GRESIK (BangsaOnline) - Masih banyak diketemukannya klinik kesehatan dan tempat pengobatan yang membuka praktek secara ilegal alias tidak berizin di Gresik, mendapatkan sorotan tajam Komisi D DPRD Gresik. Komisi pimpinan Ruspandi Sunaryo yang membidangi soal kesra (kesejahteraan masyarakat), kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik ini minta Dinkes (Dinas Kesehatan) agar tidak melakukan pembiaran terhadap keberadaan sarana pengobatan yang tidak mengantongi izin operasional tersebut.
"Keberadaan klinik kesehatan dan tempat pengobatan liar tersebut sangat membahayakan nyawa pasien. Untuk itu, Komisi D meminta dinkes melakukan tindakan tegas terhadap keberadaan sarana-sarana pengobatan ilegal tersebut sebelum banyak jatuh korban,” kata Sekretaris Komisi D DPRD Gresik, Mujid Riduan.
Baca Juga: Banggar DPRD Gresik Pastikan Target PAD 2024 Senilai Rp1,597 Triliun Tak Tercapai
Menurut Mujid, di Gresik hingga saat ini masih banyak bertebaran klinik dan tempat pengobatan liar. Pemilik tempat-tempat pengobatan ilegal tersebut ada yang terang-terangan membangun sarana pengobatan itu di tempat umum, sehingga sangat mudah diketahui masyarakat.
Juga ada sarana pengobatan ilegal sengaja disembunyikan pemiliknya. Misalnya, dibangun menyatu dengan rumah pemiliknya. Sehingga, tidak bisa diketahui kalayak masyarakat umum, tempat tersebut merupakan tempat untuk sarana pengobatan atau tidak.
“Saya khawatir malapraktek yang menimbulkan korban akan kembali terulang, jika Dinkes tidak tegas menyikapi maraknya klinik atau sarana kesehatan lain yang tidak kantongi izin tersebut,” tuturnya.
Baca Juga: Pendukung Kotak Kosong di Gresik Soroti Rendahnya PAD 2024
Mujid menjelaskan, meski klinik dan sarana kesehatan ilegal tersebut tidak mengantongi perizinanan, namun mereka berani terang-terangan lakukan perawatan pasien dengan cara rawat inap. Padahal, klinik yang mengantongi izin saja hanya diperbolehkan lakukan rawat jalan. Kondisi tersebut dikhawatirkan terjadinya tindakan medis diluar SOP (standar operasional), sehingga akan menimbulkan kesalahan dalam penanganan, maka pasien yang menjadi korban.
“Kalau pasien sudah menjadi korban malapraktek mau mengadu kemana, wong klinik yang mereka jadikan tempat berobat tidak kantongi izin. Pemerintah pun saya kira tidak akan mau ikut campur, karena itu di luar wewenangnya,” jelas politisi senior PDIP asal Kecamatan Menganti ini.
Mujid menilai Dinkes selama ini terkesan melakukan pembiaran terhadap keberadan klinik dan sarana pengobatan ilegal tersebut. Sehingga, pemiliknya makin bebas dan leluasa lakukan praktek. Kondisi itu kalau terus dibiarkan jelas akan merugikan pasien. Sebab, kalau terjadi malapraktek, pasien tidak bisa mengadu ke Pemkab Gresik.
Baca Juga: PDIP Larang Kadernya di Legislatif Ikut Kunker Jelang Pilkada, Noto: Sudah Lapor ke Sekwan Gresik
“Bagaimana pasien bisa mengadu ke Pemkab Gresik dan pemerintah bisa mengambil tindakan kalau keberadaan sarana kesehatan itu ilegal. Jelas pemerintah akan angkat tangan,” katanya.
Keberadaan klinik dan tempat kesehatan ilegal tersebut telah banyak membawa korban pasien. Gara-gara pasien berobat di tempat pengobatan ilegal tersebut, ada pasien yang penyakitnya kian parah, ada pasien yang mengalami cacat permanen, bahkan ada pasien yang meninggal dunia.
Maraknya klinik ilegal dan tempat kesehatan ilegal, lanjut Mujid, karena beberapa faktor. Di antaranya, minimnya pengetahuan masyarakat, khususnya yang berada di perdesaan akan sarana kesehatan yang benar dan memiliki izin lengkap dan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinkes setempat. Sehingga, para pemilik tempat-tempat pengobatan ilegal itu merasa aman-aman saja dalam menjalanakan aktivitas pengobatan, meski mereka menyadari kalau tempat praktek mereka itu tidak berizin.
Baca Juga: Ketua DPRD Gresik Lantik Wahidatul Husnah sebagai Anggota PAW Periode 2024-2029
“Saya rasa Dinkes mengetahui keberadaan klinik kesehatan ilegal tersebut, tapi mengapa Dinkes terkesan lakukan pembiaran. Komisi D khawatir kian menjamurnya tempat klinik ilegal yang tidak kunjung ditindak, karena ada tengara oknum pegawai atau pejabat di lingkup Dinkes yang barmain,” terangnya
Komisi D tambah Mujid pernah lakukan pengecekan ke beberapa tempat klinik ilegal yang jumlahnya puluhan. Kala itu, Komisi D memertanyakan kepada para pemilik klinik, kenapa izin tidak diurus. Apa jawab mereka? Menurut Mujid, pemilik klinik kesehatan dan tempat pengobatan tersebut mengaku dipersulit oleh Dinkes dalam pengurusan izin operasional.
Kondisi tersebut yang mengakibatkan pemilik tempat pengobatan itu nekat tetap lakukan praktek pengobatan, meski mereka sadar praktek pengobatan itu salah, karena tidak ada izinnya.
Baca Juga: Ketua DPRD Gresik Minta TAPD Tak Sodorkan Draft KUA PPAS yang Belum Rampung
“Komisi D telah banyak menerima pengaduan dari pemilik klinik kesehatan kalau mereka dipersulit dalam pengurusan izin. Sehingga, mereka tetap lakukan praktek meski tidak mengantongi izin,” ungkap Mujid.
Untuk itu, Mujid meminta kepada Dinkes agar tidak diskriminasi dalam memberikan izin klinik kesehatan atau sarana kesehatan lain yang mengajukan izin operasional. Kalau semua persyaratan yang harus disiapkan sudah lengkap dan sesuai prosedur, Dinkes harus memberikan izin. Tidak peduli yang mengajukan izin itu masyarakat biasa, kalangan pejabat, pengusaha atau bahkan orang-orang yang tidak memiliki kedekatan dengan petinggi pemerintah.
Komisi D sendiri, kata Mujid telah banyak belajar dari munculnya kasus dugaan malapraktek di RSIA (rumah sakit ibu dan anak) Nyai Ageng Pinatih, yang membuat pasien Muhammad Gathfan Habibi (5), warga Sumber Kecamatan Kebomas koma hingga hampir 2 bulan. Usut punya usut izin RS tersebut tidak ada. Namun, setelah ditelusuri pihak rumah sakit katanya juga sudah lama mengurus izin, namun tidak kunjung keluar.
Baca Juga: Pesangon Belum Diberikan Sepenuhnya, Komisi IV DPRD Gresik Mediasi 23 Pensiunan PT Swadaya Graha
“Komisi D tidak ingin kejadian-kejadian memilukan seperti ini kembali terulang,” pungkas Mujid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News