MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Wanita berkulit putih ini sangat energik. Ia tak pernah mau berpangku tangan. Selain sebagai akademisi, ia juga aktif bergerak di berbagai organisasi sosial keagamaan.
Yang mempesona, trahnya sebagai ningrat dan bangsawan, tak menghalangi kepeduliannya berbaur dengan kaum lemah. Bahkan ia selalu berusaha memperkuat ekonomi kaum bawah, mengentas kemiskinan.
Baca Juga: Lawan Bank Plecit, Pemkab Sumenep Siapkan Aplikasi Pinjaman Digital
Dr. Baiq Mulyanah. Demikian nama wanita humble ini. Ia selain menjabat Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Nusa Tenggara Barat (NTB), juga Sekretaris Pengurus Wilayah (PW) Muslimat NU NTB. Bahkan juga Ketua PW Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) NTB.
Lalu apa yang ia lakukan untuk memberdayakan kaum papa? “Kita melawan rentenir,” tegas Baiq Mulyanah kepada BANGSAONLINE.com usai menjadi pembicara dalam Sarasehan dan Pelantikan Pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Mojokerto di Masjid Kampus Institut KH Abdul Chalim Pacet Mojokerto Jawa Timur, Sabtu (10/4/2021) lalu.
Praktik rentenir memang mencekik leher. Bunganya luar biasa tinggi. Celakanya, sasaran mereka justru kelompok bawah. Karena itu Baiq Mulyanah tergerak untuk membantu mereka. “Kita kasih pinjam uang antara Rp 1 juta sampai Rp 3 juta untuk modal usaha tanpa bunga dan agunan,” kata perempuan bertubuh ramping ini.
Baca Juga: Berantas Pinjol Liar dan Rentenir, PCNU Kota Batu Dirikan KSPPS BMT NU
Tapi, kata Baiq, ada syaratnya. Apa itu? “Mereka harus mau mengaji,” jelasnya.
Ngaji tentang apa? “Ngaji tentang fiqih tentang kehidupan sehari-hari. Misalnya bagaimana cara mandi junub setelah berhubungan suami-istri. Kan masyarakat kita banyak yang belum tahu,” jelas aktivis yang dikenal memiliki jaringan luas itu.
Maka terbentuklah kelompok-kelompok pengajian. Di mana-mana. Di berbagai tempat. "Per kelompok sekitar 30 orang. Waktunya mereka tentukan sendiri, apakah sore atau siang atau malam, sesuai waktu mereka," tutur Baiq Mulyanah.
Baca Juga: Diduga Karena Hutang hingga Ratusan Juta, Istri di Pandugo Surabaya Nekat Bacok Suami dengan Parang
Siapa yang jadi ustadz dan ustadzah? “Ada sendiri. Kadang dari supervisor,” katanya. Para ustadz sekaligus pembimbing itu harus sabar dan telaten. Maklum, yang dihadapi kelompok masyarakat kelas bawah.
Ternyata kelompok pengajian itu berkembang pesat..“Sekarang sudah seribuan anggotanya,” kata Baiq Mulyanah. Menurut dia, kelompok pengajian baru terus tumbuh.
Yang juga menarik, pengajian itu tidak hanya membuat mereka mengerti ilmu agama, tapi juga memperlancar pengembalian pinjaman. Mereka tak perlu ditagih ke rumahnya seperti praktik rentenir.
Baca Juga: Kurangi Ketergantungan Masyarakat Terhadap Rentenir, Wali Kota Pasuruan Gandeng OJK Kukuhkan TPKAD
“Setiap datang ke pengajian mereka langsung bayar,” kata Baiq Mulyanah sembari menuturkan bahwa pengajian itu berlangsung seminggu sekali.
Sampai kini, kata Baiq Mulyanah, tak ada dana tagihan yang nyantol di nasabah. “Nol persen,” katanya.
Hebatnya lagi, pengajian itu juga berpotensi menumbuhkan jiwa sosial. Mereka mau bersedekah. Ya, mereka tidak hanya rajin membayar cicilan, tapi juga menyisihkan keuntungan untuk infaq.
Baca Juga: Gubernur Bersama Baznas Jatim Berikan Bantuan Bedah Rumah hingga Modal Usaha ke Masyarakat Sumenep
Mereka memang diharuskan berinfak minimal Rp 1.000 setiap acara pengajian.
“Tapi hampir tak ada yang bayar Rp 1.000. Mereka minimal menyisihkan uang infaq Rp 5.000,” tutur Baiq Mulyanah yang pengasuh Pondok Pesantren NU Al-Manshuriyah Ta'limusshibyan Sengkang Bonder Praya Barat Lombok Tengah NTB.
Kini dana infak itu saja sudah terkumpul Rp 40 juta lebih.
Baca Juga: Hadiri Haflah di Pesantren Al-Falah Kediri, Gubernur Jatim Minta Ponpes Hindari Rentenir
Nah, dengan cara pengajian ini, kata Baiq Mulyanah, mulai ada keseimbangan. Antara usaha dunia dan akhirat. Ini sekaligus mengikis cara berpikir parsial yang selama mencekam sebagian masyarakat kita. Biasanya, kata Baiq, kita selama ini, kalau mengaji fiqih hanya untuk mengerti agama saja. Tanpa mikir urusan dunia atau kesejahteraan warga.
Baiq Mulyanah berusaha membalik paradigma itu. Artinya, disamping ngaji juga membangun ketahanan ekonomi, terutama untuk kaum lemah.
“Ngaji fiqih dan ngaji sugih,” kata Baiq Mulyanah sembari tersenyum.
Baca Juga: Ratusan Pelaku Usaha Ultra Mikro di Kabupaten Mojokerto Dapat Bantuan Zakat Produktif
Tentu untuk memberdayakan ekonomi masyarakat perlu modal finansial. Namun modal saja tak cukup. Perlu keterampilan managemen.
Namun yang paling utama, menurut Baiq Mulyanah, adalah menata hati dan mindset kita. Artinya, para pengelola jangan pernah berpikir untuk mengambil keuntungan dari program atau misi mulia ini. Jadi, sejak awal kita harus bertekad tidak ada pamrih, apalagi memperkaya diri, kecuali misi untuk memberdayakan ekonomi umat, terutama kaum bawah..
Lalu berapa dana yang kini berputar? “Sudah Rp 1 miliar,” tutur Baiq Mulyanah sembari menuturkan bahwa dana itu atas pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena memang berasal dari Bank Wakaf Mikro. (mma)
VIDEO TERKAIT
Baca Juga: Bangkitkan Ekonomi, Wali Kota Kediri Dorong Koperasi Lebih Cepat dari Rentenir dan Pinjol
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News