Pimpin Rapat HLM TPID, Wali Kota Kediri Minta Laju Inflasi Terus Dijaga

Pimpin Rapat HLM TPID, Wali Kota Kediri Minta Laju Inflasi Terus Dijaga Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar (kanan), dan Sekretaris Daerah Kota Kediri, Bagus Alit. Foto: Ist

KOTA KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Wali , , pimpin High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) setempat tahun 2022. Agenda tersebut membahas soal kondisi inflasi dan perekonomian di .

Abu mengatakan bahwa kegiatan ini bakal dilanjutkan dengan diskusi untuk mengambil kebijakan guna menghadapi tantangan pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi di tahun 2022 ini ada kebijakan kenaikan harga BBM non-subsidi dan kebijakan kenaikan PPN menjadi 11 persen per April 2022.

“Apa yang dibahas dalam High Level Meeting ini menjadi pengingat dan kita bisa mengambil kebijakan yang lebih baik lagi. Supaya kita semua tetap satu visi dan misi untuk menjaga laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi di ,” ujarnya di Ruang Joyoboyo Balai , Senin (25/4/2022).

Saat ini, lanjut Abu, geliat pemulihan ekonomi di sudah mulai terasa. Di tahun 2020 pertumbuhan ekonomi di melambat di angka minus 6,25 persen dan berbagai upaya yang terus dilakukan oleh TPID mulai menunjukkan tren positif. 

Hal ini terlihat dari data laju perekonomian pada tahun 2021 mulai merangkak naik pada angka 2,5 persen. Meskipun ekonomi berhasil tumbuh, angka inflasi tetap dijaga. Pada bulan Maret 2022 mengalami inflasi month to month sebesar 0,43 persen. Hal ini menjadikan masuk dalam kategori kota dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) terendah dari 8 kota di Jawa Timur.

Inflasi bulan maret 2022, bila dibandingkan dengan bulan maret tahun lalu atau year on year tercatat 2,33 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi year on year bulan maret 2022 Provinsi Jawa Timur di angka 3,04 persen dan Nasional sebesar 2,64 persen.

“Untuk menaikan pertumbuhan ekonomi ini kita butuh effort yang besar. Terbukti kerja keras dan kolaborasi solid selama ini membawa dampak baik terhadap pengendalian inflasi di ,” kata Abu.

Bertepatan dengan bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri, daya beli masyarakat pada momen ini cukup tinggi. Selain itu juga terlihat saat acara Harmoni Ramadan Fest 2022 kemarin antusias masyarakat sungguh luar biasa.

Hal ini beriringan dengan tantangan pengendalian inflasi yang semakin berat. Selain itu, adanya kenaikan PPN menjadi 11 persen berdampak pada kenaikan harga di berbagai sektor, pencabutan HET, penyesuaian harga BBM non-subsidi, dan pengendalian volatile food.

“Stragegi 4k dengan selalu mengawasi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi publik yang efektif juga harus tetap berjalan. Selain itu, dengan kondisi stok bahan pangan dalam kondisi aman dan mencukupi kita imbau masyarakat agar belanja seperlunya. Tidak perlu melakukan panic buying,” urai Abu.

Sedangkan, Kepala BPS Lilik Wibawati menjelaskan pada tingkat inflasi menurut kelompok pengeluaran di bulan Maret yang tertinggi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Yakni sebesar 0,88 persen. Lalu kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,23 persen.

Selanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan. Pada komoditas penyumbang inflasi ada telur ayam ras, emas dan perhiasan, serta cabai merah. Sementara pada komoditas penghambat inflasi diantaranya tomat, pisang, dan wortel.

“Persiapan masyarakat pada bulan bulan Ramadhan dan jelang Lebaran cenderung meningkatkan permintaan terhadap bahan-bahan pokok. Komoditas-komoditas pokok kebutuhan Ramadhan dan Lebaran misalnya minyak goreng, cabai merah, daging ayam, telur ayam, gula pasir, tepung terigu dan bawang putih menunjukkan kenaikan harga. Hal-hal ini harus kita waspadai di Bulan April ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia (KPwBI) Kediri Choirur Rofiq mengatakan ada beberapa tantangan dalam pengendalian inflasi. Tantangan global meliputi pemulihan ekonomi, harga komoditas dan krisis energi, inflasi global yang meningkat, likuiditas, climate change dan stance kebijakan bank sentral.

Pada sisi tantangan domestik ada pent-up demand, dampak pembiayaan pemulihan ekonomi nasional, nilai tukar, konsolidasi fiskal, cuaca, tren digitalisasi, gap antara IHPB dan IHK, serta pricing behaviour.

Ada pula normalisasi kebijakan moneter di negara maju, dampak jangka panjang scairing effect pada sektor riil, dan ekskalasi ketegangan geopolitika Rusia-Ukraina. Dengan berbagai tantangan tersebut, TPID harus tetap menjaga inflasi dalam kisaran sasaran. Pada tahun 2022-2023 adalah 3 plus minus 1 persen dan pada tahun 2024 di angka 2,5 plus minus 1 persen.

“Kita harus terus lakukan upaya-upaya untuk mengendalikan inflasi ini. Jangan sampai inflasi kita melebihi ambang batas. Harapannya inflasi bisa dikendalikan lalu pertumbuhan ekonomi bisa terus meningkat,”tandas Choirur Rofiq. (uji/mar)

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO