SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) kembali mengkritisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk menangani Covid-19 di Indonesia.
Selain meminta pemerintah tidak memperpanjang PPKM, politikus Partai Gerindra itu mengusulkan agar pemerintah mengerahkan aparatur sipil negara (ASN) untuk sosialisasi protokol kesehatan (Prokes) Covid-19.
Baca Juga: Pilkada Sidoarajo, BHS Masuk Tim Pemenangan Subandi-Mimik, Adam Rusydi Jadi Ketua Tim
Salah satu alasan BHS meminta PPKM tidak diperpanjang, karena kondisi penularan Covid-19 semakin membaik setelah PPKM semakin dilonggarkan. Katanya, sebelum PPKM, saat 20 Juni kondisinya sama persis dengan PPKM.
"Malah sekarang ini lebih rendah daripada saat kita belum menerapkan PPKM. Bahkan sebelum pemerintah menunjuk koordinator PPKM. Tapi jumlah kematian saat belum PPKM jauh lebih rendah. Ini bukti PPKM tidak perlu lagi diberlakukan," cetus BHS melalui ponselnya, Senin (23/8/2021) petang.
BHS menjelaskan PPKM darurat yang levelnya lebih tinggi, angka penambahan kasus Covid-19 malah naik drastis. Bahkan kenaikan kasusnya hampir tiga kali lipat daripada sebelum PPKM, hingga 50.00 kasus baru. Sedangkan kematian 1.400 dari 301 kasus sebelum PPKM.
Baca Juga: Upacara HUT ke-79 RI Bersama Masyarakat, BHS Gelorakan Semangat Nasionalisme
"Sudah selayaknya Pak Jokowi tidak menerapkan PPKM dan sebagainya. Sekarang ini rakyat sudah cukup menahan. Karena sudah ada bukti-bukti nyata hasil PPKM itu sendiri. Bukti-bukti itu sudah dibuka ke publik dan kita bisa baca semua. Kalau diperpanjang harus diperjelas alasannya," beber mantan anggota DPR RI 2014-2019 ini.
Menurut BHS, pemerintah perlu melakukan analisa dampak PPKM yang sudah banyak mengorbankan kondisi rakyat saat ini. Katanya, hingga kini masyarakat sudah mengeluarkan biaya yang demikian besar selama penerapan PPKM. Dijelaskan BHS, PPKM Darurat dimulai 3 Juli 2021 lalu.
"Saat itu ada penambahan kasus baru 27.913 dan angka kematiannya 493. Seharusnya saat PPKM Darurat, angka Covid-19 menurun. Tapi kenyatannya bukan menurun, malah kasusnya naik," ungkap alumnus ITS Surabaya ini.
Baca Juga: Idul Adha 1445 H, BHS Bagikan Ribuan Paket Daging Kurban
Kata BHS, pada 25 Juli 2021, kasus baru menjadi 38.679 dengan angka kematian tiga kali lipat, yakni 1.266 kasus. Setelah PPKM dilonggarkan pada level 4, sampai 2 Agustus 2021, hasilnya malah membaik, 22.404 dengan angka kematian 1.568 kasus.
Kemudian PPKM level berikutnya, pada 8 Agustus, malah menurun, yakni kasus barunya menjadi 17.384 kasus dengan angka kematian 1.200 kasus. "Ini berarti apa? Semakin levelnya diturunkan PPKM ini, maka hasil infeksinya semakin menurun. Nah ini perlu dianalisa pemerintah," jelas BHS.
Selain itu pada 22 Agustus, itu terjadi penurunan menjadi 12.408 kasus dan kematian menurun menjadi 1.030 kasus. Nah pada 22 Agustus ini, kata BHS, kondisinya sama persis pada saat pemerintah menunjuk Menko Marves, Luhut B Pandjaitan sebagai koordinator pelaksana PPKM. Karena itu, BHS pun menilai analisa terhadap hasil penerapan PPKM tidak dilakukan.
Baca Juga: MSI Simulasikan Pasangan Kandidat Pilkada Sidoarjo 2024, ini Elektabilitasnya
"Penerapan PPKM bukan berdasarkan hasil analisa mendalam, tapi hanya berdasarkan perkiraan. Ini yang tidak boleh terjadi. Penerapan PPKM tanpa analisa mengakibatkan begitu banyak kematian. Bahkan tidak hanya kematian manusia, tetapi yang paling membuat rakyat kesulitan adalah kematian ekonomi," tandas BHS.
Selain itu, BHS juga menyinggung soal vaksinasi yang dilakukan pemerintah dan hampir menyentuh 50 persen rakyat Indonesia. Namun kata BHS, pemerintah sendiri belum yakin terhadap vaksinasi.
Harusnya, jika pemerintah yakin dengan vaksinasi, maka tidak perlu lagi menggunakan hasil tes PCR maupun antigen untuk kegiatan masyarakat, misalnya menggunakan transportasi publik.
Baca Juga: Sempat Diberitakan Dirusak, Begini Kata Kapolresta Sidoarjo Soal Baliho Ucapan Selamat Idul Fitri
Padahal saat di transportasi publik maupun di mal, dan tempat publik lainnya, kebanyakan masyarakat membatasi interaksi. "Karena mereka sendiri juga tidak ingin tertular covid. Dan ada penerapan prokes yang ketat di tempat-tempat tersebut," urai BHS.
BHS lantas membandingkan dengan negara-negara lain. Di negara lain, begitu warga sudah mendapat vaksin, mereka tidak diwajibkan memakai masker. Dan di sejumlah negara di dunia, BHS menyebut, tidak ada transportasi umum yang menggunakan persyaratan tes PCR maupun antigen.
Mereka, para penumpang transportasi umum itu, hanya perlu dicek temperatur saja. "Jadi ini perlu belajar banyak dari negara-negara yang sudah berhasil menekan covid. Seperti Selandia Baru, Australia, China, Italia, dan negara-negara lain termasuk Rusia," beber BHS.
Baca Juga: Kasus DBD di Sidoarjo Meningkat, BHS Peduli Gelar Fogging di Desa Ngampelsari
Nah, untuk mengatasi penularan Covid-19 itu, BHS menyarankan pemerintah menggerakkan seluruh ASN se-Indonesia, yang jumlahnya sekitar 4,5 juta, TNI-Polri yang jumlahya 1,5 juta, untuk mengingatkan masyarakat menerapkan prokes Covid-19, yakni memakai masker, jaga jarak, menghindari kerumunan dan lain sebagainya.
"Dan ini saya kira jauh lebih efektif daripada adanya PPKM. Dan pemerintah juga perlu melibatkan tokoh-tokoh masyarakat termasuk RT/RW untuk mengingatkan masyarakat menggunakan Prokes Covid. Jadi bukan menyekat-nyekat atau melarang rakyat beraktivitas. Karena covid ini sudah menyebar ke mana-mana," tutur Owner PT Dharma Lautan Utama (DLU) Grup ini.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan bantuan vitamin kepada seluruh masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh. "Dan puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia wajib bisa memberikan edukasi ke publik tentang pencegahan dan pengobatan covid. Dan ini masuk dalam mitigasi bencana," pungkas BHS. (sta)
Baca Juga: Percepat Vaksinasi, Kapolresta Sidoarjo Turun Langsung ke Desa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News