Cak Imin Remehkan Ketum PBNU karena Setara, Gus Yahya Bukan Kiai Kharismatik?

Cak Imin Remehkan Ketum PBNU karena Setara, Gus Yahya Bukan Kiai Kharismatik? A Muhaimin Iskandar. Foto: Kompas

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - bukan politisi kemarin sore. Putra Kiai Iskandar itu pasti sudah paham betul konsekuensi semua manuver politiknya. Termasuk pernyataan kontorversialnya yang meremehkan Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf ().

Seperti diberitakan BANGSONLINE.com, berpendapat bahwa Yahya berbicara apa saja tentang tak akan berpengaruh.

Baca Juga: Rais Aam PBNU Ngunduh Mantu dengan Pemangku Pendidikan Elit dan Tim Ahli Senior di BNPT

“Bahkan, Yahya Cholil Ketum ngomong apa aja terhadap , enggak ngaruh sama sekali," kata Muhaimin Iskandar dalam acara "Ngabuburit Bersama Tokoh" CNN Indonesia TV, Ahad (1/5/2022).

Politisi bernama lengkap Abdul Muhaimin Iskandar itu mengatakan, semua lembaga survei menyebutkan bahwa 13 juta pemilih loyal, solid sampai ke bawah. Tak perlu ada ketergantungan pada NU, apalagi .

pasti sudah mengukur kapasitas dan ketokohan Gus . Bahkan bisa jadi menganggap dirinya lebih punya kapasitas dan lebih tokoh ketimbang .

Baca Juga: Syafiuddin Minta Menteri PU dan Presiden Prabowo Perhatikan Tangkis Laut di Bangkalan

Bukankah dan sepantaran, seusia dan setara yang sama-sama kuliah di Universitas Gajah Mada (UGM). Bedanya, lulus dan bergelar sarjana Fisipol UGM. Sedang Yahya tak sampai lulus sehingga tak bergelar sarjana.

Gara-gara tak bergelar sarjana itulah pencalonan sebagai ketua umum dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung sempat menjadi gunjingan.

Baca Juga: Menteri Rame-Rame Minta Tambah Anggaran, Cak Imin Rp 100 T, Maruar Rp 48,4 T, Menteri Lain Berapa T

(KH . Foto: ist)

Tokok NU Andi Jamaro Dulung, misalnya, mengatakan NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia idealnya dipimpin seorang intelektual bergelar profesor doktor. Menurut tokoh NU asal Bugis itu, pernyataannya itu tidak berlebihan mengingat dari sekitar 100 juta warga nahdliyin, tak sedikit yang punya gelar akademik tinggi.

“Wong ketua-ketua wilayah dan cabang saja sudah pada profesor, masak ketua umumnya malah enggak jelas,” kata Andi Jamaro Dulung saat dikonfirmasi Tempo, Rabu, 22 Desember 2021. Namun ia membantah menyindir .

Baca Juga: Hadiri Kampanye Akbar Luluk-Lukman di Gresik, Cak Imin akan Sanksi Anggota DPRD yang tak Bergerak

Andi Jamaro juga mengatakan bahwa membawahi 47 perguruan tinggi yang didalamnya banyak intelektual-intelektual mumpuni. Sehingga, kata Andi, realistis bila ia mendukung calon ketua umum yang bergelar profesor doktor.

Andi tak memungkiri bahwa pada Muktamar 34 di Lampung ini ia condong pada Said Aqil Siroj. “Karena NU itu punya banyak kampus, maka harus dipimpin oleh orang yang ngerti SKS dan prodi. Kalau enggak pernah lulus perguruan tinggi, enggak bisa itu,” kata dia.

Prof Dr Hotman Siahaan, yang juga senior di jurusan Sosiologi UGM, mengakui bahwa yuniornya itu tak sempat merampungkan kuliah.

Baca Juga: PKB Gelar Konsolidasi Pemenangan Paslon Luman dan Mudah di Pasuruan

(Andi Jamaro Dulung. Foto: beritamoneter.com)

Guru Besar Fisip Universitas Airlangga (Unair) itu mengungkapkan, ketika itu Yahya tinggal mengerjakan skripsi saja. “Tapi terus ditinggal studi ke Mesir atau ke Arab gitu lho, sehingga tidak sempat selesai,” kata Hotman.

Baca Juga: Perseteruan PAN dan PKB di DPRD Kota Blitar, Koalisi Pilwali Terancam Bubar

Bagi Hotman, gelar akademik tidak menjamin seuatu, apalagi di era seperti sekarang ini. Yang seharusnya dilihat justru kiprah intelektualnya ketimbang mempermasalahkan gelar. Dan ia menilai punya kemampuan mengelola sebuah organisasi besar.

Hotman mengatakan saat ini berderet-deret intelektual bergelar profesor doktor. Yang bergelar guru besar pun berseliweran. Namun banyak yang jejak rekam kiprah intelektualnya belum terlalu memuaskan. “Pengetahuan dan ilmu luar biasa, itu yang menurut saya lebih penting dari sekedar gelar,” kata Hotman.

Lalu apa persamaan dan perbedaan lain dengan ? aktif di PMII. Yaitu organisasi mahasiswa Islam yang dilahirkan NU. Sedang aktif di HMI. Yaitu organisasi mahasiswa Islam yang didirikan oleh para tokoh yang bervisi keagamaan Muhammadiyah.

Baca Juga: Hari Santri Nasional 2024, PCNU Gelar Drama Kolosal Resolusi Jihad di Tugu Pahlawan Surabaya

Lafran Pane, salah satu pendiri utama HMI, sejak kecil nyantri di Pesantren Muhammadiyah Sipirok. Kemudian melanjutkan ke HIS Muhammadiyah.

Sementara para pengurus NU - mulai dari tingkat ranting (terbawah) hingga - memang kader PMII. Karena itu terpilihnya sebagai ketua umum merupakan sejarah luar biasa bagi NU. Apalagi Sekjennya, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), juga kader HMI.

Persamaan dan perbedaan lain dan adalah sama-sama keturunan kiai besar. punya garis kerurunan dari Rais Aam Syurah KH Bisri Syansuri. Begitu juga . Dia keturunan KH Bisri Mustofa, penulis Tafsir Al-Ibriz

Baca Juga: Perlancar Pengambilan Sampah di Kampung, Anggota Fraksi PKB DPRD Kota Batu Bantu Ranmor Roda Tiga

Jadi memandang biasa saja. Apalagi tahu betul tentang karakter dan kapasitas para kiai NU. sangat paham: siapa saja kiai yang punya pengaruh dan siapa saja yang menjadi panutan. Bagi Yahya bisa jadi bukanlah sosok kiai kharismatik yang memiliki jamaah dan pengikut fanatik. Karena itu yakin bahwa tak ada pengaruhnya bagi .

Begitu juga tentang kapasitas keilmuan . tahu betul, mengingat dulu sama-sama kuliah di UGM. Lebih-lebih ilmu agamanya.

Dalam pandangan - termasuk tokoh-tokoh NU yang lain - tak bisa disejajarkan dengan Kiai Said Aqil Siroj, apalagi Gus Dur. Dan inilah yang kini banyak jadi sorotan para kiai NU.

Diakui atau tidak, alih generasi dan kepemimpinan dari Kiai Said Aqil ke mengalami penurunan.Baik dalam perspektif keilmuan maupun ketokohan. Termasuk jugadari segi kharisma. 

Dan itulah tampaknya yang membuat meremehkan pengaruh . Karena itu - sekali lagi - tak akan berpengaruh bagi , mau ngomong apa saja tentang .

Itulah keyakinan dalam pernyataan politik kontroversialnya! (mma) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO