Kriminalisasi KPK Berlanjut, Jokowi: Stop, Mega: Tak Ada Urusannya dengan PDIP

Kriminalisasi KPK Berlanjut, Jokowi: Stop, Mega: Tak Ada Urusannya dengan PDIP Para aktivis anti korupsi memberi mandat kepada tim 9 di depan kantor Mahkamah Konstitusi. Foto: detik.com

BangsaOnline - Para aktivis antikorupsi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil memberikan mandat berupa Surat Keputusan Rakyat pada Tim 9 untuk menghentikan aksi kriminalisasi terhadap pimpinan dan pegawai serta pendukung pemberantasan korupsi. 

"Kalau Presiden tak dengarkan rakyat maka rakyat akan gerak sendiri dan ini intinya. Kalau Tim 9 tak dikelola oleh Presiden, maka rakyat yang akan mengelola dan kita akan melakukan upaya bersama untuk penataan sistem hukum terutama reformasi Polri," jelas Koordinator Kontras Haris Azhar di sela aksi di pelataran Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2015).

Rohaniawan Romo Benny Susatyo menambahkan bahwa kriminalisasi yang dilakukan Polri terus menerus dan bertubi-tubi bisa menciptakan bentuk budaya tandingan dari masyarakat.

"Masyarakat melihat itu yang abnormal dan masyarakat bergerak dan memberikan mandat kepada Tim 9. Dan kita minta dukungan dari masyarakat yaitu gerakan 2 juta tanda tangan dan Tim 9 memberikan koreksi terhadap kesalahan yang terjadi," tutur Romo Benny.

Jadi, imbuh Romo Benny, apa yang dilakukan pada itu adalah penghancuran yang sistematis. Masyarakat dirugikan karena kriminalisasi bertubi-tubi pada merupakan pelanggaran pada amanat reformasi dan TAP MPR yang mengamanatkan membentuk karena Polri dan Kejaksaan Agung tidak berfungsi menangani korupsi.

"Sehingga diberi mandat untuk pemberantasan korupsi. Tapi mandat itu dirusak dan maka gerakan rakyat ingin kembalikan kembali kekuatan untuk mencegak korupsi. Kita harap hentikan kriminalisasi dan ke depan polisi harus pelayan rakyat. Bukan pelayanan kekuasaan dan perorangan saja," jelas Romo Benny.

Mandat Surat Keputusan Rakyat atau Kepra diberikan kepada sejumlah anggota Tim 9 yaitu Jimly Asshiddiqie, Hikmahanto Juwono dan Imam Prasodjo.

Baca Juga: Kota Pasuruan Perkuat Komitmen Antikorupsi lewat Sosialisasi dan Pakta Integritas DPRD

Para aktivis itu bergerak karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap cuek terhadap proses kriminalisasi yang masih berlanjut. Tapi bagaimana tannggapan Jokowi?

"Siapa bilang?" ungkap Presiden Jokowi saat dimintai tanggapan di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (8/3/2015) petang. Jokowi hendak bertolak ke Aceh untuk kunjungan kerja.

"Ya ngomong kan dari dulu (saya) sudah ngomong, stop kriminalisasi! Masa saya ulang-ulang terus?" kata Jokowi.

Sementara itu Wapres JK berpandangan berbeda. Dirinya meminta Denny, Bambang, dan Yunus untuk menghadiri panggilan pengadilan agar terkesan lebih sportif.

"(Soal itu) tanyakan ke Pak JK. Saya bicara sekali sudah cukup. Stop kriminalisasi," sebut Jokowi.

Berebeda dengan Jokowi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menganggap hal tersebut tidak ada hubungannya dengan PDIP yang merupakan pengusung Presiden Joko Widodo.

"Itu tidak ada urusannya dengan PDIP," kata Mega usai memberikan pidato budaya Hari Perempuan Internasional di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/3/2015).

Mega pun enggan berkomentar lebih lanjut karena merasa hal tersebut bukan urusannya. Ia meminta publik bertanya ke pihak yang berwenang.

"Kami tidak mengurusi hal itu. Tanya ke sana saja," ucap Presiden ke-5 RI ini menanggapi pertanyaan wartawan. 

Baca Juga: Eks Kades Kletek Sidoarjo Dituntut 1 Tahun 10 Bulan Penjara di Kasus Dugaan Korupsi PTSL

Saat ini, pimpinan nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pimpinan lainnya juga sudah dilaporkan ke polisi, termasuk 21 penyidik terkait legalitas senjata api. Kriminalisasi juga terjadi pada aktivis antikorupsi Denny Indrayana.

Sumber: detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Resmi Dipecat! Novel Baswedan dkk Letakkan Kartu Identitas KPK':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO