke staf Ciganjur. Jawabannya tidak dan agar saya yang memastikan mereka mendapatkan THR-nya.

“Bapak sedang mengumpulkan uang untuk Muktamar , nak. Imin sudah nggak bisa dibiarkan terus-terusan begini.” Demikian kata Beliau saat itu. Beberapa kali Bapak bercerita soal bagaimana harus diperbaiki dan tidak boleh dipegang oleh .

Baca Juga: Perseteruan PAN dan PKB di DPRD Kota Blitar, Koalisi Pilwali Terancam Bubar

Saat itulah definitif saya memahami bahwa Bapak masih berupaya keras untuk memperjuangkan dari cengkeraman orang-orang yang tak amanah, walau secara de facto Beliau sudah tidak berdaya. Ada beberapa orang yang masih diterima saat menjenguk, tetapi tidak dengan kelompok terdekat Imin.

Setelah Bapak wafat pun, ada seorang teman Bapak (sekarang seorang tokoh nasional) yang mengatakan ke saya bahwa ia sedang diminta mencari donasi untuk persiapan Muktamar di tahun 2010. Ia menyerahkan uang yang sudah berhasil dikumpulkannya kepada Ibu. Memang, niat untuk Muktamar sangat kuat, sebagai respons terhadap keputusan MA tentang legalitas yang jatuh ke tangan .

Semua pengalaman inilah yang membuat saya ngenes dengan ‘tawaran narasi’ dari entah siapa di kubu . Menyatakan bahwa konflik antara dengan adalah rekayasa, bagi saya sama saja dengan menghina Bapak dengan amat sangat.

Seorang , sekuat apapun seajaib apapun, tak akan mampu merekayasa kondisi fisiknya. Menyatakan bahwa konflik ini adalah rekayasa , adalah sama dengan menyatakan bahwa gila. Itu berarti menyatakan bahwa Bapak merekayasa konflik untuk strategi politik, lalu terkena sendiri dampak fisik dari permainannya, sehingga bahkan harus tinggal di Rumah Sakit.

Seorang tak mungkin mempermainkan mekanisme hukum sampai di Mahkamah Agung untuk mendapatkan kejelasan hukum mengenai partainya, hanya demi rekayasa. adalah pejuang demokrasi, yang setia dengan prinsip keadilan dan pembebasan.

Mereka yang percaya bahwa Bapak merekayasa konflik sampai memanfaatkan proses demokrasi hukum, sama saja percaya bahwa Gus Dur bukan pejuang demokrasi sejati. Ia dianggap sama dengan mereka-mereka yang memanfaatkan hukum untuk kepentingan kekuasaan. Bagi saya, ini adalah penghinaan besar bagi perjuangan dan karakter .

Rekayasa macam mana yang membuat rombongan Cak Imin melakukan sujud syukur di Mahkamah Agung setelah pengumuman keputusan MA itu? Menyelenggarakan tumpengan di kantornya? Sedemikian pentingnya bagi Gus Dur bersama membohongi rakyat dengan melakukan hal-hal itu, agar rakyat percaya ini konflik betulan padahal rekayasa ?.

Sekali lagi, itu sama saja dengan menyatakan Gus Dur bukan pemimpin rakyat.

Bagi saya, Bapak bukan itu semua. Dalam hal konflik dengan , acuan saya hanya apa yang saya lihat dan saya dengar dari Bapak langsung. Bukan apa kata dan analisis orang. Apalagi orang-orang yang punya track-record dan karakter yang tak bisa saya percayai.

Hanya karena ingin mendapatkan dukungan dari pecinta , tega sekali orang-orang ini menyebarkan narasi yang justru menghina karakter , tega sekali menjual nama sedemikian rupa hanya untuk kepentingan kekuasaan sesaat yang tentu saja tak bisa dibawa mati.

Padahal, sejatinya mudah mendapatkan dukungan pecinta . Kalau memang mengaku sebagai penerus , jalani saja apa yang selama ini diteladankan : integritas terhadap nilai-nilai dasar Gus Dur, demi umat. Tunjukkan bahwa mereka berjuang berlandaskan prinsip Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Persaudaraan.

Tunjukkan bahwa mereka punya karakter Sederhana, Sikap Ksatria, dan bertumpu pada Kearifan Tradisi. Tunjukkan saja bahwa mereka memang tidak terlibat korupsi, bertindak demi rakyat. Tunjukkan saja pembelaan kepada semua kaum minoritas yang akhir-akhir ini makin muram nasibnya di Indonesia. Itu cukup untuk mengambil hati rakyat.

Tak perlu klaim ini-itu, apalagi klaim yang justru menghina Bapak saya. Sebagai seorang anak, saya sungguh-sungguh kecewa pada mereka, yang tega melakukannya dan tega untuk percaya bahwa masih banyak rakyat yang masih bodoh dan bisa dibohongi. Sesuatu yang jauh dari apa yang diajarkan Bapak saya sepanjang hidupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Semua Agama Sama? Ini Kata Gus Dur':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO