Dana Bagi Hasil Cukai Rp 19,1 Miliar di Gresik untuk Biayai Sejumlah Kegiatan OPD

Dana Bagi Hasil Cukai Rp 19,1 Miliar di Gresik untuk Biayai Sejumlah Kegiatan OPD Kepala Diskominfo Gresik Dr. Siti Jaeyaroh, M.Pd. saat membuka sosialisasi ketentuan di bidang cukai. foto: SYUHUD/ BANGSAONLINE

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Gresik bersama Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) TMP B Gresik, Kejaksaan Negeri Gresik, dan Bagian Perekonomian kembali mengadakan sosialisasi ketentuan di bidang cukai, Kamis (18/11).

Kegiatan yang diadakan di Hotel Horison, Gresik Kota Baru (GKB), Desa Sukomulyo, Kecamatan Manyar, ini menghadirkan sejumla narasumber.

Mereka adalah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Gresik, Dr. Siti Jaeyaroh, Ari Munandar dari Bea Cukai, Haris Almer dari Kejaksaan Negeri Gresik, dan Kepala Bagian Perekonomian Widjajani Lestari.

Siti Jaeyaroh menyatakan, sosialisasi ketentuan di bidang cukai yang dilakukan oleh diskominfo ini yang ke-8 kalinya. "Sosialisasi ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 230 dan 306," katanya.

"Diharapkan, sosialisasi ini bisa membawa manfaat bagi Gresik," tambahnya.

Sementara Widjajani Lestari mengungkapkan, bahwa Kabupaten Gresik pada tahun 2021 mendapatkan DBHCHT dari Pemerintah Provinsi Jatim sebesar Rp 19,1 miliar.

Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Di antaranya, bidang kesejahteraan rakyat (kesra), dinas pertanian (distan), dinas komunikasi dan informatika, bagian humas dan protokoler, bagian perekonomian dan SDA, bagian hukum, dan RSUD Ibnu Sina.

Sedangkan bentuk kegiatannya, antara lain sosialiasi cukai dan dampak yang ditimbulkan oleh barang kena cukai yang tak dilengkapi pita cukai, seperti rokok.

Selain itu, DBHCHT juga dipakai untuk pemberdayaan petani tembakau. Seperti yang dilakukan oleh dinas pertanian (distan). "Di Gresik ada 25 hektare tanaman tembakau," katanya.

(Para narasumber saat menjelaskan tentang cukai. foto: SYUHUD/ BANGSAONLINE)

Kemudian, di dinas kesehatan digunakan untuk sosialisasi terkait dampak yang ditimbulkan dari perokok, termasuk untuk pembangunan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), dan pembelian alat dan keperluan medis lain bagi RSUD.

Sedangkan, Ari Munandar menjelaskan alasan mengapa sejumlah barang yang beredar atau yang dijual wajib kena cukai. Misalnya, rokok dan minuman keras.

Menurut dia, barang-barang tersebut kena cukai karena konsumsinya harus dikendalikan, peredarannya diawasi, dan pemakaiannya berdampak negatif. Karena itu, pemakai barang-barang tersebut dibebani pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

"Saya mencontohkan rokok. Bahwa harga rokok itu menjadi mahal karena salah satunya terkena pembayaran cukai. Satu bungkus rokok bisa Rp 17-20 ribu biaya cukainya. Semakin mahal harga rokok, semakin mahal harga cukainya," jelasnya.

Pelekatan cukai itu sesuai dengan tarif dan harga jual eceran yang tertera dalam kemasan. Pelekatan cukai merupakan hak pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang bersangkutan dan sesuai dengan peruntukannya, utuh tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai.

"Pelekatan pita cukai tidak lebih dari satu keping, diletakkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka kemasan yang tersedia," terangnya.

Ari mengungkapkan, bahwa pendapatan negara dari cukai cukup besar. Untuk tahun 2020 mencapai Rp 178 triliun. Dari jumlah itu, Rp 170 triliun berasal dari .

"Dari pendapatan itu bisa miliaran batang yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Karena mahalnya cukai, maka muncul usaha rokok yang memalsukan cukai. Nah, sosialisasi ini bagian dari pencegahan itu," pungkasnya. (hud/adv)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO