SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Amerika Serikat (AS) gagal menjajah Afghanistan. Uniknya, AS justru menilai Taliban profesional. Kenapa?
Simak tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, berjudul Runtuh Moral di Disway pagi ini, Minggu (12/9/2021). Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkannya secara lengkap. Selamat membaca:
Baca Juga: Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
DI ulang tahun ke-20 kemarin, keluarga korban 9/11 masih terus menggugat. Pemerintah Saudi Arabia mereka anggap terlibat. Saudi, kata mereka, ada di balik empat pesawat Boeing yang dibajak. Dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar di New York. Yang terbakar sampai runtuh itu. Yang mengakibatkan lebih 3.000 orang tewas.
Mereka tidak menuntut Afghanistan sama sekali. Mungkin karena para pembajak pesawat itu tidak satu pun orang Afghanistan. Dari 19 pembajak, yang 15 warga Saudi Arabia. Dua lainnya warga UEA. Satu dari Mesir dan satu lagi dari Lebanon.
Mungkin, juga karena Afghanistan tidak akan punya uang untuk membayar ganti rugi. Mungkin pula karena Amerika sudah menyerbu Afghanistan. Bahkan sudah menumbangkan penguasa Taliban saat itu.
Baca Juga: Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Ulang tahun ke-20 kemarin juga ditandai kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan. Sama sekali tidak ada penyesalan bagi Amerika meninggalkan Afghanistan. Bahkan, kemarin, Amerika menilai penguasa baru Taliban bertindak profesional sekali. Yakni ketika Taliban mau memproses sisa warga Amerika yang masih tertinggal di negeri itu. Mereka diizinkan terbang pakai pesawat carter dari Kabul menuju Qatar. Mereka boleh menggunakan Qatar Airways.
Kesalahan lama Taliban adalah: mengizinkan gerakan teroris Al Qaeda berpusat di Afghanistan. Amerika pun mengobrak-abrik Afghanistan. Amerika menghancurkan Al Qaeda. Yang pimpinannya lantas bersembunyi di Pakistan: Osama Bin Laden. Di zaman Presiden Barack Obama, Osama ditangkap di Abbottabad sekitar 3 jam di timur laut kota Lahore. Ditembak mati.
Saya sengaja minta dilewatkan Abbottabad ketika perjalanan ke dekat perbatasan Tiongkok. Betul sekali bahwa tempat persembunyian Osama itu justru tidak jauh dari markas tentara Pakistan. (Baca juga:Motorway Murah)
Baca Juga: Temui Pengusaha di Vietnam, Jokowi Ajak untuk Berinvestasi di IKN
Begitu Donald Trump menggantikan Obama, begitu drastis perubahan di Amerika. Semua hal yang berbau Obama diupayakan diubah. Termasuk kebijakan di Afghanistan. Trump langsung menegaskan kehadiran Amerika di Afghanistan harus diakhiri.
Sejak itu diupayakanlah kontak-kontak dengan pejuang Taliban. Terutama untuk membebaskan tentara Amerika yang jadi tahanan Taliban. Bagi Amerika membebaskan tentaranya lebih penting dari siapa pun yang berkuasa di Afghanistan. Maka terjadilah pertukaran tahanan. Lima tentara Amerika dikembalikan. Tokoh-tokoh Taliban dibebaskan. Termasuk Abdul Ghani Baradar? (kini Wakil Perdana Menteri Afghanistan) yang ditahan Pakistan. Amerika sampai harus menekan Pakistan.
Amerika sudah tahu: begitu menarik diri, Talibanlah yang akan berkuasa. Tentara Amerika sudah banyak yang menceritakan keluh kesah: betapa sulit membuat tentara Afghanistan menjadi tentara profesional.
Baca Juga: Jaksa Khusus Kasus Dugaan Korupsi Anak Presiden
"Kami banyak bicara dari hati ke hati dengan tentara Afghanistan. Ternyata mereka itu menjadi tentara sekadar untuk mendapat pekerjaan," ujar seorang tentara yang pernah bertugas di Afghanistan. Ia menceritakan pengalamannya ke media di Amerika.
Tentara Afghanistan itu juga dinilai tidak loyal pada tentara Amerika. Pernah satu grup lima tentara mengalami kejadian ini. Mereka itu empat orang tentara Amerika, satu orang tentara Afghanistan. Kendaraan mereka bermasalah di perjalanan. Mereka harus berhenti. Saat itulah terdengar ada ledakan. Secara spontan satu tentara Afghanistan tersebut menodongkan senjata ke mentor Amerikanya itu.
Di kasus lain, mereka dianggap sangat malas. Tentara Amerika mengangkut logistik dengan kerja keras. Tentara Afghanistan hanya menonton. "Kalian harus belajar dari kami bagaimana mengerjakan pengiriman logistik," ujar Si Amerika. "Kalau kalian sudah melakukan itu untuk kami, mengapa kami harus ikut melakukan," kata Si Afghanistan.
Baca Juga: Amerika Bentuk Mujahidin, Putin pun Tunjuk Si Rambut Putih Komandan Perang
Amerika juga kian sulit mencari informan. Berita bahwa Amerika akan mengakhiri keberadaannya di Afghanistan membuat moral para informan runtuh. Moral Taliban naik. Apalagi mereka yang ketahuan jadi informan tiba-tiba mati terbunuh. Yang mati itu digantikan adiknya, yang juga perlu pekerjaan. Si adik mendadak mati terbunuh juga.
Dari pengalaman seperti itu Amerika akhirnya mengambil kesimpulan: sampai tahun berapa pun tidak akan bisa membuat pemerintah Afghanistan kuat. Padahal kian lama kian banyak anggaran Amerika yang mengalir ke Afghanistan. Untuk sia-sia.
Maka terjadilah yang akhirnya terjadi.
Baca Juga: Hebatnya Jurnalisme The New York Times dalam Tragedi Titan
Berita baiknya: TV swasta di sana, Tolo TV, masih tetap boleh siaran. Tolo artinya ''mekar'' atau ''berkembang''. Itu TV milik pengusaha Afghanistan yang mempunyai usaha di Australia. Siaran beritanya 24 jam. Dalam bahasa Parsi. Jam-jam tertentu ada siaran berita berbahasa Pastun.
Awak TV Tolo kini was-was: apakah masih akan boleh terus mengudara.
Australia bersikap: tim kriket Afghanistan tidak akan diizinkan main di Australia kalau tidak disertai tim kriket wanita.
Baca Juga: Korupsi Rp 1 Triliun, Tangan Ketua DPRD Diborgol
Berita buruknya: dua wartawan yang lagi meliput demo wanita di Kabul ditahan dan digebuki. Sampai babak belur. Mungkin dikira bagian dari jaringan demo.
Peringatan 20 tahun teror terbesar dalam sejarah Amerika begitu berarti bagi Taliban. (Dahlan Iskan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News