JAKARTA, BANGSAONLINE.com – Ulah Pendeta Saifuddin Ibrahim yang menista agama Islam mendapat tanggapan Menko Polhukam Mahfud Md. Menteri asal Madura itu minta aparat kepolisian menyelidiki pendeta radikal dan eksrem itu karena telah menciptakan kegaduhan dan mengadu domba umat.
"Waduh itu bikin gaduh itu, oleh sebab itu saya, itu bikin banyak orang marah. Oleh sebab itu, saya minta kepolisian segera menyelidiki itu dan kalau bisa ditutup akunnya karena kabarnya belum ditutup sampai sekarang," kata Mahfud dalam video berjudul 'Tanggapan Menko Polhukam Terkait Pendeta Saifuddin Ibrahim' yang diunggah pada Rabu (16/3/2022) sore.
Baca Juga: Terungkap, Gus Miftah juga Rendahkan Mahfud MD, Cak Nun, Ustadz Maulana dan Yati Pesek
Seperti diberitakan BANGSAONLINE.com, pendeta ekstrem itu membela Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang akan mengatur adzan. Bahkan pendeta radikal itu tidak hanya membela tapi juga minta agar Menag merombak kurikulum pesantren. Alasannya, menurut dia, pesantren melahirkan teroris. Ia juga minta Menag agar menghapus 300 ayat Al Quran. Bahkan ia mengaku akan melarang umat Islam Indonesia naik haji seandainya ia menjadi menteri agama.
Ia juga mendukung Menag menggunakan tentara untuk bertindak. “Bapak adalah pemerintah. Menteri Jokowi. Bapak memiliki banyak hal. Bapak memiliki tentara. Pakailah tentara itu. Bahkan bapak punya Banser NU seluruh Indonesia yang bisa digerakkan bapak sebagai panglima Banser. Soal adzan itu urusan menteri agama, kenapa rakyat marah. Jangan takut dengan kadrun, Islam sontoloyo itu Pak,” kata pendeta fundamentalis itu.
Mahfud menilai, pernyataan Saifuddin yang meminta Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat Al-Qur'an telah membuat gaduh antarumat.
Baca Juga: Mahfud MD: Seharusnya Polisi Tak Sungkan Periksa Budi Arie, karena Jantung Persoalan
Mahfud MD mengingatkan bahwa Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1965 yang mengatur Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama telah diperbarui menjadi UU no 5 tahun 1969. Menurut dia, UU tersebut bisa dijadikan sebagai dasar untuk memproses Saifuddin.
Mahfud MD bahkan mengatakan dalam ajaran pokok Islam, ayat Al-Qur'an sebanyak 6.666, tidak boleh ada yang dikurangi.
"Saya ingatkan UU no 5/1969 yang diperbarui dari UU PNPS no 1/1965 yang dibuat Bung Karno tentang penodaan agama itu mengancam hukuman tidak main-main, lebih dari 5 tahun hukumannya yaitu barang siapa yang membuat penafsiran atau memprovokasi dengan penafsiran suatu agama yang keluar dari penafsiran pokoknya. Ajaran pokok itu dalam Islam itu Al-Qur'an itu ayatnya 6.666 tidak boleh dikurangi berapa yang disuruh cabut 3.000 atau 300 itu," tegas Mahfud MD.
Baca Juga: Luruskan Penyebutan Hakim dalam Tap MPRS, Mahfud MD: Yang Mulia atau Yang Memalukan?
Menurut dia, seperti dikutip detik.com, menyampaikan mengurangi ayat Al-Qur'an sama dengan melakukan penistaan terhadap Islam. Mahfud berpendapat bahwa berbeda pendapat tak jadi masalah, asalkan pendapat yang dilontarkan tidak menimbulkan kegaduhan.
"300 misalnya itu berarti penistaan terhadap Islam. Apalagi mengatakan konon bahwa Nabi Muhammad itu bermimpi bertemu Allah dan sebagainya itu menyimpang dari ajaran pokok," katanya.
"Kita boleh beda pendapat, tetapi jangan menimbulkan kegaduhan. Itu lah sebabnya dulu, karena dulu banyak orang begitu Bung Karno membuat PPNS No 1/65 yang mengancam siapa yang menodai agama jangan dihajar oleh masyarakat tetapi dibawa ke pengadilan. Ini kan masyarakat sekarang sudah mulai berpikir ini orang siapa ini, jangan, itu bawa ke pengadilan," lanjutnya.
Baca Juga: Viral Pernyataan Babe Haikal Terkait Sertifikasi Halal, Mahfud MD Beri Tanggapan Menohok
Mahfud mengatakan isi dalam UU no 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama sudah benar hanya perlu pembaruan kalimat. Menurut dia, hingga saat ini UU tersebut masih berlaku.
"Ketika saya jadi hakim MK 2010, itu saya nyatakan ketika diuji di MK UU ini isinya benar, cuma kalimat-kalimatnya supaya diperbaharui oleh DPR. Sampai sekarang belum diperbaharui, artinya itu masih tetap berlaku. Mari kita jaga kerukunan umat beragama kita. Kita tidak akan melarang orang berbicara tetapi jangan memprovokasi hal-hal yang sensitif," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News