SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Ini benar-benar pemikiran baru, maju dan progresif. Dr Tifauzia Tyassuma, M.Sc, dokter ahli bidang epidemiologi, menilai bahwa era vaksin kini sudah lewat. .
Vaksin, kata dokter berwajah cantik itu, sudah berumur 200 tahun, sejak kali pertama ditemukan. Karena itu ia mengusulkan agar vaksin diganti hasil riset baru.
Baca Juga: Dituding Murtad, Dahlan Iskan Jawab dengan Shalat
Loh, apa sudah ada?
Dokter ahli penyebaran virus/penyakit itu mengungkap bahwa vaksin dari asal kata vaccination.
“Artinya metode untuk memasukkan kuman (virus) yang berasal dari sapi (Vacca) kepada tubuh manusia,” kata Tifauzia Tyassuma dikutip Dahlan Iskan dalam tulisannya yang dimuat Disway, HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com, Minggu (18/4/2021).
Baca Juga: Aneh, Baca Syahadat 9 Kali Sehari Semalam, Dahlan Iskan Masih Dituding Murtad
“Waktu itu, pionir vaksinasi, Edward Jenner, di tahun 1789, memasukkan Virus Variola dari Kuda (loh gimana sih kok malah kuda?) ke tubuh seorang remaja usia 15 tahun. Nama remaja kecil itu James Phepps. Itu untuk melihat apakah si James bisa mendapatkan kekebalan yang diharapkan,” tulis Dahlan Iskan mengutip pernyataan Tifauzia Tyassuma.
James Phepps, waktu itu berumur 6 tahun, meninggal di usia 21 tahun.
Menurut Tifauzia, anak Edward Jenner sendiri bernama Janner juga jadi kelinci percobaan bapaknya. “Sang anak diberi injeksi kuman Variola setiap tahun. Janner, anak Edward itu, meninggal akhirnya. Kena pneumonia. Sad story,” tulis Dahlan Iskan.
Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu
Karena itu Tifauzia mengusulkan kepada dr Terawan yang kini gigih mengembangkan vaksin nusantara agar tak memakai istilah vaksin. "Jadi, saya usulkan ke Pak Terawan pakai saja nama Dendritic Cells Immunotherapy (DCI). Itu lebih bagus dan lebih tepat," tulis Tifa.
Untuk mudahnya lantas sebut saja I-Nu (Imunoterapi Nusantara). Nama I-Nu bisa lebih keren dan lebih millennial dari pada istilah Vaknus.
"I-Nu kalau diucapkan kan seperti I know. Saya tahu. Keren sekali," kata Tifa.
Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik
Usulnyi itu berdasar: ''Karena memang tidak ada sedikit pun virus atau pun potongan virus atau virus sintetis atau printing DNA atau spike atau apa pun dari virus itu yang masuk ke tubuh manusia, " tulis Tifa.
Lebih mendasar lagi, Tifa ingin I-Nu bisa mengakhiri sejarah teknologi vaksin. Yang umur penemuannya sudah 200 tahun.
Era vaksin, kata Tifa, seharusnya sudah lewat.
Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang
I-Nu itu, kata Tifa, bisa membuat sejarah baru peradaban manusia. Yakni sebagai suatu terapi personalized sekaligus sebagai tonggak penting.
I-Nu bisa diartikan sebagai dimulainya "Era Personalized Medicine atau Precision Medicine. Yakni Kedokteran Abad 21. Yang lebih mengutamakan pendekatan personal bagi setiap kasus yang dihadapi setiap manusia".
Kalau kita bicara tentang personalized medicine, maka metodologi riset klinis atau clinical research methodology harus banyak diubah dan dimodifikasi.
Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress
Riset baru, kata Tifa, sudah harus mengikuti arah perkembangan kemajuan Ilmu. Termasuk yang disebut sebagai Randomized Controlled Trials (RCTs) –yang menjadi syarat mutlak dilakukannya terapi medis bagi manusia.
Ya memang, kata Tifa, risikonya besar: pabrik farmasi dan produsen vaksin akan marah-marah. "I-Nu itu kalau berhasil bisa diterapkan untuk menangkal virus dan kuman apa pun," kata Tifa seperti ditulis Dahlan Iskan. (mma) .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News